Pagi ini, aku terbangun dari mimpi. Mimpi yang terasa begitu hangat, tentang dia yang tak pernah menghiraukan keberadaanku. Dia yang membiarkan dirinya melihat ke arahku.
Masih terekam jelas bagaimana jailnya Kae kepada Lea ketika mereka di bangku sekolah dasar. Hari-hari bagaikan perang dan berakhir dengan tangis menggelegarnya Lea kecil. Segala ide jail tak pernah habis Kae lakukan, dan semua itu berhasil membuat Lea tak kuasa menahan tangisannya.
"KAEEEE KEMBALIINN BONEKAKUUU!!!", teriak Lea kepada Kae yang tengah naik di atas meja sambil memegang sebuah boneka barbie.
"Ambil nih kalo bisa", ucap Kae sambil menyodorkan boneka ke arah Lea, tentu dengan gerakan menarik ulur.
"CEPETT KEMBALIINN!!", teriak Lea yang mulai geram dengan tingkah Kae.Satu hal yang perlu kalian ketahui, meskipun Lea adalah seorang anak sekolah dasar, di dalam dirinya, ia sama halnya seperti manusia dewasa. Ia sangat pandai dalam hal menyusun strategi dan rencana. Apalagi, lawannya adalah manusia yang bagi Lea sendiri telah ia anggap sebagai manusia terkutuk jelmaan iblis, siapa lagi kalau bukan Kae. Sungguh, dia ingin anak laki-laki satu itu musnah sehingga kehidupan damainya yang dulu bisa kembali ia rasakan.
Lea tahu betul bahwa ia adalah manusia licik dan manipulatif. Di masyarakat, perilaku tersebut dianggap tidak baik dan kurang terpuji. Akan tetapi, jika yang ia hadapi adalah manusia iblis seperti Kae, menjadi licik dan manipulatif adalah hal yang wajar dan halal, tentu itu berasal dari kamus Lea sendiri hehe. Ia selalu memperhitungkan segala gerak-geriknya ketika menghadapi suatu hal, tentu saja untuk mencapai tujuan yang ia inginkan, atau paling tidak meminimalisir akibat yang akan ia tanggung. Segala tindakan akan menghasilkan akibat, besar kecilnya menentukan akibat yang bisa dihasilkan setelahnya.
"Kae, si anak anjing, jika aku tak bisa melawanmu dengan tenaga yang aku punya, coba lihat apa yang bisa aku lakukan," ucapnya dalam hati. Lalu, sedetik kemudian terdengarlah.
"AAAAAAAAAAAA HUHUHUHUHUHUUUUU HIKS HIKSSS HUUUUAAAA," apa lagi kalau bukan suara cempreng Lea yang terlihat tengah menangis dengan kencang. Air matanya bercucuran secara alami seolah ia memang sedang menangis betulan. suaranya begitu keras dan pasti terdengar hingga ke luar kelas, atau paling tidak telah masuk ke dalam ruangan guru yang tepat di sebelah ruang kelasnya.
Dalam kamus licik Lea, jika ia tak cukup kuat untuk melawan seorang musuh, maka orang yang punya kekuatan lebih kuat lah yang akan melawannya. Dan benar saja.
"ADA APAA INI?! SIAPA YANG BIKIN DIA NANGIS?!", terdengarlah suara keras seorang guru laki-laki berbadan tegak dengan tatapan siap menelan anak-anak ingusan itu.
Semua anak terlihat merinding dan membeku. Bagaimana tidak takut, bagi anak kecil yang tak lebih dari sepuluh tahun usianya, mendengar teriakan orang dewasa adalah hal yang paling mereka benci dan takutkan. Begitu juga Kae yang entah dari kapan ia telah duduk manis di kursi miliknya. Ah, ia pasti mempunyai reflek yang bagus ketika ia melihat guru itu masuk ruangan tadi.
Namun, tentu hanya sampai situ Kae bisa bernafas dengan tenang. Mulailah satu persatu anak di kelas menunjuk ke arahnya. Dia begitu gugup dan sedikit gemetar, namun sebisa mungkin ia sembunyikan hal itu.
Lea masih sesenggukan dan tangisannya pun tak kunjung berhenti. Dari sudut matanya, ia senang melihat Kae yang mencoba menutupi rasa gugupnya, padahal Lea telah melihat jelas bagaimana matanya tadi bergetar. Satu sudut bibir Lea terlihat naik sedikit sekilas tersenyum samar.
(◍•ᴗ•◍)✧*。
☁️✨
Hi!!!
Enjoy my story!! ><
KAMU SEDANG MEMBACA
Someone Who Feels Like A Holiday
Teen FictionTentang Lea yang licik dan manipulatif. Tentang Kae, si anak anjing, yang tak disangka menjadi warna di hidup Lea. Lea, dari si ambis yang penuh teka-teki hingga banyak sisi gelap Lea yang tak disangka-sangka.