Kerajaan Tresioz Naturen

79 67 5
                                    

{• Happy Reading •}



Matahari sudah menampakkan dirinya tanpa malu lagi, cahaya hangatnya masuk ke jendela kamarku. Saat ini aku tengah melihat pantulan diriku di dalam cermin. Mengikat setengah rambut hitamku dan mengenakan pakaian yang sama saat study tour. Jujur aku bingung harus memakai apa selama perjalanan ke rumah Florensia.

Ya, hari begitu cepat berlalu, pagi ini kami akan berangkat. Aku bangun pagi sekali untuk bersiap. Barang yang aku bawa tidak banyak karena Florensia sendiri yang memintanya. Tidak lupa aku membawa kamera polaroid yang aku bawa dari duniaku.

Aku mengamati kameraku yang sedikit berdebu karena terlalu lama aku simpan dalam lemari. Di dunia ini tidak ada benda seperti ini, aku menimang-nimang untuk membawa atau tidak benda ini. Namun, sangat sayang sekali jika setiap momen tidak diabadikan.

Cekrek!

Aku memotret kamarku, lalu kamera polaroid langsung mencetak fotonya.

Aku tersenyum saat melihat foto itu. "Ternyata kameraku masih bisa digunakan." Aku meletakkan foto itu di atas meja dan mengalungkan kamera di leherku.

"Nadin, apa kau sudah siap?" tanya seseorang dari luar kamarku.

"Iya, sudah." Aku mengendong tas ranselku dan membuka pintu. Seseorang yang di depan pintuku itu adalah Athalia, aku terpukau dengan penampilannya. Rambut pink yang dikepang serta gaun pink pastel yang menyelimuti tubuhnya membuatnya benar-benar seperti gulali.

"Kau sangat cantik, Lia." pujiku yang membuatnya tersipu.

"Kau juga Nadin, pakaianmu unik aku menyukainya." Aku terkekeh, yang benar saja? Aku hanya memakai pakaian saat pergi study tour celana panjang berwana hitam dan hoodie berwarna cream.

"Ayo, yang lain pasti sudah menunggu di depan gerbang akademi."

Saat di perjalanan menuju gerbang, aku dan Athalia menjadi pusat perhatian murid akademi yang berlalu lalang. Sesekali telingaku menangkap pujian untuk Athalia dan aku, sesekali juga cacian yang hanya diberikan untukku. Ingin sekali kuberteriak, iri bilang bos! Namun, aku menahannya agar imageku tidak hancur.

Dari jauh aku sudah melihat Florensia, Naomy, Elio, Ayden, dan Sakya.

Naomy yang melihat kedatanganku dan Athalia melambaikan tangannya. "Akhirnya kalian sampai."

"Apakah sudah menunggu lama?" tanyaku.

"Tidak, kami juga baru sampai," jawab Florensia yang menghampiri.

"Di mana Ezra?" tanyaku karena baru sadar bahwa lelaki berelemen api itu tidak ada di sini.

"Dia diberi tugas oleh Profesor Elvin kemarin. Katanya, kita pergi saja dulu nanti dia akan menyusul," jawab Ayden. Namun, matanya sama sekali tidak menatap ke arahku, melainkan buku.

Aku mendengus. "Saat berbicara dengan orang lain, lihat mereka jangan alihkan pandanganmu ke arah lain." Mendengar perkataanku Ayden langsung menutup buku yang ia baca.

"Maaf, aku tidak mengulanginya lagi." Aku tersenyum. Mungkin jika di duniaku Ayden ini akan menjadi pentolan sekolah. Auranya yang soft, ketampanannya serta kepintarannya di atas rata-rata akan membuat gadis tergila-gila. Namun, sayangnya itu tidak berlaku untukku, hatiku sudah tenggelam pada pesona Elio.

Aku menatap sosoknya. Dia mengenakan pakaian yang sama saat study tour kemarin. Rasanya seperti dejavu. Saat dia menaiki bus biru dan aku sudah duduk di dalamnya yang diam-diam memperhatikan dia masuk sampai dia duduk.

A Way Home for NadindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang