Britannic Adora (cerpen)

41 2 3
                                    

Sang penuntut menunggu lama dengan kesabaran yang bisa dimilikinya. Ia sudah ingin mengarahkan Uzi ditangannya padanya, kemudian menarik pelatuknya.
Apadaya, ia yang sebagai sosok yang penuh manusiawi masih rela menerima ringisan dan permohonan untuk tidak menghabisi korbannya.
Kali ini si jaksa mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, memohon dengan tatapan mata pasrah dan ketakutan.
Si jaksa memberanikan diri melihat Uzi ditangan sang penuntut dan tatapan tanpa belas kasihan milik sang penuntut.
Tapi ia segera membuang pandangannya begitu suara dari Uzi itu berdenting. Si jaksa memejamkan mata, terus menyebut untaian doa dalam hati begitu koordinat ujung senjata tepat didepannya.

Si jaksa hanya melihat dinginnya sang penuntut, tapi tak melihat keraguan hati sang penuntut saat kematiannya menjadi jelas.

***

Gill tidak ikut melarutkan dirinya dalam pesta semalam suntuk itu. Ia cukup puas berdiri disudut ruangan dengan dirinya yang hampir tidak bicara sama sekali.
Gill meringis pada botol-botol minuman keras, setumpuk kerat kopi kalengan, lusinan tumpukan kartu, pistol magnum yang berjejer dan rokok.
Gill tak pernah suka semua itu.
Ia merasa cukup dengan kehidupannya; menata rambut hitamnya serapi mungkin, tidak berpenampilan mencolok, menjalani hidupnya bersama sindikat dan hilang dalam kesunyian sehari-hari.
Pesta dan sosialisasi tak pernah membuatnya tertarik. Tak ada yang tahu pasti kehidupannya, tak ada seorang teman yang mengunjunginya dan Gill ada dalam kehidupan seperti itu.
Winding menyodorkan botol bir padanya dari tempat ia duduk menikmati pestanya. "Ayolah, nikmati pestanya Raymond!" bujuknya pada Gill.
Gill berusaha tetap bersikap ramah. Ia menggeleng dengan seulas senyum menolak. "Tidak."
Gill merasakan dorongan paksa seseorang dan mendudukkan dirinya dengan paksa, bergabung dengan kawanan pesta pora Winding.
"Tidak perlu menjadi pendiam dan berpura-pura baik seperti itu." ucap Winding melantur setengah mabuk.
"Minum ini."
Gill kembali nelangsa, menjauhkan wajahnya dari sloki bir Winding. "Aku tidak minum."
"Inikah Gill Raymond yang Anda bicarakan sebagai pria muda pendiam yang baik hati, Tuan Ilson?" tanya seorang yang duduk disebelah Gill.
Winding mengangguk bangga, dengan setengah mabuk menepuk-nepuk bahu Gill.
Gill berusaha mengenyahkan tangan bosnya itu pelan. Ia mulai tidak nyaman dengan pesta itu dan berniat pulang. Sementara orang-orang sibuk bercengkrama tanpa sadar bir mulai memabukkan mereka, Gill hanya membuang muka dengan tatapan datar, menjadi sangat pendiam dan satu-satunya yang tidak menikmati pesta.
"Hei, kau itu pendiam dan dingin sekali..." sindir seorang teman Winding.
Gill tak menanggapi ocehan itu.
Gill bergegas mengambil mantel hitamnya.
Ia ingin segera pergi dari kesesakan yang tak disukainya dan pulang ke rumahnya lalu merebahkan diri dikasur dan tidur.
"Sudah kubereskan jaksa itu. Sampai jumpa." bisik Gill pada Winding yang makin mabuk.
Winding memperingatkan sebelum Gill pergi. "Itu belum cukup. Datanglah ke perserikatan besok. Bersiaplah, Gill."
Setelah itu, ia kembali menikmati pestanya.

***

"Kau datang selarut ini, Gill?"
Gill mengistirahatkan dirinya sejenak. Duduk tegang di sofa dengan tanpa mengatakan apa-apa sejak datang ke rumah Kiri.
Gadis itu sudah sangat mengenal Gill. Gill yang pendiam, dingin, dan sangat berhati-hati namun hatinya sangat lembut.
Kiri meletakkan secangkir teh untuk Gill, mempersilakannya minum dan menunggu sampai Gill akan bercerita terang-terangan padanya.
"Malam ini Tuan Winding mengadakan pesta. Ia mengundangku." katanya menyesap teh panasnya. "Jelas sekali."
"Pasti sesuatu meresahkanmu."
"Tepat." Gill menarik napas gelisah.
"Sindikat betul-betul ingin melenyapkanku. Ia tahu aku tak suka alkohol. Ia membuktikan rasa bencinya dengan mengundangku. Sebelumnya ini tak pernah terjadi. Untuk pertama kalinya ia memanggilku Gill."
Kiri memahami rasa gelisah Gill sekarang.
Banyak hal yang tak dapat membuat Gill khawatir sampai-sampai tidak tidur untuk memikirkannya. Tapi ada hal yang membuat Gill merasa resah sampai-sampai Gill sendiri harus mengakui bahwa ia merasa takut. Meskipun dirinya yang tenang dan tak berekspresi tak menutup kemungkinan bahwa ia punya ketakutannya tersendiri.
Kiri merasa patut untuk bersimpati pada Gill dan menghiburnya. Lelaki yang disukainya itu menatap ubin rumahnya dengan sayu, berkali-kali menarik napas gelisah dan memainkan jari-jarinya.
"Gill." Kiri beringsut didekat Gill. "Kau harus menghadapinya. Jangan melarikan diri." hiburnya menyeka keringat diwajah Gill. "Kalau menghindar dari masalah dan bertekuk pasrah, itu bukan Gill Raymond yang kukenal."
Kiri tersenyum melihat Gill mengangkat kepalanya.
Gill menatap kedua mata tulus Kiri yang menyemangatinya.
"Terima kasih." ucap Gill membalas senyuman Kiri.
Kiri selalu menyukai senyuman Gill. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya.
Kiri berpikir betapa Gill menyia-nyiakan senyuman miliknya itu dan hanya membaginya untuknya.
Gill hanyalah orang yang kehilangan sosialisasinya, dan Kiri berniat untuk mengembalikannya.
Kiri menggenggam tangan Gill erat "Kau tidak sendirian. Apapun yang terjadi, aku akan selalu dipihakmu."
Gill terenyak. Ia menjatuhkan kepalanya dibahu Kiri, tepat seperti orang yang kehilangan sandaran hidup dan berpangku pada pertolongan yang datang.
Sejak berpacaran dengan Kiri, Gill merasa hidupnya lebih damai. Kiri satu-satunya orang yang ia ceritakan mengenai kehidupannya juga sindikat Winding.
Berkat Kiri-lah Gill merasa dirinya sebagai manusia.

"Terima kasih, Britannic." gumamnya dikeheningan malam.

***

Pagi itu Gill kembali datang ke perserikatan untuk memenuhi permintaan Winding.
Tak ada yang berubah dari gedung dan ruangan-ruangannya semenjak ia bergabung dengan sindikat. Baru saja akan membelok untuk menemui Winding, sang pendiri sindikat itu sudah menghampirinya.
"Kau datang, Gill."

Gill tahu sapaan itu bukan pertanda baik. Sembari bersiaga untuk dirinya sendiri, ia menjawab. "Apa maumu?"
Bunyi berdecit dari sepatu Winding memenuhi lantai marmer dengan suara bising ketika ia berjalan.
Winding berputar sedikit, dengan pose berpikir tampak menimbang-nimbang.
Akhirnya ia berkata. "Pergilah dari sindikat."
"Apa?" pekik Gill. "Kau bergerak berdasarkan hukum sindikat. Termasuk aturan didalamnya yang menyinggung pengkhianatan dan hukuman mati. Meninggalkan sindikat berarti ia harus dilenyapkan, tak terkecuali apapun."
Winding menatap Gill dengan sinis. "Pergilah dari sindikat. Sudah jelaskah untukmu?"
Dengan tangan yang dikepalkannya erat menahan amarah, Gill menatap Winding tajam. "Kelakar yang memuakkan. Kau meletakkanku pada situasi yang membunuhku." tukasnya geram. "Kau menginginkan aku mati."
Gill semakin yakin melihat dagu Winding yang terangkat dan senyum penuh artinya.
"Sindikat tak membutuhkanmu lagi. Kuakui, kau terlalu hebat sebagai anggotaku. Harusnya kau sudah lenyap bersama dengan si jaksa tempo hari."
"Kau memberikanku berbagai misi tunggal berbahaya dengan tujuan membunuhku. Dengan begitu kematianku terdengar alamiah dan kau punya alibi sangat baik untuk menyamarkan kejahatanmu." balas Gill.
Winding mengumpulkan kesabarannya sebelum ia memakai cara kasar untuk mengusir Gill.
"Laksanakan misimu, Raymond." tukasnya mulai tak sabar.
"Cukup." tegas Gill. "Aku sudah muak jadi boneka usangmu."
"Oh... begitu rupanya." tawa tergelak Winding pecah.
Dengan segala kuasanya, ia tersenyum penuh kemenangan. "Kupikir kau akan melaksanakannya. Untuk Britannic Adora."
"Dia tak ada hubungannya dengan semua ini!" bentak Gill murka begitu mendengar nama Britannic Adora.
"Ternyata kau bisa marah juga, Tuan Pendiam. Terutama soal tamu undangan kami, Kiri, alias Britannic Adora. Hukum sindikat berlaku padanya karena mengetahui tentang sindikat."
Serta-merta, sebuah Uzi ditodongkan dihadapan Winding.
"Tutup mulutmu. Dan berhentilah bermain-main dibelakangku." ancam Gill benar-benar marah.
Winding menyadari sosok anak buahnya itu bisa jadi sangat mengerikan jika emosinya terpancing.
Winding tak kalah mengeluarkan senjatanya, mengarahkannya pada Gill. Kedua pria itu saling berdiri dalam jarak sepuluh meter dengan sorotan mata mengancam satu sama lain.

Mata Gill menangkap lorong dibelakang Winding.
Ia berencana untuk menghindari pertarungan yang tidak perlu, kemudian menyelamatkan Kiri.
Gill melancarkan serentetan tembakan didekat kaki Winding, sementara dirinya melesat cepat mengejar kesempatannya untuk mengincar lorong itu. Winding membaca jelas semua jalan pikiran Gill dan memutuskan tidak memperhebat pertarungan, justru menelepon dari smartphonenya.
Gill menemukan Kiri yang duduk diam membeku ditengah-tengah ruangan batu. Kiri yang lemah lembut hanya jadi sandera yang memilukan ketika ia kalah membela dirinya.
"Gill." ucap Kiri lega mendapati Gill berhasil menemuinya.
Segera Gill menarik Kiri berdiri, kemudian membawanya lari ketika Winding dan gerombolannya menantikan mereka.
"Kau pergi tergesa-gesa, Raymond. Bersediakah kau luangkan waktu sejenak?"
"Aku sibuk."
"Kalau begitu, kupikir kau harus mempertimbangkannya kembali selagi aku punya kesabaran." ketus Winding mengacungkan pistolnya kearah mereka berdua.

Gill menahan Kiri untuk tetap berada dalam lindungannya. "Dengar, saat kubilang tiga lakukan apa yang kulakukan."
Kiri memang tak mengerti tindakan apa yang akan dilakukan Gill dan ia setengah tak percaya Gill menjatuhkan senjatanya lalu mengangkat kedua tangan tanda menyerah.

>>>*<<<<

Britannic AdoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang