9. Kedatangan Tania

28 6 11
                                    

"Jangan masukin cabenya, ege. Gue enggak suka pedes!" Suara peringatan dari Henry terdengar jelas di dapur karena sekarang hanya ada dirinya dan Kayla yang sedang memasak.

Sebenarnya, sih, Kayla tadi berniat membeli seblak, tetapi karena ia mendapati Henry yang sedang memasak mie instan sendirian, jadi Kayla juga memutuskan untuk masak mie instan—agar hemat uang juga.

Namun, bukan Kayla namanya kalau tak makan pedas. Jadi, ia memasukan lima buah cabai ke dalam mie instannya. Kayla memutar bola matanya malas. "Yaelah, ini kan kecil, jadi enggak pedes," ungkap Kayla, berbohong.

"Lagian, masa cowok enggak bisa makan pedes." Kayla menambahkan.

Henry berdecak kesal. "Udah ah, gue bikin sendiri lagi. Nyesel gue minta bantuan sama lo." Mendengar itu, Kayla terkikik. Bagus, itu memang rencananya, masak sendiri dan makan sendiri. Sejak tau bahwa Henry tak bisa makan pedas di warung ayam geprek beberapa hari lalu, Kayla jadi punya rencana sendiri untuk makan mie instan ini sendiri—egois memang.

Rencananya, tadi mereka ingin masak bersama dan makan bersama—satu mangkuk.

"Eh, eh, lo tunggu sini. Tungguin ampe punya gue matang, kita nge-mie bareng," ujar Henry lantas menyengir. Namun, Kayla hanya mendengkus.

"Iya, cepet." Kayla duduk dan mengaduk-aduk mie-nya. "Entar mie gue ngembang."

"Iya, Kaylaa."

"Wah, kalian masak apa?" Kayla mematap sumber suara di depan pintu—Aruni—dengan beberapa bungkusan di tangannya. Aruni berjalan menuju ke meja makan dan memandangi semangkuk mie instan di depan wajah Kayla. "Oh, mie instan. Kirain apaan."

Kayla mendongak pada Aruni. "Runi mau juga?" tanya Kayla, tetapi dijawab oleh gelengan dari Aruni.

"Enggak suka mie instan, Kak," jawabnya kemudian meletakkan bungkusan yang ia bawa di atas meja makan. "Tadi aku ketemu Papa di minimarket, Papa bawa ini buat aku, buat kalian juga." Aruni mengambil piring dan membuka bungkusan itu. Menyodorkan ke depan Kayla.

"Steak? Demi apa lo, Run?" Mata Kayla terbelalak, menatap Kayla tak percaya. Henry yang sedang menunggu mie lembut, langsung berbalik memandangi meja makan.

"Ada pizza juga, bentar." Aruni mengambil dua kotak pizza dan meletakkan di atas meja makan. "Bang Farhan sama Bang Barra mana, ya?"

"Lo belum tau, Kay? Orkay si Runi."

Penuturan Henry membuat Kayla angguk-angguk kepala, matanya masih tak lepas dari Aruni yang kini sudah duduk, meletakkan kedua tangannya di atas meja makan, seakan menunggu sesuatu.

"Makan enak dong kita," ujar Henry lantas tersenyum. "Run, kayaknya lo harus sering-sering ketemu bokap lo, deh. Biar kita makan enak terus," imbuh Henry sementara Kayla mendorongnya pelan.

Aruni terkekeh pelan. Matanya beralih ke depan pintu. Di sana ada Farhan yang baru pulang kerja bersama seorang wanita di sampingnya.

"Malam semua, lagi kumpul-kumpul, ya?" Farhan masuk ke dalam bersama wanita tesebut di sampingnya. Mereka berdua langsung menuju ke dapur.

"Wih, siapa yang beli pizza sama steak?" tanya Farhan. "Oh iya, Henry, Run, kenalin ini ... uhm ... pacar abang." Wanita yang diperkenalkan sebagai pacar Farhan itu tersenyum.

"Wah, pacarnya Bang Farhan. Cantik. Aku Aruni, Kak." Aruni mengulurkan tangan dan disambut oleh wanita berambut sebahu dan masih berpakaian formal tersebut.

"Tania." Begitu Tania memperkenalkan diri, juga kepada Henry. "Bagus, deh, ada tambahan penghuni cewek lagi," tambah Tania lagi sebelum tersenyum dan melirik ke Kayla yang mengaduk-aduk mie instannya dengan tak semangat.

Huru-hara Satu AtapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang