8. Negotiation

654 82 5
                                    

"JIAN!"

Yizhuo langsung berlari dan menghambur pada pelukan Jian begitu melihat kehadiran lelaki itu di ujung taman. Sang lelaki membalas pelukan itu tak kalah eratnya. Bahkan membubuhkan beberapa kecupan singkat di puncak kepala Yizhuo.

"Kangen," Yizhuo menggumam pelan yang dibalas kembali dengan sebuah kecupan oleh Jian. "Me too."

Yizhuo tidak berbohong. Semenjak hari pernikahannya dengan Renjun, dia belum lagi bertemu dengan Jian, baru hari ini. Artinya sudah hampir satu bulan mereka tidak bertemu. Waktu yang lama jika dibandingkan dulu saat Yizhuo leluasa menemui Jian kapanpun yang dia mau.

"Kamu baik-baik aja kan?" tanya Jian setelah lelaki itu mengajaknya untuk duduk di salah satu bangku taman. Nggak, jawab Yizhuo dalam hati.

Tapi apa yang terucap adalah, "Iya, aku baik kok." Tidak lupa dengan sebuah senyum tipis untuk memperkuat jawabannya.

"Bohong gak?" Yizhuo mengedipkan matanya berkali-kali mendengar itu. "Nggak."

Maaf, tambahnya dalam hati. Karena mana mungkin dia memberitahukan bagaimana perlakuan Renjun padanya. Jian itu memang orang yang tenang tapi jika sudah emosi, maka dia akan berubah menjadi seseorang yang ekhem... menakutkan. Tidak. Jian tidak pernah marah padanya. Hanya saja, dia pernah melihat lelaki itu marah pada orang lain. Meski memang masuk akal karena ada alasannya.

"Hei, inget kata aku ya. Kalau butuh apapun, mau cerita dan lain-lain aku selalu siap. Gak usah ragu, aku selalu disini." Yizhuo kembali memeluk Jian atas ucapan itu. "Iya, makasih banyak." Lelaki itu mengangguk pelan dan mengelus kepalanya dengan lembut.

"Ya udah. Gimana kalau sekarang kita cari makan aja? Kamu pasti cape dan laper kan abis kerja seharian."

"Ayo!"

Yizhuo tidak menolak ketika Jian menggenggam tangannya sepanjang perjalanan. Tujuan mereka adalah sebuah restoran yang tidak jauh dari museum. Dia juga cukup sering makan disini bersama teman-teman kerjanya.

"Banyak banget astaga!" Yizhuo berseru ketika mendengar Jian yang memesan banyak makanan padahal mereka hanya berdua saja. "Gapapa, biar kamu banyak makannya."

"Nggak. Kamu aja ntar yang abisin!" Yizhuo mendelik membuat Jian tergelak. "Boleh. Tapi besok ketemu lagi ya?" ujar Jian dengan nada menggoda sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Dih! Emang licik banget otaknya!"

"Itu pinter namanya. Emang kamu gak mau ketemu aku lagi besok?"

"Mau sih," ujar Yizhuo sambil memilin tisu yang ada di meja. Membentuknya menjadi bulatan kecil kemudian melemparnya ke arah Jian.

"Dih apaan? Dikira aku tempat sampah apa?!" Lelaki itu protes tapi Yizhuo hanya tertawa pelan sebagai jawaban. Tidak menanggapi lebih jauh karena Jian juga tidak lagi protes.

Tidak lama, pesanan mereka datang dan seperti yang Yizhuo duga meja mereka kini penuh dengan berbagai makanan.

"Sumpah ya ini harus kamu abisin, kalau aku sih males makan segini banyak."

"Gampang. Asal sesuai perjanjian awal." Yizhuo memutar bola matanya malas. "Cepet makan aja deh!" Jian hanya terkekeh dan mulai menyantap makanannya. Begitu juga Yizhuo. Mereka makan dengan tenang tanpa obrolan sama sekali.

"Lah beneran diabisin dong! Bilang aja aslinya kamu emang kelaparan. Pake segala bilang buat aku dih," Yizhuo menggelengkan kepalanya melihat seluruh makanan itu pada akhirnya habis juga. Dasar!

"Kan sayang kalau gak diabisin."

"Halah alasan aja!"

Jian hanya mengangkat bahunya ringan sebagai respon. Memang betul kan, sayang sekali kalau tidak dihabiskan. Niatnya memang supaya Yizhuo makan lebih banyak kok. Tapi memang perempuan itu sepertinya tidak bisa makan banyak.

Wounded SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang