Lukisan Terakhir Aina

1 0 0
                                    

Di balik ceria ada duka yang bersahaja, ada canda yang tak bisa tertawa, ada tangis tak mengeluarkan air mata, ada cita tanpa pencapaiannya, ada senyum tanpa pesona. Bahkan ada cerita tanpa sepatah kata.
14 Februari 2022 ~

Sepucuk surat terjatuh dari atas kotak, entah sudah berapa lama sejak aku menulisnya. Rindu rasanya akan kehadiran dia, namun sudah namanya takdir tidak ada yang bisa mengubahnya. Aku termenung sendirian di sudut kamar, sebuah kotak berwarna merah kubuka. Terlihatlah sebuah gambar dua orang gadis, keduanya nampak bahagia. Tak kurasa air mataku menetes, terbayang lagi akan sosok di balik gambar itu, ingin rasanya bertemu lagi dengannya meski hanya sepersekian detik.

Kisah dimulai ketika aku mengenal Aina, seorang gadis yang sifatnya pemalu, pendiam, baik, imut, murah senyum. Kebiasaannya ketika bosan adalah mencoret pensilnya di atas kertas kemudian terciptalah sebuah gambar indah yang membuatku takjub.
"Wah.. wah.. gambar buatanmu masih saja selalu membuatku terkesan.. kamu itu beneran manusia bukan sih?". Gumamku.
"Ahahah.. kamu berlebihan, gambar buatanku tidak seindah seniman terkenal di luar sana". Ucapnya
" Hadeh.. mulai deh merendahnya.. ". Cicitku kesal. Dia hanya terkekeh melihat tingkahku.
Aku dan Aina sudah berteman cukup lama, kami bertemu sejak kelas 10 SMA. Ahh aku lupa memperkenalkan diri ya ? Baiklah namaku adalah...
"Erina !! Pak Eka manggil kamu tuh, samperin gih entar kena omel". Ucap seorang murid.
Yap.. namaku Erina, seorang gadis yang sekarang sudah duduk di kelas 12 SMA.
"Uuh.. Pak Eka belakangan ini sering memanggilku, ada apalagi sih?". Ucapku
"Aku gak tau, buruan samperin entar aku bisa kena omel". Ujarnya
"Iya.. iyaa ini juga mau ku samperin". Sautku.
Aku kemudian pergi untuk menemui Pak Eka, wali kelas kami. Saat sampai di ruangannya aku kemudian mengetuk pintunya.
"Permisi.. bapak memanggil saya?" Ucapku.
"Ahh.. Erina!! Masuklah bapak ada perlu sama kamu". Saut Pak Eka.
Saat ku buka pintu nampaklah seorang guru muda bernama Pak Eka, ia terlihat sedang repot dengan beberapa berkas di mejanya.
"Bapak ada perlu apa ya?". Tanyaku.
"Kamu bisa bantuin bapak? Tugasmu mudah saja". Ucap Pak Eka
"Tugas apa itu pak?". Tanyaku lagi.
"Tolong tingkatkan lagi nilaimu, kenapa akhir-akhir ini nilaimu turun drastis Erina?. Bapak khawatir jika kamu tidak bisa lulus nantinya. Kamu tau kan sekarang itu sudah kelas 12". Ucapnya tegas.
Mendengar ucapan Pak Eka, aku hanya bisa terdiam. Tidak tau harus mengatakan apa. Rasanya mulutku ini terkunci rapat.
"Huff.. baiklah itu saja yang mau bapak bicarakan. Kamu bisa kembali ke kelas sekarang". Ucap pak Eka lagi.
"Baik pak.. ". Sautku pelan. Kemudian aku melangkah keluar dari ruangan pak Eka dengan hati yang kalut.
"Hahh.. aku sepertinya akan mengecewakan mama dan papa. Anak macam apa aku ini, sudah di sekolahkan baik-baik tapi hasilnya malah begini". Racau ku
Pikiranku kalut tidak bisa berpikir jernih, entah masalah apa yang sedang ku hadapi tapi memang akhir-akhir ini aku tidak bisa hidup dengan tenang. Aku kemudian masuk ke kelas, karena sebentar lagi pembelajaran berikutnya akan dimulai.
Saat di kelas, aku tidak bisa fokus belajar karena terpikirkan oleh perkataan pak Eka. Bagaimana jika nanti dia menghubungi orang tuaku?. Hahh rasanya kepalaku semakin berat.
Melihat tingkahku yang tidak biasa, Aina kemudian mendekatkan diri kepadaku untuk sekedar mengetahui apa yang sedang terjadi.
"Riin.. kamu kenapa? Daritadi ku perhatikan kamu seperti tidak fokus di kelas. Kamu punya masalah Riin? Ceritakan saja, kita kan teman". Ucap Aina
"Ahh.. bukan apa-apa. Kamu fokus belajar saja, aku baik-baik saja kok". Lirihku dengan senyum terpaksa.
Melihat reaksiku Aina semakin khawatir. Ia tau betul temannya itu, Erina yang ia kenal adalah gadis periang, energik, murah senyum, baik hati. Tapi kini dimatanya Erina seperti orang lain.
[Kringg...Kringgg... Kringgg] Tak terasa bel pulang pun berbunyi. Semua anak bergegas keluar.
Kini aku berjalan pulang dengan perasaan kacau. Apa yang harus ku katakan jika orang tuaku mendengar aku ini terancam tidak lulus.
~oOo~
Sesampainya di rumah, yang pertama terbesit di pikiranku adalah kamar. Aku ingin menenangkan diri, melepaskan semua emosi negatif yang mengurungku.
"Erina sudah pulang maa .. paa". Ujarku. Namun tak ada sautan balik dari mereka.
Aneh sekali, biasanya mama dan papa selalu berada di ruang keluarga setiap aku pulang sekolah. Hari ini rumah terasa sepi.
Tanpa mempedulikan sekitarku, aku melangkah ke kamar untuk menenangkan diri. Sesak dada ini rasanya. Apa yang sebenarnya terjadi kepadaku? Aku tidak mengerti.
Ku baringkan tubuhku di ranjang, dengan berharap bahwa semua ini hanya mimpi dan aku bisa kembali ke dunia asliku.
[Prangggg !!] Terdengar suara barang terjatuh. Aku sontak terbangun dari tidurku. Mungkin aku sudah kembali ke dunia asalku.
Setelahnya terdengar suara gaduh. Suara yang kukenali sejak lama, yaitu mama papaku. Entah sejak kapan mereka bertengkar. Aku yang selama ini mengacuhkan tingkah mereka kini mulai nampak perubahannya. Aku menjadi mudah berfikir negatif, sering termenung tanpa sebab.
Mama dan papa terus bertengkar sambil sesekali terdengar barang dibanting dengan keras. Terdengar pula suara tangis mama. Aku yang tak tega melihat mama kemudian mendekatinya.
"Maa.. mama gak apa-apa? Papa kenapa sih, kalo sekarang suka bentakin mama terus. Mama punya salah apa sama papa? Kok gak baikan?". Ucapku resah.
Mama hanya terdiam setelah itu tersenyum kearah ku. Mama kemudian menyuruh ku masuk ke kamar. Aku kemudian menurut.
Setelah kembali ke kamar aku kemudian menutup pintu dan menguncinya. Punggungku bersandar di balik pintu sembari menangis tanpa suara. Tubuhku merosot, aku memeluk kedua lututku. Batinku benar-benar sakit. Entah apa yang harus kulakukan sekarang. Pikiranku kacau, beragam masalah tercetak di otakku. Ucapan pak Eka saja sudah membuatku kalut dan sekarang bertambah lagi.
Malam ini, di balik jendela yang tertutup, aku terdiam menatap butiran hujan yang turun ke bumi seakan-akan berlomba-lomba menghancurkan diri dan menyisakan sebuah genangan sebagai kenang-kenangan.
Saat pikiran ku kacau, kebiasaanku adalah menulis diary. Semua keluh kesahku ku tuangkan dalam kata.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lukisan Terakhir Aina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang