Ketika hidup tak lagi sama. Ketika cinta menoreh luka. Ketika takdir berkata berbeda. Yang kubisa hanya menerima. Hidup selalu berjalan walau tanpa dirimu. Denganku yang mencoba melupakan bayangmu. Walau sakit hati ini terasa Namun aku akan tetap mencoba.
Rena menutup buku hariannya. Pandangannya menerawang menembus rintik hujan di luar sana. Banyak orang bilang bahwa Tuhan tidak pernah memberikan cobaan diluar batas kemampuan manusia. Ia percaya akan hal itu. Namun, perlahan kepercayaan itu memudar. Rena merasa ia sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Titik terendah yang membuatnya ingin menyerah terhadap kerasnya hidup.
Namun, senyuman Bunda selalu dapat menguatkannya kembali. Senyuman lembut namun rapuh itu membuat semangat hidupnya bangkit lagi. Karna ia tidak ingin Bunda hidup sendirian.
"Re, obatnya jangan lupa diminum. Kamu udah makan kan?"
Suara Bunda membuatnya kembali ke dunia nyata. Rena membalikan badan melihat Bunda sedang berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Iya Bunda, udah Rena minum obatnya." Jawab Rena yang dibalas dengan acungan jempol Bunda.
Rena mendesah lelah. Kanker otak yang ia derita membuatnya harus rela menenggak berbagai macam obat itu. Kemoterapi baginya juga tidak memberikan kemajuan yang signifikan. Ia pernah meminta pada Bunda untuk menghentikan segala pengobatan untuk penyembuhan kankernya. Karena menurutnya semua itu tidak penting. Toh akhirnya ia juga akan meninggalkan dunia ini. Namun, Bunda menolak dengan alasan, kita masih mempunyai harapan. Sekecil apapun harapan itu pasti bisa terwujud. Dan Rena hanya bisa mengangguk pasrah menuruti perkataan Bunda.
Rena beranjak menuju tempat tidur. Menatap kosong langit-langit kamarnya, membiarkan pikirannya secara perlahan melayang pada kejadian bulan lalu.
"Aku harus pergi Re."
Ucapan Rico yang sedang duduk disampingnya sukses membuat Rena terpekik kaget.
"Pergi kemana? Berapa lama?" Tanya Rena sambil menatap Rico.
"Aku ke Inggris. Nerusin kuliah disana. Mungkin 3 tahunan, atau bisa lebih." Jawab Rico sambil menunduk.
Sesuatu dalam dada Rena seperti tersayat. Rasanya sakit. Baru beberapa hari yang lalu Dokter mengatakan ia terkena kanker otak stadium 2. Dan sekarang, Rico orang yang paling ia sayangi akan meninggalkannya. Namun, Rena tidak mungkin memberitahu Rico tentang penyakit yang sedang ia derita, karna itu hanya akan membuat Rico gagal meraih cita cita.
"Kamu berangkat kapan?"
"Nanti malam aku udah harus berangkat. Maaf ngasih taunya mendadak. Aku... Ga pengen lihat kamu sedih. Re, janji ya sama aku, kamu bakal nungguin aku balik dari Inggris?" Tanyanya sambil menggenggam tangan Rena.
"Iya, aku janji bakal nunggu kamu." Kalo Tuhan ngasih kesempatan. Tambah Rena dalam hati.
Rena mengusap air mata yang tak terasa sudah mengalir di pipinya. Padahal itu sudah terjadi bulan lalu. Namun sakitnya masih sangat terasa. Setelah kepergian Rico, ia oleng. Rico adalah setengah dari jiwa Rena. Dan ketika ia pergi, Rena seperti kehilangan setengah jiwanya yang lain.
Perlahan namun pasti Rena mulai berdiri tegak kembali. Tidak, ia tidak melupakn Rico. Rico tetap ada di hatinya. Namun, waktu mengajarkannya untuk menjadi manusia yang lebih mandiri.
Hari ini Rena kembali lagi ke rumah sakit. Menjalani rutinitasnya setelah ia divonis terkena kanker. Apabila rutinitas anak remaja normal adalah kuliah dan hang out, namun Rena berbeda. Rutinitasnya hanyalah membaca buku di rumah dan kemo terapi. Semenjak mengetahui Rena mempunyai kanker yang parah, Bunda melarang Rena keluar rumah. Entah kenapa.
"Pagi Rena. Apa kabar?" Tanya Dokter Fabi ramah yang hanya dibalas senyuman oleh Rena. Dan setelah itu... Detik detik penyiksaan pun dimulai.
---------------------------
"Bun, aku ga mau kemo lagi." Ucap Rena saat sedang menonton Tv bersama Bunda.
"Kenapa Ren? Jangan mulai lagi deh."
Rena mendesah kesal. "Bunda dengerkan apa yang Dokter Fabi bilang? Kankerku makin parah Bun! Kecil kemungkinannya kalo aku bisa sembuh! Dari pada Bunda buang buang duit untuk hal yang udah jelas sia sia ini, mending uangnya Bunda tabung." Ucapnya kesal.
"Rena, kamu nyerah? Kalo Bunda sih belum nyerah. Rena inget Bunda pernah bilang apa? Sekecil apa pun kemungkinan itu, sekecil apa pun harapan itu pasti bisa terwujud." Ujar Bunda sambil duduk disebelah Rena.
Seketika emosi Rena memuncak mendengarnya. "Gampang Bunda ngomong kayak gitu! Bunda ga ngerasain jadi Rena. Rena capek Bun setiap hari harus minum obat obatan yang ga berpengaruh sama sekali buat kanker Rena." Perlahan air mata mulai membasahi pipinya.
"Rena harus kuat nak." Ujar Bunda sambil memeluk Rena.
"RENA CAPE BUNDA. RENA CAPE HARUS MINUM OBAT, KEMO, MAKAN MAKANAN YANG GA ADA RASANYA ITU. HASILNYA APA BUNDA? GA ADA! KANKER RENA MALAH MAKIN PARAH! RENA UDAH GA KUAT BUNDAA. TOLONG BUNDA NGERTIIN RENA." Teriaknya sambil terisak di pelukan Bunda.
"Kita lihat nanti aja ya Ren." Jawab Bunda lalu ia mencium kening Rena dan beranjak pergi.
Rena menangis dalam diam. Ia benar benar sudah tidak kuat. Namun disisi lain ia tidak mau meninggalkan Bunda sendiri. Aku lelah. Kenapa Tuhan memberiku cobaan yang sangat berat ini? Apakah begitu besar dosaku sampai Tuhan memberiku coban ini? Batin Rena sedih.
---------------------------
Tadi malam Rena bermimpi. Mimpi yang sangat aneh. Dalam mimpinya, ia berada di sebuah taman yang sangat indah. Penuh dengan kupu-kupu dan berbagai macam bunga. Lalu saat ia sedang berjalan menelusuri taman itu, ia melihat Ayahnya sedang duduk dibangku taman. Ayahnya terlihat sangat sehat, sangat berbeda dengan 5 tahun lalu saat ia menderita kanker. Rena menghampirinya dan memeluknya.
"Rena kangen Ayah." Ucapnya dipelukan Ayah.
"Sebentar lagi kamu akan bersama dengan Ayah Re." Jawab sang Ayah. Rena mengernyit bingung. Namun, sebelum ia bertanya apa maksud Ayah, Ayahnya sudah menghilang.
---------------------------
Pagi ini, Rena sedang menyiram tanaman bersama Bunda. Bunda tidak membahas kejadian malam itu. Dan Rena membiarkannya. Namun tiba tiba rasa sakit yang sangat menyerang. Dalam hitungan detik, kegelapan menelan seluruh kesadaran Rena.
Bunda panik begitu melihat Rena jatuh pingsan, dengan segera ia memanggil satpam rumahnya dan memintanya mengantarkan ke rumah sakit.
---------------------------
Rena mengerjapkan mata perlahan. Namun, seketika ia mengerang kesakitan. Kepalanya sangat sakit. Samar samar ia dapat mendengar Bunda menangis dan membisikkanku sesuatu.
"Bunda ikhlas nak. Kalo Rena ga kuat, Rena boleh lepasin. Bunda ikhlas." Bisik bunda dikuping Rena.
"Makasih Bunda. Rena mau ketemu Ayah dulu ya Bun. Tadi malem Ayah udah nemuin Rena dalam mimpi. Rena sayang Bunda." Bisiknya pelan. Setelah itu, bunyi monoton dari monitor penunjuk detak jantung menggema diseluruh ruangan. Membuat Bunda terisak hebat karna kembali kehilangan orang yang ia cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
FF[1] - June
RandomKumpulan Flash Fiction yang ditulis oleh beberapa member Sahabat Pena. Dengan tema yang berbeda dan masing-masing keunikannya. Selamat Membaca^^ Juni. @raezhyla - @insanaya - @arloji - @SaberAsh - @TalentaSaritha - @Hyderia - @luminous-rare - @ir...