Hinata terjaga dari tidurnya saat mendengar ketukan di pintu, di liatnya jam di nakas sebelah ranjangnya sudah menunjukan pukul 6 pagi, yang berarti Hinata telat bangun. Biasanya dia bangun lebih pagi dari ini.
Segera mungkin wanita itu bangkit dari ranjang dengan terburu-buru dan melangkah ke pintu utama kediaman Naruto, dia rasa ketukan di depan itu adalah Naruto.
Pria itu memang tidak memiliki kunci cadangan rumahnya sendiri, sejak ada Hinata, wanita itu akan menyambutnya selapas dari bekerja. Terkesan seperti pasangan suami istri, tapi yang ada sebenarnya mereka hanyalah pelayan dan tuan rumah.
"Tunggu sebentar tuan" dengan terburu-buru Hinata memutar kunci pintu utama dan membukanya, sesuai perkiraannya Naruto sudah berdiri di depannya dengan wajah yang terlihat jelas kelelahan. Dia meraih tas kerja dan jaket hitam di tangan pria itu, meletakannya di kabinet dan gantungan tepat disebelah pintu.
"maaf membangunkanmu, seharusnya aku pulang siangan saja" jelas Hinata menggeleng tanda keberatan, yang ada harusnya dia merasa tidak enak, ini rumah Naruto, pria itu bebas ingin datang dan pergi kapanpun dia mau.
"Tuan mau sarapan langsung atau ingin beristirat dulu?" Saat Naruto sudah melangkah masuk, wanita itu segera menutup dan mengunci kembali pintu utama. Hinata terlambat bangun, sehingga dia belum sempat menyiapkan sarapan untuk pria itu, tapi jika benar Naruto ingin sarapan langsung, Hinata akan membuatkannya segera.
Naruto mengangguk singkat dan mengalihkan pandangan ke arah Hinata, "aku ingin roti lapis buatan mu dan kopi pahit" Naruto termasuk pemilih dalam hal makanan, jadi setiap apapun yang dia ingin makan, pria itu selalu mengutarakan pada Hinata, beruntungnya Hinata pandai dalam memasak, jadi dia bisa memenuhi keinginan pria itu yang tidak jarang sedikit aneh.
"Baik tuan, akan saya siapkan segera" Setelah Naruto mengucapkan terima kasih dan ingin ke kamarnya di lantai dua untuk berganti pakaian, Hinata segera kedapur untuk menyiapkan makanan yang Naruto inginkan, tidak butuh waktu lama sekedar untuk membuat roti lapis dan kopi saja, Hinata sudah biasa melakukannya.
Selang beberapa menit Naruto turun kembali, pria itu melangkah dengan ringan kemeja makan, dan melihat Hinata masih berkutat dengan mesin kopi disana, sedangkan di meja makan sudah terhidang roti lapis pesanannya.
Wanita itu membalikan tubuhnya dan mendapati kalau Naruto sudah duduk di meja makan, "Silahkan tuan" Wanita itu meletakan segelas kopi tepat di depan Naruto, "Terima kasih, Hinata"
Hinata kembali sibuk di dapur, dia harus mencuci semua peralatan kotor yang di gunakan tadi, tanpa menyadari kalau Naruto menatap punggungnya intens. Pria itu menyesap kopi pahit buatan Hinata, tapi matanya masih betah ke arah wanita itu.
Tidak butuh waktu lama untuk Naruto menyelesaikan sarapannya, karena benar pria itu selalu melakukan segala hal dengan cepat. Hinata masih mengeringkan piring terakhir ditagannya dan tersentak kaget saat merasakan aura seseorang tepat di belakang punggungnya
Dia tidak ingin menoleh, karena sudah jelas itu Naruto sang tuan rumah, Naruto memang sering bertingkah seperti itu dan Hinata sudah paham apa yang pria itu inginkan. Pria itu meletakan piring kotornya di bak cucian tapi masih betah berdiri di belakang Hinata.
Perlahan tangan kekar Naruto membelit pinggul dan perut rata wanita itu dari belakang dan memeluknya dengan erat. Pria itu merebahkan kepalanya di pundak Hinata tanpa menghiraukan ketidaknyamanan yang wanita itu rasakan.
Hinata hanya berdiri kaku, dengan Naruto yang sesekali mengecup leher dan pundaknya. "kau harum", gumam Naruto, Pria itu sudah sering melakukan hal ini padanya, tapi entah kenapa dia masih belum terbiasa dan sedikit takut, padahal mereka telah melakukan hal yang lebih intim dari ini.
"Temani aku ke kamar" pria itu melepaskan pelukannya dan meraih jemari mungil wanita itu untuk di genggam, Naruto membawa wanita itu kelantai dua kamarnya, ruangan saksi bisu pertama kali dirinya menggagahi seorang gadis dan itu Hinata.
Wanita itu selalu tidak bisa menolak, seakan ada alarm dalam tubuhnya yang mengingatkan kalau dia harus memberikan apapun yang pria itu mau, walaupun itu mungkin menyakitkan.
Naruto membuka baju rumahan yang dikenakannya, menyisakan sweatpant abu-abu yang masih melekat di tubuh atletis pria itu. Hinata menelan saliva dengan susah payah, kalau sudah seperti ini, dia sudah tau apa yang akan terjadi setelahnya.
Wanita itu hanya mampu memejamkan mata saat Naruto menuntunnya untuk naik ke atas ranjang dan memintanya untuk berbaring di sebelah kanan ranjang besar itu. Sedangkan pria itu juga ikut naik dan berbaring disebelahnya.
Naruto masih memperhatikan wajah tertekan wanita itu, dia sangat tau kalau Hinata ketakutan, "kau bisa membuka matamu, Hinata" bola mata cantik gadis itu terbuka, dia menemukan kalau pria itu menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Pagi ini aku tidak akan meminta, jadi kau tidak perlu khawatir" Ucap Naruto, dia memang sering meminta kapanpun dan dimanapun, pasti wanita itu sudah mengira dia ingin melakukan lagi pagi ini.
Hinata bernapas lega, jujur dia kelelahan, sisa terakhir kali mereka melakukannya, Hinata masih merasakan sakit di bagian tubuhnya, mungkin dia bisa benar-benar pingsan jika Naruto benar ingin melakukannya lagi, tenaga pria itu luar biasa gila.
Setelah itu Naruto mendekatkan tubuhnya kearah wanita itu dan merebahkan kepalanya di dada Hinata, posisinya setengah menindih Hinata, dia ingin di dekap saja pagi ini, karena jujur dia kelelahan dengan hidup yang sedang di jalani.
Hinata tentu terkejut, tapi tidak mengelak, pria itu juga sering bersikap manis seperti ini dan hal seperti ini terkadang membuat Hinata salah paham. Naruto menarik jemari Hinata dan meletakan di atas kepalanya, dia ingin di belai dan di dekap erat seperti yang selalu wanita itu lakukan saat mereka bercinta dan mencapai pucak bersama.
Hinata mengelus lembut surai Naruto, pria itu memiliki surai yang halus, walaupun dia seorang laki-laki, bau tubuhnya Hinata juga sukai, rasanya menenangkan dan nyaman.
Naruto mendekap pinggul wanita itu erat, seraya menyamankan kepalanya di dada Hinata, "temani aku sampai terlelap"
"hmm" Hinata membalas dengan gumaman, sejujurnya dia jadi ikut mengantuk.
"apa hal yang paling kau sukai dari seseorang Hinata?" Naruto tentu tidak mengantuk semudah itu, berada di dekapan wanita itu memang sangat nyaman, tapi dia tidak ingin terlelap cepat. Maka dari itu dia membuka percakapan terlebih dahulu, Naruto tau Hinata tidak ada jadwal perkuliahan hari ini, begitupun dengan dirinya, jadi mereka bisa berleha-leha seharian di ranjang. Saling mendekap, terdengar tidak buruk juga.
"Seseorang yang menghargai orang lain" jawab gadis itu singkat, Hinata sangat menghargai orang lain dan senang jika orang menghargai dirinya juga, apalagi berbuat baik padanya, seperti apa yang Naruto lakukan padanya selama ini.
Jemarinya masih mengelus rambut Naruto yang di potong pendek, jujur dia sedikit keheranan dengan pertanyaan pria itu yang terkesan tiba-tiba.
Naruto mengangguk pelan, Hinata tentu dapat merasakannya juga, karena kepala pria itu tepat di atas dadanya yang hanya terbalut mini dress rumahan yang tipis.
"lalu, apa hal yang kau paling tidak sukai dari seseorang?"
"Pembohong, karena saya tidak suka di bohongi"
Jawaban gadis itu membuat Naruto menahan nafasnya sejenak, dekapan tangannya di pinggul Hinata semakin mengerat.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I a Sex Slave ?
RomanceNaruto x Hinata Ada rahasia dari kejadian yang dialami Hinata, sehingga membuatnya harus menghabiskan hari-hari dengan Naruto, sang dokter yang berhati malaikat, setidaknya itulah anggapan Hinata awalnya.