Sedari kecil Dr. Philips selalu penasaran dengan hal-hal baru, dia begitu tertarik dan selalu ingin mengetahui banyak hal. Dia selalu bertanya dan bertanya hingga orangtuanya merasa kesal dengan pertanyaannya. Dr. Philips memiliki jiwa peneliti yang tinggi, rasa ingin tahu yang dimilikinya begitu besar hingga membawa dirinya ke Indonesia. Saat itu dia baru saja lulus S3 di usia dua puluh sembilan tahun, dia terbang ke Indonesia dan menjadi asisten guru besar di IPB. Di sana dia meneliti banyak tanaman khususnya padi dan tanaman perkebunan lainnya. Sekarang ini ialah tahun ke sepuluh ia berada di Indonesia, kulitnya lebih gelap daripada ketika ia menginjakkan kakinya untuk pertama kali di Indonesia. Sesekali ia pulang ke Inggris membawa istri dan anaknya untuk menemui orang tuanya yang semakin heran kenapa dia begitu betah di Indonesia, padahal sedari kecil Dr. Philips selalu menolak udara panas. Baginya udara panas sangat mengganggu, dia tidak kuat bergerah-gerahan untuk waktu yang lama. Namun, di Indonesia dia sudah terbiasa dengan udara panas, apalagi ketika di Jakarta dengan jalanan macet yang tak tahu kapan akan ditemukan solusinya.
Sebenarnya alasan Dr. Philips begitu betah di Indonesia ialah ketika ia menemukan belahan hatinya yang sekarang menjadi istrinya. Selain istrinya, alasan Dr. Philips begitu betah tinggal di Indonesia ialah makanannya yang khas, aroma rempah yang kuat membuat Dr. Philips bisa makan dua piring sekaligus. Pada awalnya Dr. Philips tidak sadar berat badannya naik karena pola makannya yang tidak ia kontrol, namun dia dapat mengimbangi nafsu makannya dengan olahraga yang cukup hingga tubuhnya kini masih terlihat bagus meski umurnya menginjak kepala empat. Istri Dr. Philips yang bertanggungjawab akan besarnya nafsu makan Dr. Philips, istrinya begitu pandai memanjakan perut Dr. Philips.
Dr. Philips dikaruniai seorang anak yang menginjak usia tujuh tahun, kelas dua SD. Dr. Philips begitu menyayangi keluarganya. Ketika dia sibuk dengan penelitian dan pekerjaannya sebagai dosen, dia masih menyempatkan untuk bermain dengan anaknya, ataupun menemani istrinya belanja kebutuhan dapur dan memilih sendiri bahan makanan. Dr. Philips merasa, dirinya tak perlu mengorbankan keluarganya untuk pekerjaan dan tujuan dirinya. Dia bisa menjalankan banyak peran, dia bisa menjadi dosen dan peneliti yang baik dan tanpa meninggalkan tanggungjawab sebagai seorang ayah dan suami.
Sejak ia ditunjuk menjadi kepala peneliti yang meneliti pohon bercahaya di Cirebon beberapa bulan lalu, ia harus bolak-balik Cirebon-Bogor, itu sangat melelahkan terlebih ia harus mengemban tanggungjawab sebagai pengajar di IPB, oleh karena itu ia memboyong keluarga kecilnya dari Bogor ke Cirebon, Nia anaknya pun harus pindah sekolah. Dr. Philips bersama rekan-rekannya meneliti mengenai perkembangan dan pertumbuhan pohon bercahaya, yang sampai kini belum benar-benar menghasilkan hasil penelitian yang jelas. Mereka masih belum menemukan sebab kenapa pertumbuhan pohon itu begitu melesat dan masih belum mengidentifikasi apa yang menyebabkan daunnya bercahaya. Sekarang mereka tengah fokus meneliti pertumbuhan pohon bercahaya, yang beberapa hari terakhir mulai tumbuh kembali sejak berhentinya pertumbuhan pohon tersebut saat libur sekolah beberapa waktu lalu.
"Papah, sepatu putih ku di mana?" teriak Nia anak Dr. Philips, pagi-pagi rumah Dr. Philips sudah hidup dengan suara-suara kesibukan pagi.
"Laci samping urutan nomer dua dari bawah" teriak Dr. Philips dari ruang kerjanya sambil membalik buku "sarapan di meja" kembali teriaknya.
"Where's mama?" teriak Nia sekali lagi.
"Pasar!" balas Dr. Philips, lalu menutup bukunya bersiap mengantar anaknya ke sekolah.
Dr. Philips langsung bergabung di meja makan, nasi goreng buatan istrinya yang sudah tidak terlalu hangat. Istrinya ke pasar pagi sekali, dia pergi sambil berteriak tidak ingin mendapatkan sayur yang layu, tidak ingin mendapatkan ayam yang menguning dan tidak ingin mendapatkan cumi yang terlewat hitam.
"Papah belum mandi?" Dr. Philips reflek mencium bau badannya. "No way, papah bahkan belum tidur?" Dr. Philips mengangkat bahu tanda cuek.
"But mama still love me, right? Habiskan sarapan, papah tunggu di mobil yah" Dr. Philips mencium kepala Nia. Begitu sampai di depan gerbang sekolah Nia "Nia, tidak ada yang tertinggal?" Nia menggeleng "PR sudah dikerjakan?" Nia mengangguk "sudah cium papah?" Nia nyengir dan mencium pipi Dr. Philips, anak tujuh tahun itu lalu berlarian dan bergabung dengan temannya yang sedari tadi memanggil-manggil dirinya. Dr. Philips menatap anaknya yang tengah berlari-lari kecil karena bel sekolah sudah berbunyi, lalu pandangan Dr. Philips beralih ke langit. Lebih tepatnya ke pohon yang tinggi menjulang, dari jarak yang cukup jauh daun-daunnya terlihat diterpa sinar mentari pagi. Dr. Philips menginjak gas dan melaju menuju rumahnya, dia harus mengisi kelas daring.
Kelas daring telah selesai, sekarang dia harus berangkat ke pusat penelitian yang meneliti pohon bercahaya, dia harus berangkat ke gedung negara Cirebon yang kini menjadi pusat penelitian yang meneliti pohon bercahaya. Pukul 12:00 Dr. Philips sudah sampai di gedung negara Cirebon, mendongak ke atas melihat rimbun dedaunan pohon raksasa di pelataran samping selatan gedung negara. Kini rusa-rusa yang dulu dilepas di pelataran samping selatan gedung negara Cirebon, dievakuasi ke tempat penangkaran satwa Cirebon. Pengunjung masih diperbolehkan untuk melihat keindahan pohon bercahaya baik di waktu siang ataupun malam hari, namun sesekali area pohon bercahaya ditutup untuk penelitian yang intensif.
"Dr. Philips, ini data pertumbuhan pohon bercahaya sejak seminggu terakhir" Dr. Philips menerima lembaran kertas yang berisikan bagan pertumbuhan pohon bercahaya dari waktu ke waktu, bahkan lebih detail dengan menyertakan pertumbuhan per jam. Di bagian kesimpulan laporan data itu menunjukan bahwa pohon ini rata-rata tumbuh lima senti per jam dan rata-rata pohon ini tumbuh sekitar setengah sampai satu meter per hari.
"Terimakasih" ucap Dr. Philips, meneguk kopi di ruangan nya.
"Tapi, yang membuat kami tim pengawas itu keheranan ialah..."
"Lanjutkan" perintah Dr. Philips.
"Pohon itu cenderung bertambah tinggi di hari kerja dan di waktu siang Pak" ucap lelaki yang jauh lebih muda dari Dr. Philips.
"Tumbuh hanya di waktu kerja? Maksudmu dia punya hari libur untuk tumbuh?" Dr. Philips hendak bergurau namun lelaki di hadapannya tidak ada tanda-tanda ingin bergurau "baiklah, teruskan kenapa kau berkesimpulan begitu?"
Lelaki yang berpakaian kemeja rapi itu menyerahkan beberapa berkas beserta tanggal-tanggalnya. "Ini adalah data pertumbuhan sebelum pohon bercahaya diidentifikasi mandek pertumbuhannya beberapa waktu lalu pak, ini kesimpulan dari data pertumbuhan bulan februari, maret, april dan mei. Semua data ini menunjukan kecenderungan yang sama, pohon itu cenderung berhenti tumbuh di malam hari dan akhir pekan."
"Seperti PNS?" kata itu begitu saja keluar dari mulut Dr. Philips, bahkan Dr. Philips geli mendengarnya.
"Seperti PNS" lelaki di hadapannya mengulangi katanya "ini selangkah lebih dekat dengan tujuan kita untuk memahami pohon itu, Dr. Philips" Dr. Philips mengangguk, ini temuan yang cukup bagus.
"Segera terbitkan artikel ilmiah mengenai hal ini"
"Baik Dr. Philips" lelaki itu keluar dari ruangan Dr. Philips.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)
RomanceSUDAH TAMAT Satu hari di Kota Cirebon, tumbuh pohon misterius yang dapat tumbuh tinggi sampai mencakar langit dan kala malam dedaunan pohon menyemburkan cahaya kuning yang indah dan menenangkan. Di sisi lain, Gumitir adalah gadis yang selalu dirun...