2. Kedai

45 12 0
                                    

-YOUTH-

Tak lama lagi UTS akan di laksanakan. Sebagaimana biasanya, persyaratan mengikuti ujian harus melakukan pembayaran bulanan, bukan SPP melainkan iuran komite dalam tanda petik. Meskipun sekolah negeri, tetap saja harus ada yang dibayarkan, tidak benar-benar gratis, hanya saja tidak semahal di sekolah swasta.

Untuk itu, saat ini Athazia menghampiri Mamanya yang tengah menyuapi Zizi, Adeknya. Hendak membicarakan hal tersebut.

Dengan ragu-ragu, ia mendekati Mama dan duduk di sebelah beliau.

"Abang belum pulang, Ma?" tanyanya basa-basi.

"Belum, akhir-akhir ini dia pulangnya lama terus. Kadang-kadang perginya juga barengan sama kamu."

Athazia mengangguk paham. Matanya melirik ke arah Mama, mulutnya sedikit terbuka, hendak bersuara lagi.

"Ma," panggil Athazia pelan.

Mama hanya berdehem sebagai balasan. Beliau masih menyuapi anak bungsunya makan.

"Nggak lama lagi UTS, jadi harus bayar iuran komite. Nggak harus lunas sampai bulan ini kok, bisa dicicil," jelas Athazia hati-hati.

Pergerakan Mama terhenti, menoleh ke arah anak keduanya itu sekilas lalu kembali menyuapi Zizi.

"Coba minta sama Papamu dulu. Mama nggak ada uang. Harusnya dia bayarin sekolah kamu, bukan ke anak tirinya itu," jawab Mama ketus.

"Ma, kita kan tau Papa jarang kerja. Hidup keluarga Papa sekarang juga susah. Nggak enak tiba-tiba minta uang sama Papa, apalagi aku jarang ke rumah Papa."

"Terus hidup kita enak gitu? Kita juga susah, belum lagi kuliah Abang kamu. Untung dia dapet beasiswa kalau nggak, nggak bakal Mama bolehin dia kuliah mending cari kerja aja langsung. Kamu mah enak, nggak pernah mikir keuangan kita gimana, pulang sekolah main hp terus, belajar juga jarang Mama lihat."

Bulir-bulir bening mengenang di kelopak mata Athazia, hatinya sakit mendengar perkataan Mamanya. Namun, ia juga tahu bahwa hati Mamanya itu jauh lebih sakit, harus mencari nafkah ke sana kemari untuk ketiga anaknya, apalagi kerjanya yang tidak tetap, gaji hariannya pun hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Gadis itu sakit hati karena Mamanya selalu mengira Athazia jarang belajar, padahal Mamanya tak selalu 24 jam berada di rumah. Athazia sering belajar hingga larut malam, ia juga mengalami insomnia. Mamanya tak tahu hal itu, beliau hanya tahu bahwa anak keduanya itu terlalu sering bermain handphone.

Athazia juga memikirkan bagaimana keuangan keluarganya. Maka dari itu, ia selalu menyisihkan uang jajannya bahkan hanya sedikit yang ia gunakan, lebih banyak ditabung.

Athazia bangkit, melangkah pergi ke kamarnya. Bulir-bulir bening itu hampir menetes, tak ingin Mamanya sampai melihat.

Sesampainya di kamar, barulah air mata itu turun bebas, menangis dalam diam di tempat tidurnya. Dadanya sesak karena harus menahan suara tangisannya.

Jika sudah begini, ia tak berani meminta uang untuk iuran komite ke Mamanya lagi, tapi ia juga tak berani meminta ke Papanya. Athazia juga tak mau membuat surat perjanjian dengan wali kelas atau pengurus iuran komite kelas 11 sebab tidak bisa dipastikan dirinya bisa membayar iuran komite itu dengan tanggal yang telah dijanjikan. Athazia berpikir lebih baik ia gunakan uang tabungnya saja dulu walau itu tidak cukup, setidaknya dibayar supaya bisa mengikuti UTS.

YOUTH • ZB1 TAERAETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang