Seorang wanita berjalan dengan peluh mengalir di pelipisnya. Ia memeluk Paper bag yang berisi sayuran, roti, dan ikan segar di dalamnya. Dari jauh, terlihat rumah berpagar coklat di ujung sana.
Salah satu tangannya memegang punggungnya. Ditepuknya beberapa kali, karena dia merasakan pegal yang hebat di sana. Entahlah, mungkin disebabkan oleh umur yang sudah menyentuh kepala lima..
Wanita tersebut membuka pagar dan masuk ke dalam pelataran rumah. Lalu, dia membuka pintu. Ia tertegun sesaat di tempatnya.
Seorang Pria berambut pirang, mengenakan singlet berwarna hitam, dan kemeja putih dia ikat di pinggangnya, sedang terlihat kelabakkan mencari barang di lemari buffet.
"Yuka?"
Pria itu merasa terpanggil dan dia menoleh.
"Oh!" Pria itu bangkit dari posisinya. "Shina! Tepat banget kamu balik!" Yuka menghampiri Shina yang masih berdiri di depan pintu. Lalu, dia memegang kedua bahu Shina dan dia goncangkan dengan semangat. "Racikkan aku berhasil! Efeknya berubah dan kamu bisa pakai!"
Pria itu tersenyum dengan lebar, matanya berbinar menatap Shina. Mendengar informasi tersebut, kedua sudut bibir Shina terangkat. Selama Yuka bahagia dan bisa tersenyum, hal apalagi yang dia butuhkan?
Yuka mengambil alih Paper bag yang Shina peluk dan dia taruh di pojok ruangan. Tangan Shina ditarik dengan antusias. Shina tahu kalau dia akan di bawa ke mana.
"Yuka, pelan-pelan. Aku lagi sakit pinggang." keluh Shina yang kemudian Yuka berlaku lembut padanya.
Sekali lagi, Shina tersenyum menatap punggung Pria itu. Mana dia tahu rasanya menua dengan tubuh yang perlahan merapuh? Pria itu akan selamanya memiliki tubuh sehat dan bugar.
Mereka berdua menuruni tangga, menuju ruang bawah tanah. Yuka mengarahkan Shina pada kasur tua yang selalu memberi bayangan pada Shina; betapa sakitnya jika Ia tertidur di sana. Untuk kesekian kalinya, Shina tersenyum sebelum Ia merasakan sakit itu lagi.
"Kamu siap 'kan?" tanya Yuka dengan antusias.
"Aku selalu siap untuk kamu." ujar Shina yang sudah tertidur di atas kasur tersebut. Ditatapnya Pria itu dengan lembut.
Pria itu tersenyum. Kemudian, dia mengambil suntik besar yang berisi cairan berwarna merah muda. Lalu, jarum itu menusuk dalam pada lengan Shina. Wanita itu merasakan aliran dari cairan tersebut. Awalnya seperti ada semut yang menjalar. Namun, perlahan berubah menjadi rasa nyeri di seluruh lengannya, yang kemudian merambat pada tubuhnya.
Semua diawali dengan rintihan, sampai Shina tak sanggup mengeluarkan suara lagi untuk mengekspresikan rasa sakitnya. Rasa itu sampai membuat dadanya sesak, tidak bisa bernapas dengan baik. Kaki dihentak-hentakkan, matanya menatap Yuka dengan sirat pertolongan.
"Don't you dare die on me." Bisiknya dengan suara rendah. Kedua tangannya menahan tubuh Shina yang sudah menggelepar. Shina berusaha mengangguk. Mulutnya terbuka, tersengal-sengal untuk mencari oksigen. "Kamu sudah hidup 30 tahun bersamaku. Kalau mati sekarang 'kan nggak lucu."
Itulah ucapan terakhir yang Shina dengar. Sebelum kegelapan menguasai dirinya.
•••
Awan tebal menghalangi langit biru dan matahari yang ingin mencoba menyinari keberadaan gadis yang sedang berdiri di halte. Gadis itu tampaknya baru saja pulang dari sekolah. Blazernya Ia lepas dan dia ikat di pinggangnya. Dia menoleh ke kanan, berharap bus yang Ia tunggu terlihat di ujung sana.
Rintik hujan mulai turun ke tanah yang Ia pijaki. Gadis itu melangkah mundur agar bisa meneduh di bawah halte tersebut. Lalu, tak jauh dari keberadaannya, Ia melihat seorang Pria yang memiliki perawakan tinggi, rambut hitam, serta wajah tampan nan manis.
YOU ARE READING
Little Rabbit
Fantasy"Don't you dare die on me" Ya. Wanita itu juga berharap yang sama. Kalau bisa, dia ingin ikut abadi bersamanya. Ingin menemani hari-hari sepinya, tidak mau mengecewakannya, dan ingin memberikan dia harapan baru. "Aku rela menjadi seekor kelinci yan...