Bab Lima

60 3 0
                                    


di karyakarsa chapter sudah banyak yaaaaa...

yuk mampir ke sana ><

...

terjemahan jawa dari google, mohon maaf jika ada kekeliruan ><

Di sebuah desa yang asri dengan luas sawah yang nampak sepanjang mata memandang. Para petani bertugas dari membajak, mencangkung, membersihkan pematang sawah hingga menanam padi, orang-orang yang bersepeda dan ada juga Ibu-ibu menggunakan becak menuju pasar. Itulah aktivitas beragam yang dilalui setiap orang.

Tidak berbeda jauh, di sebuah rumah dengan perkarangan luas di mana banyak orang tengah bekerja dari menyapu, membersihkan halaman rumah dan menjemur pakaian. Terdapat sebuah keluarga yang sedang menikmati sarapan yang terdiri dari Ayah, Ibu dan satu anak perempuan yang begitu cantik mengenakan kebaya cream dengan rambut yang ditata rapi sementara sang Ibu mengenakan kebaya hijau yang menampakkan keanggunan.

"mangan iku kudu anggun," tegur sang Ibu pada putri semata wayangnya yang nampak terburu-buru makan. "yen sampeyan mangan kaya ngono, wong lanang endi sing kepengin karo sampeyan (kalau makanmu seperti itu, laki-laki mana yang mau sama kamu)"

Sang putri yang bernama Raden Ayu Candrawati menatap Ibunya sekilas lalu pada Ayahnya yang mengangguk menyuruh sang anak untuk tidak mencari masalah dengan ratu kanjeng rumah mereka.

Ayu pelan-pelan mendesah dan mulai makan dengan pelan. Padahal perutnya sudah sangat lapar, nasi dan urap sangat menggugah seleranya.

"sore iki Mas Chandra arep marani kowe, nduk (nanti siang, Mas Chandra akan datang berkunjung menemui kamu, nduk)" ucap Ibu setelah mereka selesai makan.

"lagi ngapa neng kene Bu? (ngapain ke sini, bu?)" tanya Ayu bingung.

"Aku karo Budhe arep ketemu, ngrembug bab pengajuan lamaran (sama budhe mau ketemu kamu, bahas soal seserahan buat lamaran)"

Ayu cemberut. "Ayu ora gelem rabi karo Mas Chandra (Ayu tidak mau menikah dengan Mas Chandra)"

Ibu menyimpan cangkir tehnya dengan gerakan yang anggun namun matanya menatap tajam Ayu yang menundukkan kepala. "Suwene kowe kaya ngene iki, Yu? Aku isin Ibu lan Bapak ditakoni wong-wong bab kowe(mau sampai kapan kamu begini, Yu? malu Ibu sama Bapa ditanya orang-orang soal kamu.)" tanya Ibu masih bersabar. "Ing umur 25 sampeyan kudu duwe anak lima! isih seneng dolanan, mlayu saka omah (di usia 25 tahun ini seharusnya kamu sudah punya lima anak! ini masih senang main, kabur-kaburan dari rumah)"

Ayu yang sudah merasa kesal, berdiri dan pergi meninggalkan Ibu dan Bapaknya. Gadis cantik itu memilih berdiam diri di belakang halaman rumahnya, duduk di sebelah Mbok Iyem yang sedang menjemur beras.

"Gelut maneh karo Ibu, ta, Nduk? (bertengkar lagi sama Ibu ya, Nduk?)" Tanya Mbok Iyem pada Ayu.

Ayu cemberut, mengambil batu di sampingnya dan melemparnya keras hingga mengenai tong sampah. "Ibu nesu! kawin terus! (sebel sama Ibu! nyuruh nikah terus)"

Mbok Iyem tertawa, melirik majikan kecilnya lalu kembali mengamati kutu beras yang mulai keluar. "Lha, Nduk iki kudune rabi, wis mbobot anak akeh. iku arang kanggo wong wadon jomblo liwat 20 taun. malah Mbok nikah umur 14 taun" (lagian Nduk ini harusnya kan sudah menikah, sudah gendong anak banyak. jarang perempuan yang belum menikah di atas 20 tahun. malah Mbok nikah di usia 14 tahun)."

"Aku ora pengin uripku mung ngabdi marang bojoku, Mbok. Aku uga duwe kepinginan liyane. (aku enggak mau hidupku hanya mengabdi untuk suami, Mbok. aku juga punya keinginan lain)" ucap Ayu menatap tajam kerumunan tentara yang berjalan melewati rumahnya. saking fokusnya, Ayu tidak menyadari posisi duduknya sedikit melebar.

Mbok Iyem segera mengingatkan Ayu untuk merapatkan pahanya. "pengen dadi pahlawan kaya prajurit, maksude Nduk? (ingin jadi jagoan kayak tentara maksudnya, Nduk?)"

Ayu berdiri, mengangkat tangannya yang mengepal dan meninju udara. Mbok Iyem yang melihat kelakukan anak majikannya yang sejak dulu tomboy hanya bisa menggelengkan kepala.

Ia tahu jika sejak kecil, Ayu lebih suka bermain bola dengan teman laki-laki daripada bermain boneka sehingga membuat Ibunya marah dan Ayu harus mendapatkan hukuman dengan pukulan di kaki sebanyak 15 kali yang membuat kaki Ayu sulit bergerak dan memar. Ayu juga diam-diam meminta temannya yang seorang tentara mengajarinya untuk menggunakan senjata. Bahkan Ayu memiliki senjata yang dibuatnya sendiri dari bambu dan diam-diam berlatih beladiri.

Dibandingkan menikah, Ayu lebih menyukai hidup yang bebas.

Tapi Mbok Iyem juga tahu kalau Ayu sebenarnya jatuh cinta dengan pria bernama Dimas, seorang pedati penarik kuda yang tampan.

Seperti sekarang, Ayu yang tadi asyik meninju udara tiba-tiba bertindak kalem ketika Mas kesayangannya melewati rumah dengan kuda hitam yang dipegangnya.

"Sing ati-ati, mripatmu bakal dadi bisul, Nduk. (hati-hati nanti matanya bintitan, Nduk)" goda Mbak Iyem menahan tawa melihat Ayu yang terus menatap Dimas hinggang punggung tegap pria itu tidak terlihat.

Ayu nampak salah tingkah. "opo, Mbok? (Apaan sih, Mbok?)"

Ketika Mbok hendak berdiri mengambil nyiru beras, terdengar suara anak-anak yang berteriak "NGATI-ATI!!"

Ayu menoleh dan dengan cepat mengangkat sampingnya ke atas hingga menunjukkan betis, sebelum bola menghantam kepada Mbok Iyem, Ayu sudah menendang balik dengan tepat dan keras hingga bola akhirnya masuk gawang.

Mbok menganga melihat kemapuan nonanya dan hampir terkena serangan jantung begitu kaki Ayu yang putih nan mulus terpampang. "Dhuh Gusti, kaki Nduk!"

Ayu nyengir, membenarkan pakaiannya lalu menatap Mbok Iyem. "Kepenginku dadi prajurit wadon lan nglawan penjajah, Mbok! ora mung bekti marang bojone. (keinginanku menjadi seorang prajurit wanita dan melawan para penjajah, Mbok! bukan hanya mengabdi untuk selangkangan suami)"

"Gusti! Nduk, yen Ndoro krungu, Nduk mesthi didukani. (Tuhanku! Nduk, itu kalau Ndoro dengar pasti Nduk bakalan abis dimarahin.)" Panik Mbok Iyem, sebenarnya bukan sekali dua kali Ayu ini bicara ceplas ceplos. Keseringan bergaul dengan laki-laki dan para tentara yang sering nongkrong membuat kalimat Ayu terkadang kotor.

Ayu tertawa pelan. Matanya menerawang ke depan, tangannya mengepal keras apalagi ketika ia melihat segerombolan laki-laki bermata sipit berjalan dengan tegap nan angkuh, bahkan orang-orang memberi jalan untuk mereka dan yang wanita nampak bergetar takut.

Ayu menyipitkan mata. Kebencian di hatinya timbul setiap ia melihat para tentara nippon. Karena merekalah, ia kehilangan sahabat terbaiknya.

Widi Praminingtyas, sahabat kentalnya sejak lahir yang harus meninggal karena ia diperkosa secara ramai-ramai oleh gerombolan sipit itu ketika sahabatnya sedang menyulam di teras rumahnya.

Ayu

Lintas WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang