Elara 5 : ••• MPLS? •••

732 35 0
                                    

Budayakan vote dulu sebelum membaca >3

Haii!! Ini cerita pertama aku. Mungkin kalo masih banyak yang kurang dimaklumin aja karena baru pertama hehehe.

🏵️🏵️🏵️

"Ayo, cepat! Jalannya jangan kayak siput!"

"Jangan lari dong! Nanti jatuh!"

"Matanya dipakai kalau jalan!"

Teriakan para senior OSIS menggema di seluruh koridor SMA Nusa karya. Mereka terus meneriaki ratusan junior yang sedang mengikuti MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Para siswa baru yang dibagi dua puluh kelompok tersebut digiring menuju aula yang terletak di belakang sekolah.

Sebenarnya ada dua aula di SMA Nusa Karya. Aula utama yang terletak di depan sekolah, dan Aula ke dua yang terletak di belakang sekolah. Aula ke dua merupakan aula yang paling sering digunakan. Mulai dari upacara, senam, mengadakan acara dan lain-lain. Aula utama khusus untuk informasi yang diberikan Kepala sekolah. Atau karena kedatangan tamu dari Dinas Pendidikan.

Aneh, padahal sudah dua hari sekolah di SMA Nusa karya, tapi kenapa harus mengadakan MPLS di hari ketiga. Bukannya MPLS dilakukan hari pertama, awal murid baru masuk.

"Saya mengucapkan maaf, terutama untuk siswa baru. Kami, selaku OSIS, baru bisa mengadakan MPLS," ucap Farel, ketua OSIS yang sekarang memegang mikrofon, menatap seluruh murid baru yang sudah berbaris rapi.

Siswa baru hanya mengangguk memaklumi. Tapi ada juga yang protes karena kegiatan MPLS yang mendadak. Setiap kelompok dibagi sesuai dengan kelasnya masing-masing. Di antara ratusan murid yang baris dengan rapi, Ara menatap sekeliling mencari sahabatnya.

"Kepada para siswa-siswi baru, diharapkan segera berbaris sesuai tinggi badan. Yang pendek di depan, yang tinggi di belakang."

Mendapati instruksi seperti itu, Ara segera berbaris sesuai tinggi badannya. Karena tinggi badannya, Ara baris di barisan ke tiga. Dan di barisan ke tujuh dan delapan terdapat Nabila dan Meka.

"Capek banget!" keluh Ara mengelap keringat di pelipisnya. Matahari langsung tertuju padanya, karena baris di depan.

"Mana sahabat gue jauh di belakang. Enak banget, nga kena matahari." Ara kembali mengeluh, melihat sahabatnya baris di belakang. Terhindar dari matahari yang sedang menyengat ini.

Ara menatap depan, melihat orang di depannya yang ternyata Serah. "Serah?"

Serah membalikkan tubuh, menatap Ara dengan senyum. Serah kembali menghadap depan namun Ara membalikkan tubuh Serah begitu saja.

"Untung gue baris sama lo." Ara memegang pundak Serah yang menatapnya dengan gemetar. Bibirnya dilipat dengan badan yang berontak.

"Lo kenapa? Lo sakit?" tanya Ara. Memeriksa kening Serah.

Serah menggeleng berulangkali dengan gerakan mata yang memberi isyarat. Namun Ara tetap tidak mengerti. Kesabaran Serah habis, ia melepaskan tangan Ara lalu menghadap depan. Membiarkan Ara kebingungan sendiri.

"Kenapa, sih?!" tanya Ara melihat keanehan sikapnya Serah.

"Ekhem!"

Suara deheman dari belakang menghentikan kebingungan Ara. Ia terdiam merasakan hal buruk akan menimpanya. Dengan takut-takut, Ara menoleh ke suara. Matanya langsung membulat lebar, salivanya langsung ditelan kasar. Ternyata, yang berdehem seorang senior, El Denandra.

Deg... Deg... Deg...

mampus! Ara bodoh!

Ara tersenyum cengir lalu menunduk. Tidak berani membalas tatapan El yang terkesan dingin.

ELARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang