"mm.. nat",

24 5 0
                                    


   Jihan yang berada disampingku tiba tiba menahan pergelangan tanganku, "eh ra... dipanggil naufal tuh", ucapnya.

    Aku pun berhenti dan menoleh, ternyata benar, kulihat naufal tengah berjalan kearahku masih sambil melambai-lambaikan tangannya.
"araa!, woii dipanggilin dari tadi juga..",

Kunaikkan sebelah alisku, "apa?",

   "bagian kesehatan kan?, nah tolong itu luka gores di tangan nathan cepat diobati", ucap bapak wakil ketua kelasku itu lantas dengan santainya mendorongku pelan agar segera melakukan tugasku dengan cepat.

    "lah?? kenapa ara?, mm... maksudnta yang lain pada kemana?", protesku cepat. Naufal menggeleng, "bella kan lagi izin, terus si sandra tuh nggak tau juga dimana... nah, tinggal kamu.. jadi tolong ya calon bu suster", ucap sang pak waketu itu sambil berjalan pergi bodo amat.

    Aku menoleh kearah lain dimana dapat kulihat nathan yang tengah berbincang-bincang santai dengan beberapa teman sekelasku yang juga terdapat haikal diantara mereka.

     "buruan loh ra.. jadi bagian kesehatan itu nggak boleh malesan", ucap Naufal mengingatkanku dari kejauhan.

"iya iya...", jawabku cepat sedikit kesal dan segera menghampiri nathan.

      Sebenarnya bukan karena malesan, melainkan lebih tepatnya karena aku malu bila harus berhadapan dengan pemuda itu, dasar sok tahu!,
    Batinku sambil menatap syirik kearah naufal yang semakin menjauh dariku.

   Akhirnya kukumpulkan segenap keberanian dan nyaliku untuk mendekat kearah nathan, dapat kulihat darah yang masih belum berhenti mengalir dari luka gores di salah satu jari pemuda itu.
    "mm... nathan", panggilku kemudian dan berhasil dengan nada dan ekspresi senormal mungkin.

    Pemuda itu menoleh, kulanjutkan lagi ucapanku, "tanganmu luka, mm... biar kuobati", dan otakku yang sudah berpikir dengan keras ini malah hanya mampu menghasilkan kata-kata dasar seperti itu.

    "Mm?", nathan tampak menatap kearah luka di jarinya sesaat lantas menggeleng kecil, "never mind.. hanya luka kecil, aku bisa menangani dan membeli plester sendiri nanti", jawabnya kemudian dan sedikit lebih baik karena tidak sekaku kemarin saat ia berbicara kepadaku.

     "a..", aku membuka mulut, "eum.. maksud ara, itu karena ara bagian kesehatan dan naufal bisa ngomel nanti kalau nggak ngelakuin perintahnya",

    Nathan menatapku dengan wajah datarnya yang jarang berubah, "dia yang menyuruhmu?", tanyanya singkat. Aku pun mengangguk mengiyakan sedikit lebih malas.

     "hm, tak perlu", jawabnya lagi dan hendak melangkah pergi namun segera kutahan, "tunggu, bisa ara cek lukanya sebentar?", tanyaku saat berhasil menyusul dan berada di sampingnya.

   Pemuda itu pun berhenti dan hanya diam menunjukkan luka tersebut. Ku periksa luka nya, hmm... tidak terlalu lebar, tapi aku bisa tahu kalau luka itu cukup dalam dan merobek struktur kuku pemuda itu.
     Tanpa disuruh, otakku pun langsung mengatakan bahwa itu sakit (*jika terjadi padaku).

"tapi itu, sepertinya cukup dalam, tidak boleh diobati?", tanyaku kemudian.

    Nathan masih diam dan hanya menggeleng kecil lantas kembali melanjutkan langkahnya namun lagi-lagi kutahan.
"besi di pinggiran ring nya kan kotor dan berkarat, yakin bisa dibersihkan sendiri tanpa obat pensteril?",

   "no, thanks", jawab pemuda itu singkat masih bersikukuh menolakku lagi, namun tiba-tiba haikal yang berjalan melintas di dekat kami menepuk pundak nathan, "kau perlu mengobatinya di UKS", ucapnya singkat sambil menatap kearahku datar sesat lantas berjalan pergi.

You're My GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang