Saddam menunggu tak sabar. Panggilan itu menunjukkan kata 'berdering' lama sekali hingga pada dering ke sembilan akhirnya diangkat oleh pihak seberang.
"Halo?" terdengar suara lembut yang dahulu dia samakan dengan lelembut. Tapi kini tidak lagi, karena pemilik suara itu adalah orang yang membuatnya jatuh hati
"Airin, udah bangun?" Pipinya memerah, mesem-mesem sendiri. Bahkan tanpa sadar menggigit jari menunggu sahutan.
"Belum, Pak."
"Terus ini siapa kalo bukan kamu?"
"Ya bapak udah tau, pake nanya lagi. Kalau saya belum bangun, gak mungkin ngomong sekarang."
"Sabar dong, Ai. Jangan ngamuk gitu, saya jadi ngeri."
"Bapak bilang gak akan gangguin weekend saya. Trus ini nelpon maksudnya apa? Jangan bilang hari ini ada jadwal kondangan yang harus dihadiri?"
"Gak ada. Saya capek kondangan, maunya ngondangin nanti."
"Makanya buruan cari calon, Pak. Usia udah matang gitu, kok. "
"Maunya juga gitu, tapi saya lagi nungguin dia-nya mau. Masalahnya jangankan bilang mau, perasaan saya aja dia belum tahu."
"Diomongin lah sama orangnya. Emangnya siapa, sih? Orangnya saya kenal? Kok saya jadi penasaran, ya?"
"Kenal, Ai. Kamu kenal banget. Coba aja orangnya peka, saya jadi nggak perlu ribet."
"Bapak, kok, suka sama cewek nggak mau ribet? Namanya juga naksir, bapak harus terima dong konsekuensinya. Lagian, nih, kalau bapak emang benar-benar niat ngejar itu cewek, usaha langsung. Jangan ditahan-tahan, keburu diambil sama yang lain, gagal jadi calon istri bapak kalau begitu."
Nanti, kan, calonnya kamu, batinnya. Sebenarnya mau disuarakan, tapi mengingat pesan Mitha yang katanya "jangan menyatakan cinta terlalu awal", alhasil ucapan itu terpendam dalam hati pria yang mengaku berusia 32 tahun tapi tingkahnya saat ini mirip ABG labil baru puber.
"Ai, sekarang lagi ngapain?"
Terdengar gerutuan yang kurang jelas kata-katanya.
"Bau-baunya ada yang gak beres," monolog Irene pada udara kosong, kemudian berjalan menuju sliding door balkon kamarnya. "Bapak mabuk ya? Minum berapa banyak, nih?"
Pak Bos di seberang telepon menjawab kesal. "Mabuk apanya? Saya nanya kamu lagi ngapain, Airin…."
"Lagi mau mandi, Pak. Kenapa emangnya? To the point aja lah, Pak. Ada tugas apa gimana ini? Dari tadi ngomongnya makin aneh."
Saddam menyandarkan bahu pada headboard. "Saya mau ikut nonton konser dong, Ai."
"Konser? Oh, minggu malam? tiketnya udah nggak ada."
"Yahhh! kok, bisa habis, sih?"
"Yang minat banyak soalnya."
Bahunya merosot dan ada rasa kecewa di hati. Tapi, bukan Saddam namanya kalau menyerah begitu saja. Konser yang nantinya Irene hadiri bisa menjadi momentum yang tepat untuk Saddam mendekat. Benar, bukan? Sangat benar. Itu sebabnya sekarang di otaknya penuh oleh ide bagaimana caranya mendapatkan tiket konser.
Calo!
"Airin, cariin calo yang jual tiket. Saya bayar berapa pun. Harus ada hari ini juga."
"Ya kali, Pak? Mana dapat?!"
"Harus ada, dong. Ini perintah bos lho ya."
Ya, Airin, sekarang kamu asisten pribadi saya, tapi tahun depan kamu udah jadi ibu dari anak-anak saya
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Selfie Dulu, Pak!
HumorSebenarnya, Saddam dan Irene tidak cocok untuk dikatakan sebagai bos dan karyawan. Keduanya gemar menjahili satu sama lain. Bahkan kejahilannya bisa sampai tingkat 'hehehe' alias tidak terdeteksi lagi levelnya. Barangkali, Saddam terlalu sering mend...