Sampai sekarang aku masih memikirkan tentang janji yang dimaksud Mas Je semalam sebelum memijit kakiku. Sebenarnya, semalam aku ingin membahasnya, namun aku ketiduran saking menikmati pijatan di badanku. Ternyata Mas Je punya bakat tersembunyi juga.
Seseorang yang baru saja aku pikirkan kini keluar dari kamar setelah aku mengangkat omelet yang sudah matang.
"Wangi banget."
Aku tidak merespons pujiannya, namun langsung memberikan Mas Je jatah makan. Yang kemudian akan selalu berkata, "Makasih, Shay."
Awalnya aku sedikit risih ketika Mas Je memanggilku seperti itu. Kenapa? Karena kalau dipanggil, 'Shay.' Nanti takut kelepasan menjawab, 'Iya, cyn?'
Tidak, dong.
Alasannya karena semua yang mengenalku akan memanggil dengan sebutan, 'Ayla', 'La', dan 'Ay'. Jarang sekali yang memanggil persis seperti Mas Je.
Tetapi setelah menanyakan kepada Mas Je mengapa dia suka memanggilku seperti itu, jawabannya sangat sederhana. "Lucu aja kalo manggil Shayla. Kalau manggil Ayla takut si Tesla tersaingi. Sama biar beda aja dari yang lain."
Untungnya, sekarang telingaku sudah lumayan kebal mendengar dia memanggilku seperti itu.
"Shay, kamu biasa minum vitamin gak?" Tanya Mas Je tiba-tiba saat kita berdua fokus makan.
Aku menggeleng karena memang jarang sekali.
"Ish, kamu nih. Udah tau banyak kegiatan di luar rumah. Harusnya minum vitamin biar tahan banting." Tapi selama ini aku cukup tahan banting. Meskipun tidak minum suplemen ataupun vitamin.
"Iya, Mas," balasku mencari aman.
"Tunggu, aku ambil vitamin punyaku."
"Iya, nanti aja. Sekarang abisin makannya dulu, Mas," cegahku saat melihat Mas Je akan pergi meninggalkan piringnya. Beruntung tak jadi, karena Mas Je mengangguk tanda dirinya setuju dengan usulanku.
Setelah selesai makan, Mas Je langsung berlari ke lantai atas. Mungkin untuk mengambil vitamin yang dimaksudnya tadi. Dan benar saja, Mas Je datang kembali ke ruang makan tanpa tangan kosong.
"Ini, kamu minum yang ini biar daya tahan tubuh kamu kuat."
"Makasih, Mas."
"Sama-sama, Shay. Sekarang mau aku anterin gak? Biar gak capek bawa mobil?" Tawar Mas Je membuat aku menatap suamiku itu.
Pada akhirnya aku berangkat kerja diantar Mas Je. Yang namanya rezeki kan gak boleh ditolak. Karena jujur saja, badanku sudah terasa tidak enak.
"Kamu hari ini lembur juga?" Mas Je membuka obrolan setelah beberapa menit kita hanya saling diam.
"Kayaknya sih gitu, Mas. Tapi nanti aku pulang naik ojol aja."
"Kenapa? Padahal nanti mau aku jemput."
Aku menoleh ke arah samping kanan, yang ternyata Mas je juga tengah menatapku. Walau sekilas, karena Mas Je harus fokus ke jalan di depan sana. "Takut kemaleman, Mas."
"Nah itu, Shay. Gara-gara itu. Perempuan gak boleh pulang malem sendirian. Biar aku jemput aja nanti." Akan sulit menolaknya jika Mas Je sudah begini.
Namun aku tak ingin kalah. "Tapi kalau malem suka dingin banget."
"Terus kenapa? Kamu lupa bawa jaket? Nanti malem aku bawain, deh. Malah lebih kedinginan naik ojol daripada naik mobil sama aku loh, Shay."
"Bukan masalah itu."
Mas Je sempat menoleh lagi sebentar ke arahku. "Terus kenapa?"
"Mas Je kan punya alergi dingin."
"Loh? Kamu tau, Shay?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Here With Me
أدب نسائيPerasaan kosong, kesepian, takut, dan ingin hilang dari Bumi adalah hal yang selalu ingin aku lupakan. Tapi nyatanya, mereka selalu kembali datang. Lagi dan lagi. Kadang kala ingin menyerah, namun aku masih waras untuk tidak mengakhiri hidup dengan...