열하나 -- I'm Confused

1 2 0
                                    

Tak banyak orang yang menerapkan desain ruang kerja kantor bertema Timur Tengah. Sebab itulah, seorang gadis memiliki nama lengkap Afifa Nahda Rafanda mengambil tema desain ini. Dan perlu diketahui ia memang ingin sekali mengunjungi salah satu negara di wilayah Timur Tengah yakni, Republik Yaman.

Pada bagian dinding ruangan Afifa meletakkan permadani berukuran besar. Selain diletakkan di dinding, Afifa meletakkan permadani juga di bawah meja dan kursi kerja. Sedangkan untuk mempermanis ruangan, ia letakkan pot tanaman tropis di pojok ruangan.

Jemari Afifa berhenti mengetik pada keyboard laptop saat mengingat kejadian tadi malam. Ia memutar kursi ke arah jendela guna melihat langit dan gumpalan kapas putih.

“Dia. Laki-laki itu ... bersedia melamar kamu, Nak.”

Kepala Afifa terangkat. Manik matanya menatap manik mata sang ayah.

“Maksud, Abi?”

“Iya, Nak,” jelas Reyhan, “waktu kamu masih dirawat di rumah sakit dan saat abi baru tiba buat liat kondisi kamu ada laki-laki yang datang ke abi lalu langsung menangis sambil minta maaf.

Dia bilang kalau dia dengan lancang megang tangan dan meluk kamu saat kejadian malam itu. Sebagai permintaan maafnya maka ... dia bersedia menikahi kamu.

Dan nanti pekan ke dua bulan ini dia mau bertemu kamu. Apa, kamu bersedia?”

Bibir Afifa kelu hanya untuk sekedar mengucapkan satu kata saja. Ia bingung, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya. Hingga akhirnya suara sang Ayah mengembalikan kesadarannya.

"Nak? Jadi, gimana?"

"Ha? Apa, Abi?"

Aqlan tersenyum. "Abi, tanya sekali lagi, kamu mau gak ketemu sama laki-laki itu?"

Kedua tangan Afifa memegang erat ujung sofa. Dengan sedikit ragu ia berkata, "Aku, gak kenal sama dia, Abi. Apalagi kejadian itu sudah lima tahun lalu."

"Abi, tahu, Nak ...." Aqlan bangkit duduknya sembari berjalan mendekati Afifa. Tangan kekarnya sejenak terangkat mengelus puncak kepala putri kesayangannya. "Tapi, gak salah, 'kan kalau kamu bertemu dia sekali saja? Kamu, suka atau gak nya itu keputusan kamu. Abi akan terima."

Kepala Afifa menunduk. Netra coklatnya menatap lantai marmer. "Aku, coba pikirkan dulu," jawabnya setelah terdiam beberapa saat.

"Ya, sudah. Sekarang, kamu tidur!" titah Aqlan yang diangguki Afifa.
Afifa kemudian bangkit dari duduknya dan mencium pipi ayahnya. "Lailatuka sa'idah, Abi!"

Tingkah Afifa membuat Aqlan terkekeh. Namun, pria paruh itu tetap menjawab ucapan dari sang anak. "Sa'idatuh mubarokah."

"Nak!"

Panggilan dari Aqlan saat Afifa akan membuka pintu membuatnya langsung membalikkan badan. "Iya, Abi? Ada apa?"

Aqlan tidak langsung menjawab. Melainkan terlebih dahulu mengambil buku tadi lalu membacanya. Sementara itu, Afifa masih setia menunggu kelanjutan dari sang ayah. Dapat ia lihat ekor mata ayahnya yang meliriknya sekilas sebelum akhirnya berkata, "Yang perlu kamu tahu, laki-laki yang menolong kamu adalah anak dari bunda Ghina."

"Allah, aku harus bagaimana?"

Angin yang berembus menerbangkan rambut panjang dari Wulan. Tangannya terulur membuka pintu sebuah bangunan restoran milik Afifa.

Kedatangannya disambut oleh kehadiran dua wanita yang sedang sibuk bersih-bersih untuk siap membuka restoran.

"Selamat pagi, Bu Rani! Bu Lina!" ucap Wulan yang melihat keduanya secara bergantian.

NANTIKANKU DiBATAS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang