Setelah kejadian malam itu hubungan antara Prilly dengan kekasihnya semakin merenggang. Pria itu tidak lagi menghubungi pun menjawab panggilan telepon dari Prilly. Arlan benar-benar mengabaikan kekasihnya.Prilly hanya bisa menghela nafas lelah, hari-hari yang ia lalui begitu berat terkait kasus yang menimpa Ibu Helda perihal tuduhan korupsi yang wanita itu tanggung. Prilly sudah membantu semampunya namun tetap saja uang yang hilang dengan jumlahnya puluhan milyar itu tidak ditemukan titik penyebabnya selain dikorupsi oleh Manager keuangan.
Sebagai karyawan bagian keuangan jelas Prilly dan teman-temannya yang lain terkena imbas dan hari ini adalah kesempatan terakhir yang diberikan pimpinan untuk membuktikan jika Helda benar-benar tidak bersalah tetapi jika yang terjadi adalah sebaliknya maka Helda harus menerima konsekuensi yaitu dipecat secara tidak hormat.
"Prilly kamu belum menemukan bukti-bukti untuk menguatkan saya?" Tiba-tiba Helda datang menghampiri meja Prilly dengan wajah bengisnya. "Kenapa kamu tidak becus seperti ini hah?!" Wanita itu justru memarahi Prilly disaat semua kesalahan berasal dari kecerobohan dirinya sendiri.
Prilly tampak memejamkan matanya, hari ini ia sedang berada dalam mood yang buruk dan Helda seolah sengaja memancing emosinya dengan terus berkata-kata kasar dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi padahal jelas-jelas yang bersalah disini adalah Helda sendiri.
"Maaf Buk tapi semua bukti yang saya dapatkan sama sekali tidak membantu Ibuk." Akhirnya Prilly membuka suara. Helda menatap tajam Prilly ia benar-benar marah karena karyawannya ini sama sekali tidak membantu dirinya disaat dirinya terdesak seperti ini.
"Kamu benar-benar tidak bisa diandalkan Prilly!"
"Sama seperti Ibu yang tidak becus mempertanggungjawabkan kesalahan Ibu sendiri." Balas Prilly yang membuat Helda semakin menatapnya tajam namun sayangnya hal itu sama sekali tidak membuat Prilly gentar.
"Lebih baik Ibuk siapkan diri untuk menghadiri rapat direksi dimana Ibu akan mempertanggungjawabkan semuanya. Saya permisi." Prilly menganggukkan kepalanya sebentar sebelum beranjak dari ruangan Bosnya itu.
Sepeninggalan Prilly terdengar teriakan Helda diikuti dengan suara pecahan dimana Helda sedang melempar semua barang-barang miliknya.
Prilly kembali ke meja kerjanya lalu merebahkan kepalanya disana. Tidak hanya pekerjaan yang membuatnya lelah tapi urusan hati juga. Prilly ingin sekali mengambil sikap atas perlakuan Arlan padanya tapi ia tidak yakin jika ia bisa bertahan sendirian tanpa Arlan disisinya.
"Ini Mbak."
Prilly mendongak menatap rekan kerjanya yang datang membawa satu cup es krim untuk dirinya. "Makasih Key." Prilly sedikit tersenyum ketika es krim coklat kesukaannya itu mulai menyentuh lidahnya. Rasa dingin dari es krim itu mampu membuat perasaannya sedikit membaik.
"Sama-sama Mbak." Keyla, rekan kerja Prilly yang memiliki wajah cantik dengan rambut sebahu. Keyla dan Prilly sudah berteman sejak pertama kali bekerja disini, usia Keyla beberapa bulan lebih mudah dari Prilly sehingga gadis itu memanggil Prilly dengan sebutan Mbak padahal Prilly sudah pernah meminta Keyla untuk memanggil namanya saja namun Keyla menolak dengan alasan tidak sopan.
"Bu Helda marahin Mbak lagi?" Tanyanya pada Prilly.
Prilly menoleh lalu mengedikkan bahunya. "Enggak cuma si nenek lampir lagi ketakutan jadi ya seperti biasa ya, nenek lampir ngelampiasinnya semuanya ke gue." Urai Prilly yang membuat Keyla menghela nafasnya.
"Sabar aja Mbak. Aku dengar-dengar Buk Helda memang nggak akan tertolong lagi." Prilly menoleh menatap Keyla. "Maksudnya gimana Key?" Tanya Prilly penasaran.
Keyla mendekatkan kursinya lalu berbisik ditelinga Prilly. "Dengar-dengar isu Buk Helda korupsi Mbak."
"Hah?!"
"Ssttt... Jangan kencang-kencang Mbak nanti yang lain penasaran." Keyla menutup mulut Prilly lalu menoleh ke kiri dan kanan memastikan teman-temannya yang lain tidak menaruh perhatian pada mereka.
Prilly menjauhkan tangan Keyla dari mulutnya. "Apa sih Key?"
"Kita nggak bisa mancing penasaran yang lain Mbak takutnya nanti nama kita keseret juga."
