02 || Potongan Memori

139 16 0
                                    

"JANGAN PERGI!"

Napas terengah-engah, sedangkan jantung memompa lebih cepat di kala berlari sekuat mungkin. Koridor demi koridor, dan bertambah gelapnya malam dengan tiada kehadiran seorang pun yang terlihat. Aku tidak tahu mengapa rasanya seperti sedang dikejar-kejar akan sesuatu. Otak tidak bisa mengontrol tubuh, seolah-olah aku adalah jiwa yang membenamkan diri pada seseorang yang masih sadarkan diri.

Aku berhasil menoleh ke belakang, dan justru melihat pria seperti dalam mimpi pertama dengan wajah yang terlihat samar-samar. Dia berhasil mengejar dan meraih kerahku. Dari belakang, leherku berada dalam cengkraman kuatnya.

"L-lepaskan aku!"

Di saat bersamaan, ada sesuatu yang menyentakkanku begitu hebat.

Terbangun dengan melotot hebat dan mulai merasa lega. Rupanya, aku tengah berada di kamar dan tidur dengan berselimut di atas kasur. Perlahan, aku terduduk, mengibas rambut panjang ini ke belakang, dan mengatur napas setelah menghadapi ketegangan mimpi buruk.

Aku melirik ke jam dinding menunjukkan 06:01 dan membuatku bangkit dengan lemas. Tidak sengaja aku melihat ke barisan buku-buku yang di mana buku harian sedikit ke luar dari tataan buku lain. Serta merta aku mengambilnya dan beberapa lembar foto berjatuhan ke lantai. Semuanya adalah tangkapan gambar dengan banyaknya orang berseragam bersamaku. Aku memerhatikan setiap wajah, lalu memeriksa keadaan buku yang masih saja terkunci. Bukankah semalam, foto-foto ini tidak ada di saat aku memeriksa buku ini?

Baru aku sadari adanya kalender di ujung meja, dan beberapa tanggal dilingkari dengan keterangan bertinta merah.

04 Juli: Penyelesaian lukisan.

22 Juli: Tour karyawan.  

30 Juli: Exam.

Sedikit informasi ini tergolong sangat penting. Di waktu yang sama, terdapat deringan telepon dari ponsel, lalu mati sebelum aku menerimanya. Terkirim sebuah pesan teks dan lagi-lagi dari orang yang sama.

Inbox || [Unknown Number]: 07:30 = [Sent a Location] gedung ke tiga, lantai dua, kelas ke tiga. [Sent an Attachment]

Lokasi universitas yang tidak jauh dari sini. Dokumen mengenai jadwal dan program studi. Dia benar-benar menuntunku, meski melalui pesan teks. Aku menjadi penasaran mengenai alasan menutupi identitasnya dariku.

Inbox || [Unknown Number]: 15:00 = [Sent a Location] masuk melalui pintu belakang.

Bar clair de lune. Mengapa aku harus ke sana? Mungkin, dia ingin menemuiku di tempat itu.

Buru-buru aku memulai pagi dengan membersihkan diri, mengenakan pakaian kasual, sarapan roti gandum, dan membawa tas selempang yang sudah berisikan beberapa buku. 

Selanjutnya, secepat mungkin aku berangkat dengan membuka ponsel untuk memandu perjalanan. Trotoar, gang-gang kecil, perkomplekan rumah, dan mungkin aku bisa berjalan mengingat jalanan ini dengan mudah. Tidak memakan waktu lama dalam perjalanan, hingga akhirnya sampailah di kampus besar dengan halaman luas, gedung-gedung fakulitas, sekaligus cukup ramai.

"Ashley!"

Menoleh ke segala arah setelah mendengar nama tersebut, kemudian sebuah tangan menepuk bahuku. Rupanya River, kedatangannya sungguh mengejutkan.

"Bukannya lo nggak ada kelas?" tanyanya, "Atau ada tugas UKM yang belum kelar?"

Menarik dan mengembuskan napas perlahan untuk menenangkan ketegangan, kemudian aku menjawab, "Oh, itu ... aku lupa kalau ... hari ini nggak ada kelas."

Bahunya menggedik sejenak. "Berarti, langsung ke bar dan ngambil sift pagi?"

Sepertinya, aku bekerja pada 'Bar Clair De Lune' yang tadinya dikirimkan sebuah lokasi oleh pesan si misterius. Aku tidak mengerti cara mengonfirmasi dalam mengambil waktu kerja yang berbeda. Lebih baik, aku pulang dan nantinya pergi ke tempat tersebut pada waktu berangkat seperti biasanya.

Deja Vu [ Ashley Lincate ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang