35. Cemas

5.4K 377 31
                                    

Selamat membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca...

Langit senja menemani perjalanan Lala pulang ke apartemen. Tak ada senyum apalagi semangat. Wajah yang biasa terlihat segar, kini tampak lesu dan pucat.

"Terima masih, Pak." Lala turun dari taksi yang mengantarkannya pulang, lalu berjalan gontai menuju unit apartemennya.

Sesekali perempuan itu tampak meringis sembari mengusap perutnya yang seharian ini terasa nyeri.

"Mbak Lala..."

Lala mendongak setelah mendengar seseorang memanggil namanya. Ia tersenyum lemah menatap sosok adik iparnya yang berdiri di depan pintu unit apartemennya.

Bola mata Lala memindai sekitar berharap menemukan sosok laki-laki yang sudah membuatnya galau semalam plus seharian ini. Namun, sosok itu tak nampak di sana.

"Aku datang sendiri, Mbak," ucap Zee seolah tahu apa yang sedang Lala cari.

Lala mengangguk pelan. Ia menekan kombinasi angka pada alat yang terpasang dekat pintu untuk akses masuk ke unitnya, lalu mengajak Zee masuk setelah pintu berhasil terbuka.

"Mbak...." Zee menahan lengan Lala setelah gadis itu menutup pintu.

"Mbak Lala sakit?"

Lala tersenyum dan menggeleng. Namun, Zee tak percaya begitu saja.

"Muka Mbak pucat." Zee menyentuh dahi, kemudian lanjut leher Lala dengan punggung tangannya.

"Tuh, badan Mbak juga anget gini."

Lala mengambil kedua tangan Zee dan kembali tersenyum. "Mbak enggak kenapa-kenapa. Mungkin cuma kecapean sama biasalah...." Lala menaikan kedua bahunya, lalu berjalan meninggalkan Zee.

"Hari pertama periode," lanjutnya lagi.

Lala berhenti melangkah, lalu kembali menatap Zee. "Mbak mau bersih-bersih dulu."

"Kamu kalau mau minum ambil sendiri ya."

Zee mengangguk pelan. Ia masih tak percaya jika kakak iparnya itu dalam kondisi baik-baik saja.

Jika dilihat sekilas memang Lala terlihat baik-baik saja. Namun, jika dilihat dengan seksama, jelas ketara jika mata Lala tak bisa berbohong.

Mata Lala terlihat sembab. Tatapannya juga tak seceria biasanya. Zee menghela napasnya berat kala mengingat kondisi abangnya yang tak jauh beda dengan kakak iparnya saat ini. Bahkan mungkin bisa dibilang Zacky sedikit parah dari Lala setelah laki-laki itu mendapat sarapan berupa bogeman dari Zae saat Zae mengunjungi Zee di unit apartemen gadis itu.

Bukan tanpa alasan Zae menghajar Sang kakak. Zae melakukan itu setelah laki-laki itu mengetahui duduk perkara kenapa bisa ia menemukan keberadaan Zacky di unit tersebut sepagi itu. Tentu saja semua itu Zae ketahui lewat mulut Zee.

Zee memilih duduk di sofa panjang yang ada di ruang tamu. Ia menyimpan paper bag berisi makanan yang ia bawa untuk Lala ke atas meja yang berada di depannya.

Zee memilih menunggu Lala sembari menonton drama Korea yang belum sempat ia selesaikan sampai ending. Gadis itu menoleh ke belakang, lalu kembali menatap jam digital yang ada di ponselnya. Tak terasa sudah hampir satu jam dan Lala tak kunjung keluar dari kamar. Perasaan takut dan khawatir akan kondisi kakak iparnya mulai gadis itu rasakan.

Zee segera mencari nomor kakak sulungnya. Panggilan pertama tak kunjung diangkat. Gadis itu tak menyerah. Ia terus menghubungi Zacky, hingga panggilan keempat baru terhubung.

"Bang, ke apartemen sekarang!" ucap Zee setelah menjawab salam dari abangnya.

'Abang ada di apartemen sekarang.'

Zee menepuk dahinya pelan. Ia lupa jika abangnya masih berada di unit apartemennya.

"Maksud aku, apartemen Abang sama Mbak Lala."

'Kenapa?'

"Enggak usah banyak tanya. Kalau Abang beneran cinta sama Mbak Lala, Abang buruan ke sini."

Zee langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Ia tak peduli jika abangnya di seberang sana sedang mengomelinya karena tindakannya itu.

Zee berdiri. Ia berjalan mendekat ke arah pintu kamar utama yang ditempati oleh Lala.

Tok! tok! tok!

"Mbak...," pangggilnya keras. Namun, tak kunjung ada sahutan dari dalam.

"Mbak Lala!" panggil Zee dengan berteriak. Tak lupa tangan kanannya terus mengetuk pintu kayu di depannya.

"Aduh... ini orang lagi ngapain sih di dalam? Masa udah teriak-teriak manggilnya, tapi enggak denger."

Zee berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar tersebut, lalu berhenti dan menatap pintu kayu itu cukup lama.

"Apa Mbak Lala pingsan? Soalnya tadi mukanya pucat banget."

"Kalau memang iya, aku kudu gimana?"

"Apa aku langsung masuk aja?" monolognya lagi.

Tangan kanan Zee terulur untuk meraih handle pintu. Namun, sebelum Zee berhasil membuka pintu tersebut, suara derap langkah kaki dari seseorang yang baru memasuki unit berhasil mengalihkan perhatian gadis itu.

.
.
.

maaf baru bisa menyapa teman-teman lagi.
Yang kangen sama cerita ini, yuk kumpul. Kita malmingan barengan sama Zacky dan Lala

 Kita malmingan barengan sama Zacky dan Lala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AuristelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang