.
.
"Gimana kalo pakai cara klasik?"
"Minggat?"
"Bukan, anjir. Ngilang doang sehari. Kemana kek, biar dicariin terus permintaan lo diturutin."
Merajuk memang sudah menjadi teknik manjur Jimin tiap merasa kesal dengan sesuatu. Sebagai anak bungsu, orang tua dan sang kakak lelaki kerap memberinya keistimewaan untuk melakukan apapun dengan bebas, walau hak tersebut sempat dicabut akibat kejadian patah hati terbesarnya setahun lalu. Bukan salah Jimin, tentu. Siapa yang tidak murka saat mendapati kenyataan bila kekasih tercinta telah menghamili dua wanita sekaligus di satu waktu? Jimin jelas butuh waktu untuk menenangkan diri usai berdamai dengan kenyataan, beberapa bulan berikutnya. Namun keluarga yang terlanjur posesif, justru memiliki rencana lain karena enggan dirinya terperosok di lubang serupa.
Maka ketika kakaknya menelepon agar Jimin meluangkan waktu selepas kuliah demi bertemu dengan laki-laki yang hendak dijodohkan dengannya, pemuda itu buru-buru kabur dari gedung ekonomi, secara pribadi mengirim pesan pada dosen bahwa dirinya sakit perut dan tak bisa mengikuti kelas siang, lantas segera memesan taksi menuju pusat perbelanjaan favorit. Terbesar, teramai, tersibuk. Lokasi melarikan diri terbaik di kota tempatnya tinggal.
"Tunjungan, Pak!" tegasnya, memberi sinyal untuk dituruti oleh sopir, "Kalau bisa sampai dalam sepuluh menit, saya bayar dua kali lipat."
"SIAP!"
Tidak ragu menyodorkan seratus ribu yang disambut cengir senang sopir taksi, Jimin segera menempuh dua kali eskalator tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Sebuah topi rajut dibeli tanpa menawar dari konter pembatas, disusul segelas besar jus jeruk yang disedotnya selagi berjalan menelusuri jajaran butik-butik elit. Otak berputar bimbang, antara ingin menghabiskan waktu menonton film berurutan sampai malam, atau memborong kudapan sebagai teman bengong di hotel kapsul Kayoon yang berencana ditinggalinya hingga esok hari.
"OH!!"
Satu seru keras dari dua suara terlontar bersamaan kala Jimin—tanpa sadar, menubruk seseorang yang melangkah berlawanan arah. Jus di gelas besarnya sontak tumpah nyaris setengah, membasahi sekujur kemeja dan celana dari sosok tersebut. Bawaan yang ditenteng pun tidak luput dari siraman air bergula, termasuk pantofel sol tebal yang terlihat jauh lebih mahal dari biaya kuliahnya. Belasan pasang mata turut mengamati antara kaget bercampur simpati, apalagi sosok yang ditubruknya langsung memasang raut segarang banaspati.
Ponsel di tangan kanan perlahan turun dari telinga, mata melirik lipatan jas berikut kotak donat dalam plastik yang basah. Bisik-bisik pengunjung bergema seperti lebah, sementara sang pelaku tampak panik dengan ekspresi penuh rasa bersalah.
"Jalanmu ndak liak depan, ta?"
.
.
Mampus.
.
.
.
"Maaf, Pak."
"Umur saya 28."
"Maaf, Koh."
Tidak lantas bebersih ke toilet terdekat, tidak pula banyak bicara di lokasi kejadian. Pria yang menjadi korban tumpahan jusnya itu langsung berputar arah menuju butik terdekat dan minta dirinya dibenahi hingga kembali terlihat rapi jali. Jimin, secara insting serta sigap dijadikan budak asal tak dilempar dari lantai teratas, buru-buru membuntuti pria itu tanpa disuruh dan menunggu di bangku butik sampai yang bersangkutan keluar dari kamar ganti.
YOU ARE READING
MEILI | BEAUTIFUL (YoonMin)
Fanfiction[BTS - YoonMin/SugaMin] Segalanya yang ada pada Jimin itu cantik, termasuk sepasang mata yang membius Yoongi hingga ke dalam sukma. Tapi jika diminta bercerita, Yoongi akan berpikir dua kali karena buku tulis setebal apapun tak akan cukup menampung...