Lembar Kedua

29 2 0
                                    

Mempersiapkan presentasi bukanlah hal yang mudah. Kau harus berselancar di antara jutaan laman dan mengumpulkan data-data akurat yang relevan. Belum lagi berurusan dengan si beban, rasanya ingin kuhujani seribu tombak.

Yah, di sinilah aku. Berkutat di depan setumpuk buku yang kupinjam beberapa hari lalu. Temanku yang lain sudah terpaku di depan laptop, seperti tersedot ke dalam sana. Sedangkan si beban tak nampak batang hidungnya. Bagaimana ia mau muncul, kalau notif hp nya saja dimatikan? Risiko dapat nilai nol.

"Eunji, bagian ini kok susah ya carinya?" gerutunya sambil mengusak rambut.

"Coba sini," jemariku cekatan mengetik keyboard, menghasilkan suara tik tik tik beraturan. Nah, ketemu. Kuperlihatkan hasil pencarianku padanya dan dibalas senyum merekah bak bunga mawar.

"Makasih Ji, the best banget!" Aku mengacungkan jempol sebagai ganti ucapan 'sama-sama'.

🌊🌊🌊

Seminggu berlalu begitu cepat. Bagaimana tidak, semua tugas-tugas itulah yang membunuh waktu. Baru saja matahari bangun dari tidurnya, tahu-tahu ia sudah tenggelam begitu aku melihatnya. Dasar.

Hari inipun aku membawa buku yang banyak. Sial, kenapa langit terlihat sedih? Jangan sampai ia menangis, aku bahkan belum menyeberang jalan.

Hujannya nanti saja, kalau aku sudah sampai di kelas. Ucapku dalam hati.

Seakan langit mendengar ucapanku, awan-awan nakal itu pergi perlahan. Menyajikan kilauan biru yang menyejukkan hati. Aku tersenyum lega.

Segera kujejakkan langkah menuju lobby kampus. Napasku tersengal, seperti habis lari marathon. Tapi tidak ada teriakan penonton.

Dari jauh, aku melihat siluet yang tak asing. Ia berjalan menuju lift dengan santainya. Beberapa anak laki-laki di belakangnya, mungkin 12 orang? Apakah muat di dalam sana?

Aku yang terlambat memasuki lift itu hanya menghela napas berat. Sembari melihat lantai berapa yang akan mereka tuju.

Lantai 10, ruang rektor.

🌊🌊🌊

"Mahasiswa baru? Jangan ngawur deh. Emang di pertengahan semester ini ada program pertukaran mahasiswa? Kok gak ada pengumuman di website kampus?"

Ryujin memainkan pensilnya sambil menatapku. Netranya seakan bicara bahwa aku perlu banyak minum minuman elektrolit.

"Yeu, dibilangin gak percaya," jawabku sambil merapihkan catatan. Susah sekali bicara dengan sahabatku ini. "Nanti aja liat, kayaknya salah satu dari mereka bakal dateng ke kelas ini".

Magis. Salah satu dari 13 anak laki-laki yang kulihat di lobby tadi benar datang ke ruangan ini. Seperti sudah direncanakan oleh semesta, kami bertemu lagi. Rasa ini....

Dosenku yang sudah merapihkan kacamatanya kembali duduk. Setelah membuka perkuliahan dengan doa, ia mengabsen mahasiswa kesayangannya, melirik sejenak sembari tersenyum apabila ada yang tidak hadir di kelasnya.

"Silakan perkenalkan diri kamu. Nama, umur dan tempat tinggal."

"Perkenalkan nama saya Jeon Woonwo. Umur saya 23 tahun. Hmm, asal saya dari Changwon. Salam kenal semua." ia tersenyum lalu membungkukkan badan tanda memberi salam. Aku terpana olehnya, mataku tak berkedip untuk beberapa saat.

Salah seorang teman bertanya dengan lantangnya, "Udah punya pacar belum, Won?!" yang dibalas keributan seisi ruangan.

"Pacar ya? Tidak ada."

Ah, dia bisa salting juga ternyata. Mendengar jawaban itu, sontak anak-anak gadis mengacungkan jari. Mengelu-elukan namanya, ingin mencalonkan diri menjadi kekasih.

"Tapi saya punya orang yang saya sukai..," sambungnya sambil melirikku.

Melirikku?









To be continued.

Σειρῆνας (SIREN) | JEON WONWOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang