Chapter 29

722 80 3
                                    

Erwin dan Levi bangun bersamaan dalam kondisi tengah berpelukan. Tapi Levi yang merasa sudah tidak nyaman dengan anal nya yang lengket memutuskan untuk mandi terlebih dahulu ketika Erwin terus menarik pinggangnya tak membiarkan pria kecil itu pergi. Tapi akhirnya pria kecil itu bisa pergi dengan syarat bahwa Erwin boleh memasukan tiga jari ke liang anal nya untuk mengecek apakah sperma yang ia keluarkan begitu banyak. Tiga jarinya merasakan lengket dan lembab di dalam liang tersebut.

"Su-sudah kan?" Levi bicara sedikit tercekat, dan ia mengerang ketika Erwin tiba-tiba menekan jarinya di dalam sana.

"Erwin!" tegurnya, yang membuat pria pirang itu terkekeh sehingga ia menarik tiga jarinya dari lubang anal Levi.

"Aku tidak akan melakukan lebih, kamu pasti lelah, mandilah terlebih dahulu. Sayang sekali kamar mandi di sini sempit, jadi aku tidak bisa mandi denganmu" lirihnya.

Levi mendengus seraya mengenakan pakaiannya. "Itu bagus, kalau mandi denganmu, bisa-bisa kegiatan semalam malah berlanjut semakin brutal"

Erwin tertawa terbahak, ia mendudukkan dirinya dan berdiri tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya, ia mengambil handuk dan beberapa pakaian ganti untuk di pakai oleh Levi. Sebelum akhirnya pria kecil itu pergi keluar untuk menuju kamar mandi, seperti yang di katakan sebelumnya, kamar mandi dan kamar kost itu terpisah.

Membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit sebelum akhirnya Levi kembali ke kamar dengan mengenakan pakaian Erwin yang kebesaran, namun itu tidak membuatnya tampak buruk, sebaliknya ia seperti anak kecil yang tenggelam dalam balutan kaos besar berwarna putih.

Namun ketika Levi kembali ke kamar, ia masih melihat Erwin dalam penampilan yang sama. Telanjang bulat namun kini sambil membereskan kasur yang baru saja mereka tiduri. Levi langsung melemparkan handuk ke arahnya.

"Pakai bajumu, dasar bodoh!" sentak Levi jengkel, Erwin menangkap handuk tersebut dan melilitkan nya di sekitar kemaluan. Pria pirang itu hanya nyengir lebar.

"Nanti juga mandi" jawabnya, dan setelah ia menyelesaikan beres-beres nya. Erwin lanjut mengecek laci bukunya dan membuka lembaran-lembaran buku.

Levi melangkahkan kaki ke arahnya, lalu ketika ia hendak bergabung bersama Erwin untuk mendengarkan kembali penjelasan membosankan nya tentang fisika, pria kecil itu tidak sengaja melihat beberapa kanvas yang masih bersih di sudut ruangan.

"Erwin" Levi memanggil pria itu, pria yang lebih dewasa satu tahun darinya tersebut langsung menoleh menuntut jawaban.

"Ya Levi? Mau melanjutkan kegiatan semalam?"

Levi berdecak kesal seraya memukul punggungnya, Erwin hanya tertawa terbahak namun akhirnya ia berhenti untuk mendengar apa yang sebenarnya ingin di katakan oleh sang kekasih.

"Boleh aku minta satu kanvas untuk membuat lukisan?" tanya Levi.

Erwin menoleh ke arah kanvas yang ada di sudut ruangan. "Boleh saja, lagi pula kanvas-kanvas itu jarang aku gunakan. Aku lebih suka mencoret-coret dinding untuk sekarang ini. Memangnya kamu mau membuat lukisan apa?"

Levi berjalan ke arah sudut ruangan seraya berujar. "Aku punya janji untuk membuat lukisan pada seseorang, batasnya sampai Minggu depan dan setelah itu aku akan menyerahkan lukisanku kepadanya. Dia bilang aku harus melukis sesuatu yang menggambarkan perasaanku"

Erwin mengerutkan dahinya. "Siapa orangnya?"

Levi tidak menjawabnya, ia hanya tersenyum seraya memilih kanvas yang menurutnya sangat bagus sehingga bisa di gunakan dengan nyaman.

"Tidak mau memberitahu?" Erwin bersuara lagi, ketika Levi sudah mendapatkan kanvas yang ia inginkan.

"Ayahmu" akhirnya Levi menjawab. "Aku tak tahu mengapa dia menyuruhku untuk melukis sesuatu dan menyerahkan lukisanku padanya"

Mine [ ERURI ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang