열둘 -- Complicated

3 3 1
                                    

Seorang pria dengan jubah putih lengkap dengan kufiya di atas kepalanya kini tengah duduk sembari menopang dagu menggunakan tangan kanannya. Di hadapan pria bernama Althaf itu ada sebuah laptop dan iPad, lalu di samping kiri ada buku catatan dan pena berwarna putih bercampur biru. Beberapa dokumen juga berserakan di atas meja. Raut wajah penuh keseriusan saat melihat dokumen berisi hasil pendapatan dari usaha yang sedang ditekuninya beberapa tahun belakangan ini.

Notifikasi di layar iPad tidak mengalihkan perhatian Althaf dari laptop hitamnya. Ia terus fokus hingga akhirnya terdengar nada dering yang membuat Althaf menerima panggilan tersebut.
“Assalamualaikum. Iya, ini siapa?”

“Astaghfirullah, Althaf! Ini abi, Nak. Masa kamu lupa sama abi sendiri?!”

Jemari Althaf yang sedang mengetik langsung terhenti kala mendengar suara sang Ayah. Ia melihat layar iPad miliknya. “Maaf, Abi. Althaf tadi sibuk liat hasil pendapatan usaha. Jadinya gak tahu kalau abi yang telepon.”

Aqlan menggelengkan kepala. “Tuh, ‘kan, abi jadi hampir lupa jawab salam kamu,” gerutu pria berbaju koko merah itu.

“Haha, abi, abi. Lucu banget, deh. Ya, sudah Althaf ulangi lagi. Assalamualaikum, Abi ....”

“Waalaikumussalam, calon suaminya Afifa,” balas Aqlan sembari menggoda anak bungsunya tersebut.

Althaf menahan senyum. “Abi, ada-ada aja. Omong-omong, kenapa abi telepon? Kangen sama umi?”

“Tahu, aja. Mana umi?” Aqlan menyandarkan diri di dinding masjid lalu kembali bicara. “Abi mau bicara sebentar.”

“Tunggu sebentar, ya, Abi. Althaf panggilkan umi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban, Althaf bergegas bangkit dari kursi lalu mencari istri tercinta sang Ayah. Langkah Althaf menelisik setiap ruang ndalem pesantren namun tetap tidak menemukan ibunya, Ghina.

Althaf melangkah keluar menelisik sekitar. Kedua matanya menyipit saat melihat keberadaan seseorang. Yup! Ternyata Ghina sedang berbicara dengan seseorang.

“Umi!” panggil Althaf setelah sampai di hadapan Ghina dan seorang gadis yang tak lain santriwati.

“Assalamualaikum, anakku ganteng,” ucap Ghina bertujuan menyindir sang anak sebab lupa mengucap salam. Tak hanya itu, Ghina kemudian menggoda anaknya. “Calon suaminya Afifa. Ada apa, Nak?”

Kali ini telinga Althaf memerah kala mendengar godaan dari Ghina. Ia berdeham sebelum akhirnya berkata,

Waalaikumussalam, Umi.  Althaf mau kasih tahu kalau abi telepon. Beliau mau bicara sama umi.”

“Abi?” tanya Ghina sedikit terkejut, “abi telepon? Mana? Umi, juga mau bicara.”

Tangan Althaf memegang kedua pundak Ghina. “Sabar, Umi. Abi telepon lewat iPad punya Althaf. Itu iPad nya ada di kamar.”

“Naam. Umi, mau bicara sekarang,” ucap Ghina tak sabaran. Tatapan Ghina beralih ke arah gadis yang tadi sempat bicara dengannya. “Umi, masuk dulu, ya. Assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam, Umi,” jawab gadis itu sembari tersenyum.

Setelahnya Ghina langsung pergi begitu saja. Bahkan, Ghina sedikit berlari ketika memasuki ruang ndalem. Althaf hanya menggelengkan kepala begitu pula gadis di sampingnya.

“Gus Althaf?”

Althaf menghentikan langkah yang akan menyusul Ghina ketika mendengar suara tersebut. Tanpa menoleh Althaf membalas, “Iya?”

Gadis berhijab biru itu meremas kedua tangan, manik matanya pun tertuju pada sandal bermodel slip-on clogs, untuk sejenak ia menghirup napas lalu mengeluarkan perlahan. Bibir mungilnya terbuka mengeluarkan suara berupa pertanyaan. “... gus Althaf sudah mau menikah?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NANTIKANKU DiBATAS WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang