Marisa baru saja pindah ke Jakarta. Saat ini ia berada di halte Trans Jakarta. Menunggu bis yang akan membawanya menuju sekolah barunya.
"SMA Garuda!"
Marisa beranjak dari duduknya dan berjalan masuk menuju Bis Trans Jakarta. Masih banyak kursi kosong di dalamnya. Marisa memilih duduk di bagian depan, lumayan dekat dengan supir bis.
Saat ia sibuk melihat-lihat seisi bis, matanya terpaku pada si supir yang terlihat masih sangat muda. Itu terlihat jelas dari wajah imutnya. Kulitnya kecokelatan, rambutnya dipotong dengan model kekinian. Marisa tidak bohong kalau supir Trans Jakarta iu tampan.
Tiga menit kemudian bis berjalan. Marisa masih memperhatikan supir bis itu. Matanya menangkap botol air minum dan kotak nasi berwarna biru yang terletak di samping si supir. Terdapat kertas bertuliskan 'Danar' pada bagian samping kotak nasi dan botol air minum itu.
"Mbak?"
Karena terlalu lama memperhatikan si supir, Marisa tidak sadar kalau si penjaga pintu Trans Jakarta sudah dari tadi memanggilnya.
"Mbak?"
"Eh? Ada apa?" Tanya Marisa saat ia tersadar.
"Ini tiketnya," si penjaga pintu memberikan sebuah kertas berwarna hijau ke arah Marisa.
"Lima ribu lima ratus," kata si penjaga pintu dengan jutek.
Marisa mencibir si petugas perempuan itu, tentu saja si petugas tidak mengetahuinya. Maris mengeluarkan uang sepuluh ribu dari dalam tasnya lalu memberikan uang itu kepada si petugas.
"Ambil aja kembaliannya," kata Marisa tak kalah juteknya saat si petugas ingin memberikan uang kembaliannya.
Bis Trans Jakarta berhenti tepat di depan halte SMA Garuda. Marisa turun dengan perasaan yang masih penasaran dengan si supir tampan itu.
"Mbak!"
Marisa yang merasa dirinya dipanggil langsung menoleh dan betapa terkejutnya ia saat melihat si supir bis tadi sedang berlari ke arahnya sambil membawa sebuah benda berwarna putih.
Itu ponselnya milik Marisa, ia sudah meninggalkannya di dalam bisa tadi.
"Mbak, ini HP nya ketinggalan," kata si supir dengan napas memburu.
Marisa tersenyum hangat sambil menerima ponselnya.
"Makasih ya."
Si supir tadi tersenyum lalu berniat kembali ke bis Trans Jakarta, tapi kemudian Marisa memanggilnya lagi.
"Eh, tunggu!"
Si supir memutar tubuhnya, menghadap Marisa.
"Nama lo siapa?" Tanya Marisa.
"Nama saya Danar. Saya permisi dulu, masih harus mengantar penumpang lainnya," kata laki-laki bernama Danar itu. Kini ia benar-benar meninggalkan Marisa yang tersenyum sendiri.
"Apa ini yang namanya cinta pada pandangan pertama?" kata Marisa tanpa sadar.
Sedetik kemudian ia tersadar akan kalimat yang baru diucapkannya.
"Gue ngomong apaan sih," Marisa melangkahkan kakinya memasuki SMA Garuda.
***
Ke esokan harinya, ia kembali naik bis Trans Jakarta yang di supiri oleh Danar. Marisa sengaja memilih tempat duduk paling depan. Agar bisa berdekatan dengan Danar.
"Eh? Mbak yang kemarin, kan?" Tanya Danar saat menoleh ke belakang. Tak sengaja penglihatannya menangkap Marisa yang kembali duduk di tempat yang sama dengan kemarin.
"Iya. Namaku Marisa," kata Marisa.
"Kayaknya saya bakalan dapat penumpang tetap nih," kata Danar sambil menjalankan bisnya. Marisa hanya tersenyum geli mendengarnya. Sepanjang perjalanan dihabiskan Marisa mengobrol dengan Danar. Entah sejak kapan Marisa yang dingin dan cuek jadi cepat akrab dengan orang yang baru di kenalnya.
Baik Marisa maupun Danar tidak menyadari ada sepasang mata yang menatap mereka dengan tajam.
Semakin hari, Danar dan Marisa semakin akrab. Mereka bahkan bertukar nomor ponsel. Suatu hari, Marisa bertanya perihal botol air minum dan kotak nasi yang selalu di bawa Danar.
"Itu punya lo?" Tanya Marisa sambil menunjuk botol air minum dan kotak nasi yang ada di dekat Danar.
"Iya. Itu dari Ibu. Beliau sangat rajin membawakan saya makanan yang dimasaknya."
Marisa hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
***
Sudah tiga hari ini Marisa tidak melihat Danar. Setiap hari bukan Danar yang menyupir bis Trans Jakarta yang biasa dinaiki Marisa, tapi seorang lelaki paruh baya dengan kumis lumayan tebal. Ia sendiri menyesal tidak pernah bertanya alamat rumah Danar.
"Gue kenapa sih? Masa iya gue jatuh cinta sama supir Trans Jakarta?" kata Marisa saat ia sedang memainkan piano yang ada di kamarnya.
Ting
Ponsel Marisa berbunyi. Terdapat nama Danar di sana. Dengan cepat Marisa langsung membuka pesan itu.
Danar
Bisa ketemuan di warung dekat halte SMA Garuda?
Begitu isi pesannya. Tanpa pikir panjang lagi Marisa langsung menuju tempat yang dimaksud.
Sampai di warung dekat halte, Marisa tidak menemukan Danar. Yang ada malah Yeni, si perempuan penjaga pintu bis Trans Jakarta yang biasa ditumpanginya.
"Gue yang sms lo pakai nomor Danar."
Marisa terkejut. Saat ingin bertanya, Yeni sudah berbicara duluan. "Ibunya Danar meninggal. Danar gak lagi kerja jadi supir Trans Jakarta. Dia kerja jadi kasir di toko dekat rumahnya. Alasannya karena dia harus cepat pulang untuk ngurus adiknya yang masih kecil. Karena setelah ibunya meninggal gak ada lagi yang jagain adik-adiknya. Dia pindah rumah, karena gak bisa membayar uang sewa rumah lamanya. Dia ngejual HP nya ke gue, beserta nomornya. Gue bilang ini ke lo, karena gue liat lo selalu mengharapkan kehadiran dia tiap harinya, dan juga lo dekat banget sama dia. Gue rasa gak adil kalau lo gak tau apa-apa tentang teman dekat lo ini. Jujur gue sakit hati ngeliat lo dekat sama Danar. Gue suka sama dia, kita udah temanan sejak kecil. Awalnya gue benci bangen ngeliat lo sama Danar dekat banget. Tapi gue menyadari satu hal..." Yeni berhenti sejenak untuk menghirup napas lalu menghembuskannya.
"Dia suka sama lo."
***
5 tahun kemudian...
Dulu Danar mempunyai cita-cita agar bisa kembali berkuliah dan bekerja sebagai dokter anak. Danar sangat menyukai anak-anak. Itu yang mejadi alasannya ingin menjadi dokter anak.
Dan sekarang satu persatu impiannya terwujud. Ia berkuliah di Universitas Indonesia jurusan kedokteran. Itu semua berkat keluarga Marisa yang memberikannya beasiswa. Ia juga magang di salah satu rumah sakit milik keluarga Marisa. Adik-adiknya juga bersekolah, tentunya dengan bantuan Marisa.
Marisa melakukan ini karena satu kata. Cinta. Ya. Perempuan itu jatuh cinta dengan supir bis Trans Jakarta yang biasa mengantarnya ke sekolah. Begitu pula dengan Danar. Bahkan sekarang mereka sudah bertunangan. Kedua orang tua Marisa menyetujui hubungan Marisa. Mereka akan menikah ketika umur mereka sama-sama 24 tahun.
"Aku bahagia pernah jadi supir Trans Jakarta," kata Danar saat mereka sedang berjalan-jalan di tepi pantai.
"Kenapa?" tanya Marisa.
"Karena profesi itu yang mempertemukan kita."
TAMAT.
KAMU SEDANG MEMBACA
FF[1] - June
RandomKumpulan Flash Fiction yang ditulis oleh beberapa member Sahabat Pena. Dengan tema yang berbeda dan masing-masing keunikannya. Selamat Membaca^^ Juni. @raezhyla - @insanaya - @arloji - @SaberAsh - @TalentaSaritha - @Hyderia - @luminous-rare - @ir...