1. Bujuk Rayu

2 1 0
                                    

"Ada keinginan yang kuat untuk mencapai cita-cita,
Meski caranya terlihat sulit."

Di suatu kamar yang tertata rapi, terdapat seorang wanita yang duduk di dekat jendela. Dalam diam, wanita itu sibuk menatap layar gawainya. Jemarinya beberapa kali menari-nari di atas layar gawai, sebelum akhirnya jempol berhenti bergerak. Ditambah lagi dahinya mengerut, menandakan kalau dia sedang serius.

Hai. Selamat malam. Maaf mengganggu waktunya, Kak. Saya Pena Berlian. Saya fans Kak Kertas Einstein sejak dua tahun yang lalu.

Wanita berambut pendek tersebut bernama Pena Berlian. Entah sudah berapa kali dia mengirimkan pesan-pesan perkenalan dirinya kepada content creator favoritnya bernama Kertas Einstein melalui direct message di salah satu sosial media. Namun wanita itu memaklumi tingkah idolanya. Pasti sibuk, batinnya.

Keesokan harinya, di malam yang cerah dengan bulan purnama, Pena Berlian mendapat pesan balasan dari idolanya. Dia hanya tersenyum sembari mengeratkan genggamannya ke gawai. Netranya fokus membaca dan membalas pesan. Berharap dia tidak melakukan kesalahan dalam pengetikan.

Terima kasih sudah membalas pesan saya, Kak.

Tak disangka, Pena Berlian segera mendapatkan respon dari Kertas Einstein. "Iya. Memang ada kepentingan apa?" balas Kertas Einstein.

Wanita itu sudah mempersiapkan sejuta alasan mengapa dia berani mengirim pesan kepada Kertas Einstein. "Saya juga punya hobi yang sama seperti Kak Einstein. Menulis cerita fiksi. Terus ini, saya ingin tanya sesuatu."

"Jadi kamu mau tanya apa?"

Pena Berlian segera mengeluarkan seluruh rasa ingin tahunya tanpa memikirkan resiko. "Kakak masih sekolah, kuliah, atau sudah lulus?"

"Masih kuliah," jawab Kertas Einstein singkat.

"Terus selain kuliah dan menulis cerita, apakah Kak Einstein juga ada part time atau ada bisnis yang lagi dikerjakan?"

"Menulis cerita dan kuliah aja sih. Aku ngga ikut organisasi. Tapi ikut lomba sudah sering."

Jawaban idolanya itu semakin menyalakan api semangat Pena Berlian dalam berbalas pesan. "Iya, Kak. Saya sudah baca dua buku karya Kak Einstein. Keren banget! Semuanya tentang motivasi untuk selalu semangat belajar."

Yang disanjung pun mengucapkan, "Terima kasih."

Lalu Pena Berlian melontarkan pertanyaan yang berhubungan dengan pendidikan idolanya. "Jadi Kakak ngga terlalu sibuk banget ya? Kak Einstein kuliah dimana? Jurusan apa? Hehe, maaf saya banyak tanya."

"Aku kuliah jurusan Teknik Sipil di Planet Mars."

Untuk jawaban idolanya yang satu ini, Pena Berlian menjadi kebingungan. "Maksudnya gimana, Kak?"

"Kamu ngga harus tahu semua tentang saya," balas Kertas Einstein.

Spontan jempol Pena Berlian bergerak cepat mengetik permohonan maaf karena menyinggung privasi idolanya. "Maaf, Kak. Maafkan saya. Saya hanya ingin tahu tentang kesibukan kakak."

"Buat apa?" jawabnya pendek, mungkin masih kesal.

Hanya butuh sepersekian detik bagi Pena Berlian untuk membalas pesan Kertas Einstein sekaligus mengeluarkan keinginan terpendamnya. "Saya ingin mengajak Kak Einstein untuk meet up. Terus kolaborasi dalam pembuatan novel. Selain itu..."

"Oh maaf. Mungkin lain waktu ya." Pesan itu seperti lampu lalu lintas berwarna merah, tandanya Pena Berlian harus 'berhenti' mengirimkan pesan kepada Kertas Einstein.

***

Sayangnya, Pena Berlian bukanlah wanita yang mudah menyerah. Tekadnya telah bulat untuk meminta jawaban dari Kertas Einstein. Meski butuh waktu, dan kesabaran ekstra. Karena Pena Berlian baru berani mengirimkan pesan perkenalan lagi setelah satu bulan kemudian.

Pena Berlian & Kertas EinsteinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang