"Tetaplah di sini, kau adalah orang yang penting. Kau tak bisa pergi begitu saja."
Jalan Ratchaphruek No. 38
Pukul 23.00
Dunia malam memang menyenangkan. Dikelilingi wanita - wanita muda dengan badan seksi, alkohol, dan musik keras di telinga, siapa yang tidak tergiur. Penikmat dunia malam mengaku mereka sangat menyukai saat itu, dan kebanyakan tidak mau pergi. Bahkan tak sedikit orang yang berusaha mendapatkan uang hanya untuk menikmatinya. Dan ternyata bukan cuma bekerja saja —yang memang sudah pasti ada uang— yang minat dunia malam. Ada juga penganggur banyak hutang, istri pejabat, dan tak jarang, pelajar.
Prom Theepakorn Kwanboon, remaja sembilan belas tahun baru saja keluar dari Happiness Bar & Bistro, melajukan mobilnya di Jalan Ratchaphruek menuju jalan tol Si-Rat, dalam keadaan mabuk. Ia tidak sendiri. Di sebelahnya, Mark Pakin Kunaanuvit, dua puluh tiga tahun sama mabuknya dengan Prom, badannya bersandar setengah tertidur. Di kabin belakang, Satang dan Winny, sesama remaja tujuh belas tahun, teler dengan mulut terus-terusan bicara tak jelas. Mereka baru saja pulang dari acara perayaan kelulusan Prom dari sekolah menengah. Laki-laki itu memang berniat untuk mentraktir tiga temannya dengan beberapa botol bir dan babi panggang. Sekarang ia sedang berusaha tetap sadar saat berkendara, menyalakan musik keras berharap itu akan membantunya terjaga. Setidaknya setelah satu menit melaju di jalan tol Si-Rat, matanya melebar menangkap bayangan beberapa mobil seratus lima puluh meter di depan, berbaris tepat sebelum pertigaan menuju Jalan Chaiyaphruek, rumah Prom. Walau sedikit buram, setidaknya ia bisa melihat ada kurang lebih tiga orang berseragam hitam dengan satu mobil hitam putih terparkir. Tidak, mobil itu tidak hitam putih. Itu merah anggur dan putih. Mobil polisi.
Prom mendadak berhenti. Semua orang di dalam mobilnya terbangun. Satang dan Winny mengamuk.
"OII! KAU BISA NYETIR TIDAK, SIH!?," bentak Winny. "AKU NYARIS TERBENTUR!!,"
"Ada apa sih, Prom!?," tanya Mark.
"Lihat ke depan, sialan! Ada razia!,"
"HAH!?,"
Mark, Satang, dan Winny, semua melongok ke depan. Wajah mereka panik tak percaya.
"Kalian bawa KTP? Seorang pun? Aku lupa bawa SIM.," tanya Prom merogohi kantong dan dasbor. "Juga tak ada KTP."
"YA TIDAK LAH. AKU BAHKAN BELUM MEMBUATNYA.," jawab Winny.
"P'Mark?,"
Mark memukul dasbor. "Mana kutau kalau bakal ada razia. Aku tidak bawa dompet.," jelasnya.
"Waduh, bagaimana ini!?," tanya Satang panik. "Kalau aku tertangkap, aku tak bisa ikut ujian. Kalau aku tidak naik kelas, bagaimana?,"
"OI SAT!," maki Winny. "KENAPA KAU TIDAK BAWA SIM!? JADI SIAL KITA!!"
"YA AKU TIDAK TAU KALAU HARI INI ADA RAZIA! RUMAHKU DI DEKAT SINI, YA NGAPAIN KUBAWA!?,"
"STOP! BUKAN WAKTUNYA UNTUK BERTENGKAR!," Mark melerai. "Aku juga tak mau ditangkap dengan keadaan begini. Bosku akan kena masalah. Bisa - bisa aku dipecat.,"
Diam sejenak.
"Lalu, kita harus bagaimana?," tanya Satang. Semua mata memandang ke arah Mark. Berharap ada solusi yang terselip di otaknya. Pun sebenarnya Mark tidak tahu harus apa. Ia belum pernah berada dalam keadaan seperti ini. Pikirannya campur aduk, ia mabuk di dalam mobil bersama anak-anak di bawah umur, tidak bawa SIM, ataupun tanda pengenal. Ia tak punya siapapun kecuali bosnya. Kalau masuk penjara dia pasti dipecat, bukannya ditebus.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ME TIGHT a joongdunk alternative universe
FanficDunk tidak pernah berniat kembali ke Bangkok setelah ia tinggal dengan nyaman di Cambridge. Ia punya flat yang sudah lunas, pekerjaan yang menyenangkan, aman, tenteram, dan teman baik yang akrab. Namun pada pukul tiga pagi di hari Jum'at, keputusan...