"Ada dua kemungkinan: kita sendirian di alam semesta atau tidak. Keduanya sama-sama menakutkan."
- Arthur C. Clarke-•
•
Sedari tadi aku hanya bisa berdiri gelisah di depan halte, menunggu kedatangan bus tidak menampakkan dirinya sedari tadi.
Aku sungguh merasa bersalah atas kejadian kemarin, semoga dia naik bus hari ini.
Pagi ini udara tidak terlalu dingin seperti biasanya namun kedua telapak tanganku basah keringat dingin, aku mengangkat dan melihatnya, pucat.
Tak berselang lama bus putih itu datang dan dengan segera aku masuk dan mengambil posisi duduk seperti biasa. Bus kembali berhenti menampakkan siluet seorang lelaki dengan buku sketchbook di tangannya yang membuatku bernafas lega, namun tak bisa di pungkiri aku masih merasa canggung untuk meminta maaf. Tapi jujur saja, aku sungguh merasa bersalah.
Lelaki itu berjalan pelan, perlahan aku mulai menatapnya dalam keadaan kepala menunduk, dia sedang memperhatikan.
"Hai" anak itu duduk di depan ku, suaranya tampak begitu tenang.
Aku mengepalkan kedua tangan ku yang bertumpu di atas paha, ku tundukkan kepala ku semakin dalam "maaf"
"Untuk apa?" Kelihatannya dia tenang-tenang saja seperti tidak terjadi apa-apa, apa dia tidak marah? "Untuk kemarin sore, maaf aku lupa" ucapku pelan.
"Oh kemarin, ya aku menunggumu. Tapi kamu tidak datang" anak itu berucap masih dengan seulas senyum nya "angkatlah kepalamu, aku tidak marah kok" dia tertawa kecil sambil mengetuk-ngetuk sketchbook menggunakan jarinya.
Perlahan aku mengangkat kepala berusaha untuk tersenyum "jadi kamu pulang pakai apa?, Bus nya saja baru sampai saat aku pulang sore-sore hari itu?"
Anak itu tak menjawab alih-alih menoleh ke arah langit yang menampakkan bayangan jingga dari sudut cakrawala, "nanti sore aku akan pulang lebih awal, janji!" Aku mengangkat jari kelingkingku di hadapan anak lelaki itu, ia menoleh dan tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi "baiklah" dia menautkan kelingkingnya. Aku tidak tau kenapa rasanya bisa se-akrab ini dengan orang baru, padahal itu adalah hal yang mustahil untuk di lakukan seorang Azura.
"Sepertinya kamu sangat penasaran ya dengan tempat yang aku bilang waktu itu?" Lelaki itu mengangkat alisnya masih menatap lekat ke netra biruku.
Aku tertawa sembari mengangguk "ngomong-ngomong, itu kamu memakai lensa kontak ya?"
Lelaki itu tampak terdiam sejenak dengan raut bingung di wajahnya "dan apakah netra biru itu secercah cahaya dari planet Uranus?"
"Sayangnya planet Uranus jauh lebih indah" aku tersenyum melihat anak itu tertawa mendengar tanggapanku.
Bus berhenti.
Seperti biasa, kami di pisahkan oleh jalur yang berbeda dan di pertemukan kembali di titik yang sama.
Dan sampai hari ini pun, aku masih belum mengetahui nama anak laki-laki itu.
•••
"Jay menunggumu dekat tangga, mau ku temani?" Seorang gadis bernama Clara menghampiriku yang sedang membaca buku di tepat duduk ku. Niat awal aku ingin bersekolah di sini adalah agar aku bisa bersosialisasi dengan orang-orang, tapi nyatanya sangat sulit bagiku untuk melakukan hal itu, sebenarnya aku sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan hanya saja tidak pada orang-orangnya, walaupun mereka bersikap sangat ramah kepadaku. Tetap saja, aku selalu menutup diri.
"Tidak perlu, terima kasih sudah memberi tau" aku tersenyum singkat sebelum pergi mendahului tubuh gadis yang tinggi badannya lebih rendah dari ku.
Tapi tiga detik setelahnya aku berbalik badan dan menghampirinya "Jay itu siapa?"
Gadis itu tampak bingung dengan pertanyaan mu "bukannya kalian saling kenal, bahkan kalian satu club?", Aku tidak tau apa maksudnya. Seingatku Annalice juga pernah menyebut nama itu, atau mungkinkah seseorang bernama 'Jay' adalah laki-laki menyebalkan yang mengganggu ku di hari pertama masuk sekolah, dan juga seseorang yang membuatku terjebak di dalam club yang sama dengannya selama setahun ini.
"Baiklah, terima kasih" aku buru-buru pergi keluar kelas dengan muka merah padam, jujur aku malu sekali!
Anak laki-laki itu menoleh kala aku sampai di dekat tangga "sepertinya latihan hari ini di tiadakan dulu, aku ada keperluan, maaf"
Sudah ku duga, seseorang bernama 'Jay' adalah anak laki-laki itu.
"Bagus lah kalau begitu" dengan begitu aku akan tepat waktu sampai di halte dan bertemu dengan lelaki itu. "Loh, kenapa emangnya?" Jay tampak bingung dengan ucapanku. Oh tunggu, apa dia berpikir bahwa aku merasa tertekan dengan latihan musik untuk pentas seni?
Tidak sama sekali!
"Maksudku-- jadi begini, aku ada janji dengan seseorang sepulang sekolah, jadi mungkin aku bisa lebih cepat bertemu dengannya jika pulang lebih awal"
"Emm ya.. kita sama-sama punya janji, jadi tidak masalah jika latihannya di tunda!" Setelahnya anak itu pergi meninggalkan ku tanpa ucapan perpisahan ataupun aba-aba untuk pergi, benar-benar menyebalkan.
•
•
•
Jadi nama nya JAY? , tapi Azura belum tau nama lengkap dia, bahkan Azura hanya menduga-duga saja jika nama di cowok itu adalah Jay.
Bayangin cerita ini ala ala Vintage gitu ya, biar dapet feel-nya.
Aku masih pemula, jadi agak susah buat biar cerita ini tuh ga ngebosenin dan monoton. Jadi mohon maaf jika tulisannya burik pake banget.
Azura 💌
KAMU SEDANG MEMBACA
Universe Sky
Fantasy"Ketika Langit mempertemukan kita di langit fajar dan mengakhirinya pada langit senja" "Aku pecinta Langit biru, dan kamu pecinta Langit malam" hanya di saat matahari terbit dan terbenam kita bisa bertemu bercerita tentang Langit tertawa bersama alu...