Chapter 30 (Special Chapter)

108 13 74
                                    







Cicitan burung pengantar pagi terdengar dari luar penginapan. Cahaya mentari yang lembut mengintip liuk korden yang ditiup angin sunyi.

Cuaca pagi ini sangat cerah, pepohonan di halaman berubah lembab termasuk daunnya. Nohara Rin terbangun dari tidurnya, bisa dibilang tidurnya tidak seberapa nyenyak.

Hal itu dikarenakan pikirannya sedang mengawang memikirkan Ayahnya yang berada di rumah sakit. Selain itu juga, ada sebab lain, wanita berambut coklat itu menyadari bahwa dia hanya berdua saja di penginapan ini bersama Obito. Dan bodohnya, baru tadi malam dia ingat jika ia akan berdua saja disini. Tentu saja berdua. Ayahnya sedang rawat inap dan Genma yang menjaganya.

Rin berdiri depan kaca setelah mandi untuk menyisir rambutnya sebentar, Rin kemudian keluar dari kamar dan hanya suasana sepi yang didapatinya.

Apa Obito sedang tidur?

Pemikiran Rin salah setelah kakinya tepat berada di ambang dinding yang memisahkan ruang makan dengan dapur. Ia melihat tubuh tinggi itu berdiri membelakanginya, kedua tangannya sedang sibuk memegang teflon dan membolak-balik isinya.

Rin sedikit terkejut mendapati pemandangan itu. Obito nampaknya menyadari kedatangan Rin, kepalanya menoleh ke belakang. Mengabaikan tumpukan cucian yang menggunung di wastafel.

"Oh, kau sudah bangun?"

Lamunan Rin pecah ketika mendengar suara beratnya. Ia tersenyum pada sosok pria yang berdiri dengan kaos oblong dan celana pendeknya.

"Tentu saja, Obito. Apa kau sedang memasak?"

Rin berjalan menghampiri pria itu. Maniknya mengerjab saat melihat isi teflon yang sedang Obito pegang. "Telur mata sapi?"

"Aku juga memasak makanan lain," Obito menunjuk ke arah meja dimana dua menu yang lain. Tapi itu adalah menu dengan cara memasak yang simple. Ayam goreng dan nasi goreng.

"Kenapa kau repot-repot begini? Biar aku bantu ya?"

Padahal cuma memasak menu makanan simple tapi cucian di wastafel dapur sudah menggunung.

"Sudah selesai kok," Sahut Obito. Ia kemudian meletakkan telur mata sapi terakhir yang sudah matang di piring. "Ayo kita sarapan."

Obito menarik lembut tangan Rin agar duduk di meja makan. Tiga menu sederhana, tapi rasanya dijamin sangat enak. Ya, semoga saja.

Dan makanan itu ternyata seperti penampakannya. Penampakannya menggiurkan dan rasanya benar-benar enak. Manik coklat Rin seketika mengerling kagum.

"Enak sekali," Puji Rin berbinar-binar. "Aku baru tahu kalau kau ahli dalam memasak."

Entah kenapa pujian Rin membuat Obito tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Benarkah?"

"Sungguh." Rin mengatakannya lagi. Sorot matanya serius.

"Dipuji begini membuatku jadi gemas." Obito menggeser kursinya agar lebih dekat dengan wanitanya. Hingga jarak mereka berdempetan. "Mau kusuapi?"

Rona merah muncul di pipi Rin. Sementara sesendok nasi sudah siap didepan mulutnya.

Jika Ayahnya itu belum rawat inap dan masih disini, apa Obito berani bersikap seperti ini didepan Ayahnya?

"Obito, makanlah juga. Apa kau.. bekerja hari ini?"

Obito menghela napas dan raut wajahnya berubah lesuh. "Ya, aku akan ke kantor hari ini."

"Hmmm, itu sebabnya kau bangun pagi-pagi sekali." Rin menanggapi dengan tenang.

Jadi... Obito tidak dapat menemaninya ke rumah sakit hari ini?

"Rin, kata Dokter Tsunade Ayahmu itu tidak bisa menjalani pengobatan hari ini juga. Mungkin Dokter Tsunade akan memutuskannya beberapa hari lagi."

Unexpected Love •NewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang