: Salah Kaprah

94 32 13
                                    

gladiolamorly-

bantu saya menemukan typo!
.

bantu saya menemukan typo!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Tidak ada yang tahu bagaimana ini berakhir begitu saja, telak membuat lagu dangdut lawas dari toko seberang jalan menguasai suara napas-napas samar yang dihembuskan bergantian seperti kontes kentut. Pelaku kegentingan yang tercipta sebelum ini, berlagak canggung tenggelam-timbul di balik etalase. Namun ia tetap memberi gestur 'tidak terima' dan sesekali menyorot tak suka pada Hadyan yang bertanya-tanya tentang alasan ia bertingkah tidak jelas begitu.

Lalu tiba saatnya sosok mungil pencari celah untuk menyelipkan iklan sebagai jeda, beraksi kembali. "Di toko saya juga sudah ada mesin pemanggang roti bentuk segitiga. Beli satu unit, gratis roti sama selainya. Tapi tambah lima puluh ribu. Tidak berlaku kelipatan." Anca tidak tahu efek apa yang akan ia timbulkan dengan iklan dadakan seperti itu ditengah suasana beku seperti ini, niatnya hanya ingin memberi sedikit sisi hangat yang barangkali bisa memancing setidaknya dua makhluk bersuara di sebelahnya untuk menyemburkan dua patah kata.

"Tidak ada yang sarapan roti disini, perut kita akrab sama nasi kuning."

Maka niat Anca tersampaikan. Abjair baru saja memberi komentar yang sebenarnya sudah ia duga. Untuk memanjangkan percakapan, Anca membuka mulut lagi, "Selain pemanggang roti, saya jual panci eletrik yang sudah sepakat sama dandangnya. Bisa dipakai masak nasi kuning. Warnanya juga kuning, gambar bebek. Tapi warna lain juga ada, tinggal request. Nanti saya spill keranjang kuningnya. Kayaknya cocok untuk anak kos. Josi, khusus kau saya kasih harga murah, diskon sepuluh persen! Kau bisa pakai memasak disini, nanti kita temani kau makan. Bagaimana?"

"Menurutmu saya tertarik? Kau tawarkan saja sama Hadyan, siapa tau pacarnya butuh. Mumpung kosnya mamakku gratis listriknya." Dengan nada datar, Josi mengatakan itu. Hadyan melihat jelas, tangan Josi gemetar saat memegang corong lalu beberapa kali jarinya terkena tumpahan bensin.

"Sebenarnya kamu ini kenapa, Jos?"

Kalimat tanya itu tidak keluar dari mulut Hadyan sebagai orang yang paling mempertanyakan alasan Josi menjadi sangat tidak ramah begitu. Abjair, beranjak. Pertanyaan itu keluar dari mulutnya. "Mengungkit masa lalu Hadyan tiba-tiba setelah kemarin tidak ada masalah apa-apa, itu aneh. Dengar, saya tidak memihak siapa-siapa, karena baik kau ataupun Hadyan, dua-duanya bukan musuh saya. Kecuali Anca, kalau sekali lagi dia promosikan jualannya, kita mandikan saja pakai oli."

"Saya memang tidak mau mengungkit apa-apa sejak awal. Tapi setelah saya rasa sudah keterlaluan, akan jadi aneh kalau saya tidak angkat bicara, Jair. Temanmu itu dari dulu memang aneh."

Josi mengusap bulir keringat di dahinya dengan kasar. Beranjak. "Kapan terakhir kali kau ke sanggar, Hadyan? Satu bulan yang lalu? Kau hindari datang ke sanggar yang dulu katamu sudah jadi rumah kedua, karena kau hindari Andi Gantari? Sekarang pertanyaanku, kalau Andi Gantari saja yang sudah temanmu sejak kecil, kau hindari karena pacarmu itu, bagaimana dengan kita?"

SengkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang