Bagian 23

929 86 6
                                    

Wasiat Cinta

*

*

Kecemasan Ali

* * *

Kini semua orang tengah berkumpul di kediaman keluarga besar Assegaf, seluruh tamu mulai berdatangan untuk melayat atas meninggalnya Devina kemarin malam pasca operasi melahirkan anaknya.

Kinanti duduk disebelah Alana dengan para keluarga dan tamu ibu-ibu lainnya, sedangkan diruangan lainnya para tamu pria juga tengah khusyuk membaca surah Yasin untuk mengantarkan do'a serta bela sungkawa kepada keluarga besar yang ditinggalkan.

"Dek, udah makan?" Bisik Mira yang kebetulan ikut bersama Kinanti saat Alana dan Nando menjemputnya kemarin.

Kinanti menggeleng lemas. Semuanya tiba-tiba membuat pikiran Kinanti kacau, dia teringat permintaan terakhir Devina tempo hari, tentang waktunya untuk berasama Ali dan tentang mau menjaga anak dari wanita yang pernah bersama suaminya itu.

"Makan dulu yuk? Kamu dari kemarin makannya dikit terus, nanti sakit" ajak Mira, membuat Alana yang duduk disebelahnya mengangguk setuju.

"Iya, Ki. Makan ya? Nanti siap-siap buat ke pemakaman, kayaknya udah mau beres juga acara pemandian jenazahnya" timpal Alana yang juga merasa khawatir terhadap kakak iparnya itu.

Kinanti menggeleng pelan lagi, menatap lama kearah jendela kaca yang menampakan wajah suaminya sedang menunggu Alsyad tengah memandikan istrinya untuk terakhir kalinya.

"Mas Ali udah makan?" Gumam Kinanti dengan wajah piasnya.

Alana dan Mira saling pandang, mengelus punggung Kinanti lembut.

"Nanti biar aku yang tanyain. Yang penting kamu makan dulu sekarang" jawab Alana.

"Iya. Yuk? Kasian anak kalian, kelaperan didalem. Emangnya kamu mau, bayinya sakit?" Ungkapan tulus namun penuh peringat itu membuat Kinanti sadar.

Benar, sekarang bukan dirinya sendiri Ia makan tapi bayinya juga butuh nutrisi untuk perkembangannya didalam sana, apakah Ia terlalu jahat sekarang karena melupakan kewajibannya sebagai Ibu?

Kinanti mengangguk, tersenyum menatap kakaknya, "Iya, ayok" ujarnya lalu pergi bersama Mira kearah dapur.

Alana menghela nafas berat, berdiri menyusul Ali yang masih menunggu Alsyad diluar sekat pemandian jenazah Devina.

"Mas?" Panggil Alana saat sudah berdiri disisi Abangnya yang sejak tadi diam melamun dengan wajah kacaunya.

Ali menoleh sekilas, "Apa?" Tanyanya datar.

"Aku gak tau hal apa aja yang terjadi diantara kalian. Mungkin aku udah salah paham selama ini sama Mbak Devina. Tapi Mas gak harus terus-terusan melupakan eksistensi Kinanti kan?" Pertanyaan yang sedikit menampar sisi kewarasan Ali yang beberapa waktu belakangan ini tak begitu mengingat istrinya yang sedang mengandung anaknya itu.

"Bang Alsyad, Mas Ali sama Mbak Devina. Kalian bertiga sejak dulu sahabatan. Aku gak tau masalah apa yang kalian bertiga sembunyikan dari kita. Seenggaknya salah satu dari kalian bisa ceritakan?" Ungkap Alana lagi saat Ali tak bersuara sedikitpun.

"Bang Alsyad aja yang paling deket sama aku gak pernah nyeritain apapun tentang masalah kalian. Waktu itu juga aku kaget pas tau Mbak Devina hamil anaknya Bang Alsyad, disaat Mas Ali cerita kalo kalian masih pacaran, setelah itu putus setelah Mbak Devina keguguran." Lanjutnya, membuat Ali semakin kelu untuk merespon ungkapan adiknya itu.

Ya, Devina sempat hamil sebelum menikah dengan Alsyad hingga akhirnya dia keguguran karena stress.
Para keluarga yang tau fakta itu terkejut bukan main, setelah itu memaksa Ali untuk memutuskan hubungannya dengan Devina dan membiarkan Abangnya itu menikah dengan wanita yang Ia cintai sejak dibangku SMA itu, meskipun Devina sudah tidak mengandung, tapi Bima Assegaf yang begitu marah kepada putra pertamanya itu menyuruh Alsyad menikahi Devina yang telah Ia rusak dengan mengambil kesuciannya tanpa ikatan halal.

Wasiat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang