TIADA kesalahan yang harus aku waspadai dalam mendengar pertanyaannya. Namun, tetap saja terasa menegangkan, sampai-sampai aku tidak berani melakukan kontak mata. Hanya ada suara ketukan jari, membuat atmosfer sekitar menjadi sangat tercekat.
"Apa maksudnya?" kataku seraya sedikit melebarkan posisi kaki untuk bersiap bangkit.
"Jangan berpikir untuk pergi dari sini," ucap Kurt setelah membaca pergerakan kecilku. Tatapannya berubah ke arah pintu dan berkata, "Aku sudah menguncinya. Jadi, duduklah yang manis dan jawab pertanyaan tadi."
Aku paham, tetapi tidak tahu cara menjelaskan segalanya. Tubuh dan nama yang sama, sedangkan kepribadian yang tidak dikenali, itulah aku di matanya. Bahkan, penampilanku yang sekarang tidaklah mencerminkan isi lemari di apartemen dengan barang-barang glamor.
"Entahlah, aku sulit untuk menjawabnya." Kepalaku menunduk dan langsung melihat gambar bumi dengan jumlah ganjil pada buku teori sains di pangkuan ini. "Semuanya seperti sihir."
Aku melirik Kurt yang tengah menyandarkan diri di punggung kursi. Dahinya terus menerus mengerut, merasakan bingung. Sedangkan aku justru merasa terjebak di situasi ini.
"Singkat saja, apa kamu Ashley?" tanyanya sembari memperbaiki posisi kacamata.
"Iya, tapi ... nggak juga." Aku melirik ke kanan dan melanjutkan, "Aku bukanlah Ashley yang kamu kenali. Itu saja."
"Baiklah, balik ke pertanyaan awal. Siapa dirimu ini?"
Percakapan kami begitu berputar-putar dan aku menjadi sulit berpikir. Terdiam sejenak untuk menenangkan diri, lalu sekilas segalanya terlintas seperti kepingan film. Hikangnya ingatan, kematian, kemudian tubuh seperti ditarik ke dimensi lain untuk kebangkitan kembali.
"Singkatnya, aku kecelakaan dengan besarnya peluang kematian," ujarku dalam menatap kedua telapak tangan. "Entah apa penyebabnya, aku hidup kembali pada hitungan waktu mundur."
Kurt menyimak dengan menempelkan sikunya di atas meja dan menutup bibir menggunakan jari. "Sudah berapa kali?"
"Dua ... ya, dua kali," jawabku ragu. "Entahlah, aku nggak tahu pasti."
Belum bisa kupastikan, apakah nyata atau tidak mengenai sarana kematian yang bertubi-tubi juga menimpaku sebelum sadarkan diri di rumah sakit dan bertemu Kai dalam keadaan hilang ingatan.
Tunggu dulu, Kurt bertanya bagaikan tahu secuil keanehan yang kualami.
"Lingkunganmu berbeda setelah berpindah posisi dan masa?" Sembari bertanya, dia bangkit dan menghadap ke banyaknya rak buku.
Aku mencerna sejenak soalan itu, dan menyerah. "Maksudnya?"
"Di kala kamu terselamatkan dari kematian, apa kamu mengulang hidup yang sama? Seperti nggak ada perbedaan dengan sebelum atau sesudah kematianmu."
"Nggak," jawabku dengan menggeleng. "Semuanya berbeda tipis. Contohnya ...." Mata melirik ke atas sebelum melanjutkan, "Kekasih yang kini kumiliki."
"Begitu rupanya." Setelah berbalik dan mendekat, lalu menyodorkan tangannya ke arahku untuk meminta buku astronomi ini. Aku memberikan padanya dan dia bertanya, "Siapa saja yang sebelumnya berpacaran denganmu?"
Rasanya, pertanyaan tersebut tidak penting untuk dijawab. Namun, aku masih mempertimbangkan dalam menjawab.
"Jawab saja. Tidak masalah," ungkapnya yang membuatku terkejut. "Kamu sendiri nggak tahu apa yang telah menimpamu, bukan?"
Meski nada bicaranya tetaplah dingin. Akan tetapi, kini berubah dengan berkesan angkuh.
"Kai dan River," jawabku lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deja Vu [ Ashley Lincate ]
Mystery / ThrillerAshley Lincate, wanita yang menghadapi hilangnya ingatan dan terjebak dalam siklus kematian melalui pembunuhan. Namun, dirinya berhasil bangkit ke realitas yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Entah itu dari segi pekerjaan, karakteristik, termasu...