Jangan paksain diri lo

70 9 0
                                    

Shera menenggak air minumnya dengan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Shera menenggak air minumnya dengan cepat. Tenggorokannya terasa kering karena baru saja ia harus menjelaskan perihal Kalea yang menemuinya secara diam-diam di sekolah. Namun, dirinya merasa puas karena Viona percaya bahwa Kalea datang menemuinya karena merasa sudah lama tak bertemu bukan membahas perihal cuci darah.

Sejak sepuluh menit lalu, Viona tidak berhenti memperhatikan Shera yang terlihat pucat. Perasaannya tidak enak mengenai sahabatnya itu.

"Kenapa lo pucat banget, Shera?" tanya Viona dengan nada yang mengintimidasi.

Shera yang mendengar itu pun lantas meletakkan botol air minumnya ke meja. Dia memiringkan tubuhnya untuk menghadap ke arah Viona yang duduk di sebelah bangkunya. "Kenapa? Jelas banget ya gue pucat?" tanyanya balik.

Viona berdecak pelan. Baru menyelesaikan perdebatan tahap pertama saja Shera terlihat lelah. Apalagi kalau perempuan itu melanjutkan ke tahap keduanya? Dia tidak bisa membayangkan betapa pucatnya Shera nanti.

Shera memutar bola matanya malas. Dia menyandarkan punggungnya pada kursi dengan tangan ya bersidekap. "Gue cuman kecapean aja, Na."

"Jangan paksain diri lo," celetuk Viona.

Shera menahan diri mati-matian untuk tidak menampol mulut Viona yang berusaha membuatnya untuk tidak memaksakan diri dalam pembelajaran menuju ujian akhir sekolah. "Gue mau buktiin ke orang yang gue sayang, Na, kalo gue bisa dapat peringkat tanpa bantuan dia."

Viona mengerutkan keningnya bingung. Apa yang dimaksud Shera? Siapa orang yang ia maksud?

"Gausah kepo, ini urusan gue," ujar Shera seolah tahu isi pikiran Viona saat ini. "Dia sosok rumah yang bukan berbentuk bangunan, Na. Dari SMP, dia yang selalu ada buat gue. Kali ini gue mau buktiin, kalo gue bisa pintar tanpa bantuan dia."

"Setidaknya, lo kasih penjelasan ke gue dulu. Emangnya siapa sih? Cowok? Atau jangan-jangan Keenan?"

"Kepo banget, sih, kayak domba. Atau jangan-jangan lo mau santet ya?" Shera semakin dongkol. Selain Kalea yang selalu mencampuri urusannya, ternyata Viona juga sama. Bedanya, cewek itu mencampuri sampai akar-akarnya.

Viona menatap jenaka ke arah Shera. "Stres lo? Amnesia? Yang dulu waktu awal masuk SMA deketin Keenan itu siapa? Orang gila? Lawak lo."

"Lah, siapa juga yang deketin Keenan?" Shera mendelik.

"Mau gue tebas kepala lo?" tantang Viona.

"Sebelum lo yang tebas, gue yang bakal tebas lo duluan." Shera mengarahkan telapak tangannya ke arah Viona.

"Shera, lo makin gak waras ya!" Viona memelototkan matanya ke arah Shera.

"SHERA! VIONA! KERJAKAN TUGAS KALIAN SEBELUM UJIAN!" teriak Bu Wahyuni menggelegar di ruang kelas yang hanya terdapat mereka berdua.

Teriakan itu berhasil membuat Shera dan Viona segera mengambil buku yang berada di laci mereka masing-masing. Namun, otak kedua remaja itu masih berpusat pada satu hal yang sama; tentang bagaimana caranya mendapatkan peringkat di akhir ujian dengan hasil yang memuaskan.

"Bersaing secara sehat," cetus Viona yang membuat Shera langsung melongo.

***

Sepulang sekolah tadi hingga kini-pukul empat sore, Viona kini berada di rumah Shera. Sebab, Shera meminta Viona untuk membuatkannya roti bakar untuk dirinya.

"ROTINYA GOSONG, ANJIR!"

Shera panik sendiri saat Viona justru bengong dan tidak bergerak untuk mengangkat roti gosong itu dari teflon. Perempuan itu mengacak rambutnya kesal seraya menatap malang rotinya yang kini berwarna hitam itu.

"Koki macam apaan lo? Bakar roti aja gosong. Nggak usah sok-sokan mau jadi pacarnya Rafa kalau bakar roti aja nggak bisa!" gerutu Shera dengan dada naik turun karena emosi.

"Gue bisa sewa koki." Viona berjalan santai ke meja makan. Perempuan berekspresi kesal itu lalu menuang air putih dari teko ke gelas dengan buru-buru.

Shera mengepalkan tangannya. Sahabatnya itu sama sekali tidak merasa bersalah setelah menggosongkan roti yang dia punya.

"Makan aja, Ra. Roti buatan gue enak," kata Viona setelah menghabiskan satu gelas air putih.

"Ogah!" tolak Shera mentah-mentah.

Viona menaikkan sebelah alisnya. "Nggak baik buang-buang makanan."

Shera berdecak sebal. "Yaudah, kalau gitu lo aja yang makan!"

"Lo aja. Gue kenyang," balas Viona.

"Bilang aja lo nggak doyan masakan lo sendiri, Na!" Shera menekuk wajahnya sebal. Meskipun begitu, dia tetap mengambil secuil roti itu untuk diicipnya. "PAHIT ANJIR! LO MASUKIN OBAT-OBATAN KE SINI?!"

Viona menajamkan matanya ke arah Shera. "Gue nggak pernah mengonsumsi obat-obatan!"

"AFAH IYYA?"

"GUE GAMPAR LO, RA!"

Shera mendengus lalu kembali memakan roti gosong itu dalam sekali lahap. Mati-matian cewek itu menahan diri untuk tidak memuntahkannya meski rasa pahit menguasai lidahnya.

"AIR!" teriak Shera ke arah Viona, meminta sahabatnya itu untuk memberinya segelas air putih. Namun, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun, Viona justru memperlambat gerakannya. Shera yang merasa kesal itu pun menempeleng kepala Viona dengan kencang, lalu merebut gelas dari tangan sahabatnya itu dan mengisinya dengan air putih.

"Sialan lo!" maki Shera sebelum meminum segelas air putihnya dengan tergesa-gesa untuk menghilangkan rasa pahit di lidahnya.

Viona tertawa kecil melihat tingkah Shera. "Kalau nggak mau gue bakarin tuh roti, lo aja yang bakar," cetus Viona asal. "Atau cari yang pedas-pedas, sana!"

"Bener juga lo! Habis makan pahit kayak gini, enaknya cari yang pedas-pedas," Shera berseri-seri lalu melangkah pergi dari dapur tanpa memperdulikan Viona lagi. "Bye Kunti!"

 "Bye Kunti!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Infinity Lovein Of Shera [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang