Kota New York pada saat Natal memang sangat indah. Banyak pohon natal raksasa di setiap ikon-ikon kota seperti di Madison Square Garden, Times Square, The Metropolitan Museum of Art, dan masih banyak lagi. Namun untungnya salju yang turun tidak selebat di hari natal tahun lalu.
Karena Brian sedang cuti di hari pertama, dia bisa bangun lebih siang dari biasanya. Dan keduanya menghabiskan waktu berdua saja di flat.
Cassie dan Jae sedang berkencan jadi kursus pilates ditiadakan juga pada malam natal. Simon dan David pastinya masih berkeliling kota hingga malam. Hanya Sean yang menghabiskan malam natal di studio. Dia adalah member kedua terambisius setelah Brian.
Hannah dan Brian memutuskan untuk menonton film bertemakan natal seharian di ruangan bioskop kecil. Mereka menonton series pertama dan kedua Home Alone, film animasi The Polar Express, dan film rom-com berjudul The Holiday yang dibintangi oleh Cameron Diaz, Jude Law, dan Kate Winslet.
Selagi Hannah mengunyah popcorn sambil menonton The Holiday, Brian bangkit berdiri dari sofa dan pergi.
Beberapa menit kemudian dia kembali lagi sambil membawa sebuah kotak berwarna biru laut dengan pita di atasnya. "Untukmu. Hadiah natal."
Tiga kata yang membuat Hannah terkejut. Dia membetulkan posisi duduk sehingga menjadi tegak. "Untukku?"
Di satu sisi kotak kecil itu bertuliskan 'Tiffany & Co', salah satu merk perhiasan yang sangat terkenal di dunia selain Swarovski.
"Ini beneran untukku?" tanya Hannah lagi, tidak percaya. Brian mengiyakan. "Boleh kubuka?"
Dengan hati-hati Hannah membuka pita putih dan penutup kotaknya. Terdapat sebuah liontin berwarna silver kecil. Kedua netranya membulat sempurna. Tentunya harganya tidak main-main, apalagi dari brand terkenal.
"I--ini harganya berapa, Brian?" tanyanya masih mengamati liotin yang ada di depannya.
"Don't care about that. Here, let me do it for you."
Masih dengan tatapan tak percaya, Hannah membalikkan tubuhnya dan mengangkat rambutnya yang terurai supaya Brian bisa memakaikan liontin itu ke lehernya.
Hannah memegang liontin itu. "It's... it's beautiful. Thank you."
"You're welcome," Brian tersenyum.
Hadiah natal, ya? Astaga, Hannah benar-benar lupa! Tapi untungnya dia teringat akan lingerie warna merah yang dia beli waktu di Sydney seminggu yang lalu. Pas dengan warna natal kan, ada merahnya?
"Aku juga ada hadiah buat kamu. Tapi tunggu sebentar, I'll be back!" janjinya, mengecup bibir Brian sebelum pergi.
Hannah segera ke kamarnya dan mencari lingerie merah itu yang tentunya sudah dia cuci sebelumnya. Jantungnya berdebar-debar, mengingat lingerie itu bolong di bagian kewanitaannya. Apa Brian bakalan tidak memberikannya istirahat lagi seperti malam itu? Kemungkinan besar, iya.
"Alright, let's do this," katanya dengan gugup. Sebelum berganti baju, dia memanaskan heater lagi supaya ruangan lebih hangat.
Hannah gelagapan setengah mati melihat penampilannya sekarang di depan cermin. Seperti perempuan murahan, kalau dia bilang pada dirinya sendiri. Bagaimana nggak? Bagian belahan payudara dan lubang kewanitaannya terekspos jelas.
Tidak lupa Hannah menyemprotkan parfum supaya wangi tubuhnya tahan lama dan lipstik merah di bibirnya supaya bibirnya tidak terlihat pucat.
"Bener-bener kayak PSK," komentarnya pelan. "Dia bakalan kaget nggak ya dengan penampilan aku sekarang? Ah udahlah, bodo amat..."
Baru saja Hannah membuka selot pintu dan membuka pintu, Brian sudah ada di depannya sekarang. Sekarang.
"Whoa!" seru Hannah kaget, Brian juga mengerjap sedikit ke belakang.
Pria itu menatap Hannah sedikit tercengang. Dia melihat penampilan istrinya dari kepala sampai ujung kaki, kemudian berhenti pada satu buah spot yang membuat libidonya menjadi naik. Brian menelan ludah.
Hannah tahu bagian bolong lingerie itu sedang dilihat Brian cukup lama. Maka dia menutupnya dengan tangan.
"Um, surprise! This is your Christmas present!" katanya gugup setengah mati. Dia menyesal karena memakai lingerie ini. Mungkin menurut Brian, lingerie itu terlalu berlebihan dan terlalu vulgar.
"Ta--tadinya aku mau susulin kamu ke bawah, cuman ternyata kamu udah di sini, hahaha," Hannah tertawa hambar. Yah, selebihnya dia pasrah saja.
"Don't cover it using your hand," ucap Brian dengan suara rendah sembari menaruh tangan Hannah lagi.
Pria itu meletakkan telapak tangannya dan mengusap klitoris Hannah dengan lembut. Di samping itu, Brian mencium bibir merah Hannah. Ciuman mereka begitu liar, brutal, serta memabukkan. Napas mereka menggebu-gebu, menantikan momen ini.
"Mmhhh..."
Dengan entengnya Brian menggendong Hannah ke dalam kamar dan menjatuhkan tubuh istrinya ke atas tempat tidur. Tubuh Hannah terhempas, merasakan kain sprei yang dingin mengenai kulitnya.
Masih mengusap klitoris Hannah yang mulai terasa gatal, Brian berbisik, "You're soaking wet, love."
"Mmmm... please don't stop. Please don't stop," Hannah menggumam, menginginkan sentuhan yang lebih dari Brian.
Hannah mendesah panjang ketika Brian meremas-remas payudaranya. Setelah itu Brian mencium payudaranya yang masih tertutupi oleh kain lingerie bertubi-tubi, sesekali mencium ceruk lehernya.
"Oh God...," bisik Hannah menikmati setiap sentuhan dari suaminya.
Merasakan sesak di bawahnya, Brian pun melepas celana luar dan juga boxer yang dibelikan oleh Hannah sebagai hadiahnya waktu tanggal 19 Desember kemarin. Hannah tersenyum ketika melihat pemberiannya dipakai dan benar, junior milik suaminya memang jadi terlihat besar. Atau... memang sedang ereksi?
Entahlah. Dan seperti yang dia duga, malam natal ini akan menjadi malam yang panjang nan melelahkan untuk keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
grumpy - young k (day6) [COMPLETED]
Fanfic[warning 🔞] Punya suami seorang musisi sekaligus komposer? Jangan harap dinyanyiin atau dibuatin lagu. Contohnya Hannah Woo yang makan hati mulu sama suaminya.