Awal luka

116 70 9
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Cahaya pagi menembus jendela kamar Sagara. Sagara yang masih tertidur lelap di tempat tidurnya. Sagara membuka matanya perlahan, ia menatap langit-langit kamarnya. Cahaya pagi seakan-akan membangunkan Sagara dari tidur lelapnya.

Sagara terdiam sejenak, ia beranjak dari tidurnya. Sagara melamun untuk mengumpulkan semua nyawa dalam dirinya. Sagara menghela napas kasar, ia berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah.

Sagara berdiri di depan cermin dengan seragam sekolahnya. Sagara sedikit membenarkan dasi miliknya. Ponsel Sagara berdering, Sagara mengambil ponselnya.

"Hallo Letta," kata Sagara.

"Gar lo kesini kan?" tanya Vanilla.

"Iya nanti gue kesana bareng Andra," jelas Sagara.

"Gar, gue..." lirih Vanilla.

"Kenapa Letta?" tanya Sagara.

"Gapapa, yaudah nanti kesini ya," balas Vanilla seraya mematikan panggilan teleponnya.

Sagara mengangkat satu alisnya heran, ada apa dengan Vanilla. Vanilla seperti ingin berbicara kepadanya. Sagara menghela napas pelan, ia mengambil tasnya yang terletak di tempat tidurnya.

Sagara berjalan mendekati pintu untuk keluar dari kamarnya. Baru saja Sagara membuka pintu kamarnya. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing.

"Sial," ringis Sagara sambil memegang kepalanya yang terasa sakit.

"Gue kenapa sih," tutur Sagara.

Sagara kembali menegakkan badannya, Sagara menarik napas perlahan untu sedikit menghilangkan rasa sakit di kepalanya.

Sagara berjalan menuruni anak tangga, sambil merasakan sakit kepala yang sedikit menjalar di kepalanya. Sagara menghela napas kasar. Sorot matanya tertuju pada kedua orang tuanya. Memang sudah kebiasaan mereka selalu berdua tanpa memperdulikan dirinya.

"Sagara pamit," kata Sagara sambil mencium tangan Shintya.

Shintya menatap anaknya itu, "Gak makan dulu?" tanyanya.

"Udah kenyang mah," balas Sagara.

Hanya sebatas perbincangan itu yang Sagara dan Shintya lakukan. Mereka sudah jarang mengobrol, Shintya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan Shintya tidak membujuk atau memberi bekal makan kepada Sagara. Terkadang Sagara teringat masa kecilnya, ia selalu di berikan bekal makanan untuk di bawa ke sekolah.

Luka Kita Kala Itu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang