2. Abang

3 0 0
                                    

Suara dentingan sendok memenuhi ruang makan siang ini. Agnitya ditemani Toni menyantap makanan yang telah disediakan oleh bi Surti.

"Enak banget masakan bi Surti. " Gumam Agnitya dengan mulut yang sibuk mengunyah.

"Telen dulu dek makanannya. " Tegur Toni. Gadis itu mengangguk paham.

Keduannya melanjutkan acara makan mereka hingga terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat.

"Kamu sudah pulang? " Tanya basa-basi Toni. Sedangkanyang ditanya hanya mengendikan bahu acuh.

Agnitya menoleh kebelakang dimana orang tersebut berdiri. Padangan keduanya bertemu. Tatapan Agnitya yang teduh bertubrukan dengan tatapan tajam dari lelaki tersebut.

"Abang.. " Gumam Agnitya.

Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah Toni. "Aku mau kumpul. Ga pulang. " Ujarnya pada sang papa.

"Mau nginap dimana? " Tanyanya.

Lagi dan lagi lelaki itu mengendikan bahunya sebagai jawaban. "Mau nginap dirumah temen atau di markas kalian papa ga melarang. Asal tidak aneh-aneh. Tidak ada alkohol atau balapan. " Ujar Toni serius.

Sang anak hanya mengangguk samar dan melenggang pergi menuju tangga arah kekamar tanpa memperdulikan gadis yang sedari tadi memperhatikannya tanpa berkedip.

"Sudah makan belum kamu? " Tanya Toni sedikit keras karena sang anak yang sudah berjalan menjauh.

"Gampang." Jawab sang anak.

Toni hanya menghela nafas pelan. Anak lelakinya memang sedikit keras kepala jika diberi tahu. Sebagai seorang papa tentu Toni sudah hafal betul dengan tingkah anaknya itu. Namun Toni tidak begitu mempermasalahkan sifat sang anak. Selagi masih dibatas wajar ia akan memaklumi.

"Adek, ayo dilanjut makannya. " Ujar Toni pada Agnitya yang sedang diam.

"Aku udah kenyang pa. Em.. Abang engga makan ya pa? " Tanya Agnitya basa-basi.

"Abang kamu jarang makan dirumah. Apalagi saat siang begini. "

Gadis itu mengangguk paham. "Abang juga jarang tidur dirumah? " Tanyanya pelan.

"Engga juga. Sesekali abangmu itu menginap dirumah temannya. Kadang juga kumpul di bascame. "

"Bascame? "

Toni mengangguk. Tangannya meletakkan sendok yang tadi ia gunakan untuk makan. "Tempat kumpul sama teman-temannya. "

"Em.. Papa, tadi abang ga marah sama aku? Atau abang engga tidur dirumah karena merasa ga nyaman ada aku disini? " Tanya Agnitya hati-hati.

"Jenna, adek ga perlu mikir yang aneh-aneh. Abang sudah dewasa. Pemikiran dia juga pasti sudah lebih dewasa. Kalaupun sekarang abang masih belum menerima kehadiran kamu, kamu tidak perlu khawatir. Karena papa yakin kalau nanti abang pasti bisa anggap Jenna sebagai adik abang. " Ujar Toni meyakinkan sang anak.

"Aku harap begitu. Semoga abang bisa anggap aku sebagai adik. Tapi aku seneng, tadi abang ga marahin aku. Padahal tadi aku udah berfikir yang engga-engga sama abang. " Ujar gadis itu jujur.

Toni hanya tersenyum maklum. Ia tahu betul bagaimana perasaan Agnitya, mengingat kejadian-kejadian beberapa tahun lalu. Bagaimana perlakuan sang anak sulung pada Agnitya. Tapi kini anak lelakinya sudah beranjak dewasa yang sudah tahu mana yang baik dan tidak dalam bertindak. Ia yakin anak lelakinya tidak akan menyakiti sang adik sekarang.

"Adek sekarang tidak usah terlalu memikirkan abang ya. Adek hanya perlu fokus dengan sekolah adek. Besok kamu sekolah kan? " Tanya Toni.

Agnitya mengangguk, "iya, aku besok sekolah. Aku juga belum belajar. Habis ini mau beres-beres barang aku dulu terus lanjut belajar. " Ujar nya.

AgnityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang