16. Pilih Siapa? ✔️

67 10 0
                                    

Happy Reading~


Jangan lupa tinggal bintang ⭐ untuk Saguna ya pren 🥰


Terima kasih masih setia membaca karya aku 🙏❤


••••

Dania menuruni anak tangga menggunakan sepasang kakinya dengan lincah. Penampilan gadis itu pagi ini sudah rapi dengan seragam lengkap serta tali ransel menyampir di pundak kanan. Ketika memasuki ruang makan, ia mendapati sang ibu sedang sarapan sendiri.

Pandangan Nami tampak kosong. Tangan wanita paruh baya itu hanya bergerak pelan mengacak-acak makanannya. Ia seperti tidak memiliki semangat hidup hari ini.

Dania tahu sekali apa yang melatar belakangi ibunya seperti ini. Pertengkaran dan pengakuan dari Gunawan pasti membuat Nami sangat terpukul.

"Pagi, Ma!" Dania mencoba menyapanya.

Dari dekat wajah wanita paruh baya itu terlihat sembab. Dania yakin sepanjang malam ibunya hanya menangis.

"Mama! Are you oke?" Dania yang kini telah duduk di dekat Nami menggenggam sebelah tangan sang ibu.

Nami menatap anak semata wayangnya ini. Ia mengangguk lemah, kemudian melahap potongan roti berlapis selai coklat.

Dania mengusap-usap lengan sang ibu, "Mama bisa cerita ke Dania. Jangan dipendem sendiri ya, Ma!"

Nami yang merasa Dania mengetahui semuanya, lantas menatap sang anak. Ia ingin bicara bersama Dania. Namun, Nami tidak mengerti mengapa sangat berat ketika ia ingin membuka mulut.

"Dania bereskan pakaian kamu sekarang! Kamu ikut, Papa." Gunawan yang baru datang dengan mengeret koper membuat fokus Dania beralih.

Seketika Dania bingung mengapa sang ayah sampai membawa koper dan ransel di pundaknya.

"Ikut ke mana? Apa Papa ada pekerjaan keluar kota lagi?"

Dania menoleh ke arah Nami yang hanya diam, kemudian menatap kembali ke sosok pria yang berdiri tidak jauh dari meja makan itu. Perasaan Dania makin tidak enak.

Gunawan menghembuskan napas panjang. Ia menatap Dania dengan tajam. Pria itu tampak garang sekarang.

"Nanti Papa jelaskan. Sekarang bereskan saja barang-barangmu dulu! Kita akan pergi dari rumah ini."

Bibir Dania bergetar. Ia mencoba menahan tangis. Untuk anak seusia Dania jelas ia telah mengerti ke mana jalan pembicaraan sang ayah.

Dania menggeleng cepat, "Dania nggak mau! Dania mau tetap tinggal di sini sama Mama dan Papa. Kenapa kita harus pergi dari sini?"

"Kamu jangan membuat Papa marah Dania!" mata Gunawan melotot, "tanya saya sama Mamamu yang sudah mengusir Papa!"

Dania menoleh ke Nami. Air mata mengalir di pipi sebelah kanan Dania. Ia tidak bisa lagi menutupi kesedihan itu.

"Ma, kenapa?"

Nami menyeka air mata yang juga mulai menetes. Ia mendongak dengan berani menatap mantan suaminya.

Senyum dari SagunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang