Murti sekarang sudah mengajar di SD Swasta "Bangun Bangsa". Jaraknya cukup jauh dari rumah. Ia mesti dua kali naik kendaraan kecil angkutan kota yang memakan waktu sekitar satu jam sekali perjalanan, itu pun kalau tidak kena macet.
"Tiap hari biar aku antar saja ya ke sekolah," kata Muhtar
"Lo gimana to mas Muhtar, nih. Arah kantor mas ke kiri sedangkan arah sekolahku ke kanan. Kan bertolak belakang," jawab Murti sambil tertawa ringan.
"Nggak apa-apa. Aku antar kamu dulu baru aku ke kantor," kata Muhtar lagi.
"Mau berangkat jam berapa kita mas, biar mas nggak terlambat tiba di kantor?"
"Sedikit lebih pagi saja,"
"Sudahlah mas, aku nggak apa-apa. Dengan naik angkutan umum aku bisa sambil cuci mata dan mengetahui perkembangan sosial," jawab Murti.
Perdebatan ringan terjadi antara Murti yang berkeras ingin naik kendaraan umum saja dan Muhtar yang juga berkeras mengantar dan menjemput Murti ke tempat kerjanya.
Perdebatan dimenangkan oleh Murti dan Muhtarlah yang harus mengalah.
"Ya, sudah deh. Tapi kamu harus hati-hati ya. Di jalanan harus waspada jangan lengah," pesan Muhtar.
"Siap, pak Muhtar," sambil berdiri memberi hormat.
"Terima kasih, pak, sudah mengijinkan saya," lanjut Murti gembira.
Muhtar hanya bisa memandang istrinya dengan gemas.
—---
Dalam masa Murti menjalankan tugasnya sebagai Guru, Murti hamil kembali. Murti dan Muhtar sangat bahagia dan berharap kehamilannya yang keempat ini selamat sampai ia melahirkan dan membesarkan anaknya.
"Murti, berarti Allah masih memberi kesempatan lagi untuk kita punya anak. Kita wajib menerima dan mensyukurinya," kata Muhtar.
"Iya, mas. Tapi tetap saja ada rasa takut dan khawatir. Takut gugur lagi. Takut hamil palsu lagi," kata Murti.
"Wajar. Sebaiknya kita lebih rajin lagi memeriksakan kandungan dan menjaga aktifitasmu. Aku punya keyakinan kali ini anak kita lahir dengan selamat. Bayinya selamat dan ibunya juga selamat. Dan kita akan berjuang keras agar anak kita bisa tumbuh sehat dan beriman," hibur Muhtar menguatkan Murti.
Trauma dua kali keguguran dan sekali hamil palsu, Murti menyebutnya begitu, sampai mengalami operasi, sungguh pengalaman yang sangat tidak nyaman dan sangat sulit dilupakan. Tapi Murti bertekad akan melawan rasa gundah itu.
Muhtar selalu menemani Murti setiap kali memeriksakan kandungannya ke dokter Lita, dokter spesialis kandungan yang biasa menangani Murti sejak pertama kali Murti hamil.
Dokter Lita mengatakan apabila waktu empat bulan bisa terlewati tanpa masalah apa-apa, maka Murti akan mempunyai peluang besar bisa melahirkan anaknya.
Oleh karena itu Murti rajin meminum vitamin yang diberikan oleh dokter Lita dan sekarang mau tidak mau Murti harus mengalah tidak naik kendaraan umum lagi.
"Biarlah suamimu mengantar dan menjemputmu mengajar ke sekolah, Murti," saran ibu Latifah.
"Kasihan mas Muhtar, bu. Perjalanan panjang yang harus dia tempuh belum lagi kalau macet," jawab Murti.
"Kalau kamu sayang sama calon anak kalian, dan tidak ingin terjadi seperti yang sudah-sudah turutilah saran ibu ini. Toh suamimu dari awal juga sudah bersedia," lanjut ibu Latifah
"Iya, bu," jawab Murti tak berani membantah ucapan ibunya. Murti sangat ingin punya anak. Ia tak mau menyesal karena tidak menuruti saran ibunya.
Kalau pagi, Muhtar mengantar Murti. Nah, ketika Murti pulang pak Sarjolah yang akan menjemputnya. Setelah Murti tiba di rumah, pak Sarjo akan kembali ke kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILAS
RomantizmHubungan itu mengalir begitu saja tanpa seorang pun tahu itu akan terjadi. Ketidaktahuannya kadang memunculkan kisah penuh tanya. Mengapa? Mengapa? Dan mengapa? Tidak ada yang harus disalahkan dan tidak ada yang salah. Kembali ke jalan yang benar i...