Shera menatap room chat-nya dengan Keenan. Entah apa yang harus ia ketik, pikirannya saat ini masih kacau. Pesan terakhir hanya ia baca, membuat Shera makin tidak enak hati atas semua yang ia tanyakan pada kekasihnya itu.
"Nih, makan, Sher."
Seorang lelaki membuyarkan lamunan Shera yang masih terpikirkan tentang Keenan. Ia memberikan satu buah permen babol yang bervarian rasa nanas.
"Kepikiran Keenan lagi, kan?" Lelaki itu menoleh, menatapi Shera yang kini sudah mengunyah permennya.
Shera tersenyum miris. "Rasanya nggak mau pulang." Pulang ke rumah juga seperti bukan pulang yang sesungguhnya. Selama ini ia mempertanyakan di mana makna rumah sesungguhnya. Makna rumah yang seharusnya selalu hangat, bisa menjadi tempat ia bersandar kala lelah seharian, tapi rumah yang ia miliki nyatanya terasa hampa. Seperti tidak bertuan.
"Gas aja sih, nggak usah pulang kita berdua," kata Ghalen tanpa beban.
Shera langsung melotot dan menyesali ucapannya barusan. "Jangan aneh-aneh, ya! Nanti gue dicariin--"
"Dicariin siapa? Kan, lo nggak punya pacar," ledek Ghalen.
Shera memutar bola matanya kesal. "Lo juga nggak punya pacar, ya!"
"Ya justru itu mending kita pacaran!" seru Ghalen tiba-tiba sambil mengedipkan sebelah matanya.
"STRES!" Shera langsung mencubit pelan lengan Ghalen sementara lelaki itu tertawa terbahak-bahak.
"Kalau cari cowok, cari yang bisa buat lo bahagia, Sher, tapi, kalau lo belum bisa buat buka hati sekarang, jangan pernah maksain perasaan lo."
Shera terdiam. Dalam diamnya, ia mulai berpikir tentang bagaimana perasaan dirinya pada Keenan yang masih ia cintai, termasuk bagaimana Keenan tidak pernah memberitahu pada siapapun kalau mereka memiliki hubungan sejak SMP dan memutuskan untuk tidak menyebarkannya jika mereka belum lulus SMA.
"Seperti yang gue bilang waktu itu, gue cuma nggak mau lo terluka. Lo tahu sendiri cowok kayak apa."
Shera mengangguk pelan. Benar juga, dalam pikirannya, hubungan yang terjalin seharusnya tidak untuk dirahasiakan, sebab, akan dijauhkan dari rasa sakit hati dan itu akan membuatnya bahagia. Namun, pilihan ini adalah pilihan Keenan. Cukuplah Keenan yang menentukan semuanya. Mungkin Keenan memiliki alasan merahasiakan hubungan mereka?
"Thanks, Len." Shera menatap dengan tatapan teduh ke arah Ghalen. Untuk sepersekian detik, Ghalen merasakan kehangatan yang terpancar dari tatapan itu. Sebuah ungkapan panjang yang hanya bisa terucap dalam satu kalimat terima kasih. Lebih dari itu, Shera ingin mengungkapkan lebih banyak terima kasihnya karena Ghalen sudah membuat dirinya jauh lebih baik sekarang, dan pastinya lebih menyadari bahwa tidak seharusnya ia negatif thinking di saat ia sendiri masih belum memastikan apa alasan Keenan yang ingin merahasiakan hubungan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Lovein Of Shera [Telah Terbit]
Ficção Adolescente"𝐎𝐛𝐚𝐭 𝐢𝐭𝐮 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮, 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐨𝐬𝐨𝐤 𝐭𝐨𝐤𝐨𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐫𝐮." 𝓢𝓻𝓲 𝓗𝓪𝓻𝓯𝓲𝓪𝓷𝓲 - 𝓘𝓷𝓯𝓲𝓷𝓲𝓽𝔂 𝓛𝓸𝓿𝓮𝓲𝓷 𝓞𝓯 𝓢𝓱𝓮𝓻𝓪 *** "Shera, bersatu atau tidak nya kita, kamu akan tetap menjadi tokoh utama yang tidak pernah...