"Gimana ceritanya kita ke seret kan yang korupsi Buk Helda bukan kita." Protes Prilly yang membuat Keyla bungkam. "Iya juga ya." Prilly mendengus pelan melihat kelemotan rekan kerjanya itu.
"Key tadi nggak sengaja dengar para dewan bicarain Buk Helda katanya uang milyaran yang hilang itu bukan hilang tapi di korupsi Buk Helda terus uangnya dikasih ke pacar brondongnya." Cerita Keyla begitu detail hingga membuat Prilly manggut-manggut.
"Ternyata benar dugaan Mbak Key."
"Dugaan apa Mbak?"
Prilly meletakkan cup es krim yang sudah kosong sebelum menguraikan semua kecurigaannya pada Keyla. Dengan seksama Keyla menyimak setiap cerita Prilly.
"Nggak salah lagi Mbak. Key juga sempat ngira gitu Mbak karena nggak mungkin kalau bukan kesengajaan tapi kerugian sampai ratusan milyar." Prilly mengangguk setuju.
"Benar Key."
"Oh ya Mbak. Kok sekarang Key jarang liat pacar Mbak jemput Mbak pas pulang kerja?" Tanya Keyla tiba-tiba.
Ekspresi wajah Prilly sontak berubah ketika Keyla kembali mengingatkannya pada sosok kekasihnya.
"Eum Mas Arlan sibuk Key jadi ya gitu Mbak harus pulang sendiri akhir-akhir ini." Prilly memaksakan senyumannya pada Keyla padahal jelas-jelas apa yang dia katakan adalah kebohongan. Arlan bukannya sibuk melainkan mengabaikan dirinya, pria itu benar-benar sudah tidak memperdulikan dirinya lagi.
"Oh kirain Mbak udah putus sama pacarnya Mbak." Keyla tersenyum genit pada Prilly. "Kalau beneran putus rencana Key mau kenalin Mbak sama sepupunya Key. Ganteng banget loh Mbak orangnya seriusan." Prilly hanya tertawa menanggapi cerita Keyla tentang sepupunya yang sama sekali tidak menarik minat Prilly.
Bagi Prilly, Arlan saja sudah lebih dari cukup meskipun pria itu kerap kali menyakiti hatinya tapi ia masih mencintai Arlan dengan sepenuh hati. Untuk Prilly, Arlan adalah segalanya.
"Udah ah, Mbak nggak mau bahas itu nanti dikira Mbak selingkuh lagi." Canda Prilly yang justru ditanggapi serius oleh Keyla.
"Astaga Mbak, Keyla lupa. Maafin Key ya Mbak, Key sama sekali tidak bermaksud menganggu hubungan harmonis Mbak sama pacar Mbak. Sumpah!" Ucap Keyla dengan mimik wajah seriusnya sedangkan Prilly justru tersenyum masam mendengar perkataan Keyla, ingin rasanya Prilly berkata jika tanpa diganggu hubungannya dengan Arlan juga sudah tidak harmonis lagi.
"Iya Key. Nggak apa-apa, Mbak ngerti kok." Prilly mengusap lembut punggung Keyla. Keyla ini memang perasa sekali dan Prilly sudah sangat terbiasa dengan sifat rekan kerjanya ini.
"Jadi nanti sore Mbak pulang sendirian?" Prilly menganggukkan kepalanya. "Mbak pulang bareng Keyla aja kalau gitu."
"Jangan kan arah rumah kita beda. Kasihan kamu harus mutar balik lagi." Tolak Prilly halus.
"Beneran Mbak nggak apa-apa pulang sendirian?" Prilly menganggukkan kepalanya. "Iya Mbak nggak apa-apa kok."
"Ya sudah kalau begitu Key balik kerja dulu ya Mbak."
"Iya. Mbak juga mau lanjut kerja lagi."
Setelah Keyla kembali ke mejanya barulah Prilly menyadari jika kerenggangan hubungannya dengan Arlan tidak hanya berdampak bagi dirinya tapi juga pekerjaannya. Belakangan ini Prilly benar-benar merasa dirinya tidak bisa diandalkan seperti biasanya, sebenarnya tidak ada yang salah dengan perkataan Helda jika dirinya memang tidak bisa diandalkan kali ini dan semua itu bermuara pada hatinya.
Prilly meraih ponselnya lalu mengetikkan beberapa pesan untuk Arlan bahkan ia juga berniat untuk memperbaiki hubungan mereka dengan mengunjungi apartemen kekasihnya nanti malam.
Senyuman Prilly menghangat, sepertinya kali ini memang dia harus ekstra berusaha supaya hubungannya dengan Arlan kembali membaik, padahal tanpa Prilly sadari jika hubungannya dengan Arlan kekasihnya mulai mengarah pada hubungan yang tidak lagi 'sehat'.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Mafia
RomanceNext story yang menceritakan tentang seorang mafia yang jatuh cinta pada seorang gadis setelah mereka melalui malam panas tanpa kesengajaan. Jangan lupa vote dan komennya yaaa..