003

121 20 4
                                    

Selamat Membaca!

1454 Words






Haruto menghela nafas frustasi ketika turun dari motor miliknya. Dia mengacak sedikit rambut hitam lebat miliknya yang tidak enak di lihat itu kemudian mulai berjalan masuk ke rumah sakit tempat Jeongwoo di rawat.

Sepanjang langkah kaki yang di ambil banyak pasang mata mengikutinya. Haruto sudah terbiasa dengan hal itu dan terus melanjutkan perjalanannya tanpa peduli.

Jari telunjuk miliknya menekan tombol lift kemudian dia pun menunggu sampai pintu lift terbuka memberikannya akses masuk ke dalam.

Tujuannya adalah lantai 4 rumah sakit, di lantai itulah sang sepupu di rawat, tidak, di situlah sang sepupu terkurung oleh ruangan yang di sebut dengan kamar inap pasien.

Sebenarnya dokter mengijinkan sepupunya pulang jika dia memang ingin tetapi polisi melarang keras hal tersebut sebab sepupunya adalah satu-satunya saksi kejadian pembunuhan tragis pada bulan September tanggal 28, hari ulangtahunnya.

Polisi berkata akan berbahaya jika Jeongwoo meninggalkan rumah sakit sebab tidak akan ada yang menjaga dan mengawasinya dari bahaya, mereka takut pembunuh kedua orangtuanya akan membunuhnya nanti.

Itu hanyalah alasan. Haruto tahu betul apa maksud sebenarnya dari para polisi tidak membiarkan sepupunya keluar dari rumah sakit.

Mereka menginginkan informasi tentang kejadian itu dari sepupunya, para polisi bahkan tidak peduli keadaan Jeongwoo yang tidak terlihat baik-baik saja ketika mereka bertanya tentang kejadian itu, mereka terus bertanya dan bertanya tanpa henti.

Seharusnya mereka tahu jika tidak akan ada orang di dunia ini yang ingin mengingat pembunuhan kedua orangtuanya. Mereka yang ingin lupa harus di paksa mengingat lagi dan lagi sebab pertanyaan yang mereka ajukan untuk sebuah informasi.

Haruto sudah berfikir lebih dari satu minggu tentang gagasan yang dia punya. Niatnya hari ini dia ingin menyuarakan gagasannya tersebut kepada Jeongwoo dan meminta persetujuan darinya, bagaimanapun juga ini berhubungan dengan kedua orangtuanya.

Haruto masuk kedalam kamar inap Jeongwoo tanpa mengetuk. Ketika masuk dia melihat sudah ada sahabat sepupunya yang sedang mengajaknya bicara entah tentang apa.

Kakinya berjalan mendekat kearah brankar milik Jeongwoo lalu tersenyum kearahnya dan berkata, "Bagaimana harimu?" Pertanyaan yang selalu Haruto ajukan ketika berbicara dengan Jeongwoo akhir-akhir ini.

"Seperti biasanya." Dan seperti biasa Jeongwoo memberikan jawaban yang sama.

Doyoung sebenarnya jengah mendengar interaksi di antara mereka yang sama setiap harinya tetapi dia memilih untuk menutup mulutnya dan tidak berkomentar apapun.

"Maaf hari ini Kakak datang sedikit terlambat, tadi Kakak ada ada sedikit urusan di kampus." Beritahu Haruto. Walau dirinya tahu Jeongwoo tidak akan mempermasalahkan, tidak peduli dengan hal tersebut dia tetap ingin memberitahu penyebabnya.

"Haru." Datar Jeongwoo tidak suka.

"Iya, Haru." Setuju Haruto tersenyum tipis. Sejak dulu Jeongwoo memang tidak suka jika di suruh memanggilnya kakak walau dirinya lebih tua 5 tahun darinya.

Haruto mengelus rambut Jeongwoo pelan, kebiasaannya dulu yang kembali muncul tanpa dirinya sadari.

Mata Haruto melirik kearah bawah dimana Doyoung berada kemudian tanpa mengatakan apapun lagi dia berjalan kearah sofa hitam yang biasanya dia duduki.

Doyoung memutar bola matanya malas menanggapi sifat Haruto. Mereka sudah berpapasan lebih dari seminggu ketika menjenguk Jeongwoo tapi mereka berdua tidak mengetahui nama ataupun bertukar sapa kepada satu sama lain.

𝙎𝙀𝙑𝙀𝙉𝙏𝙀𝙀𝙉 [ 𝐇𝐀𝐉𝐄𝐎𝐍𝐆𝐖𝐎𝐎 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang