dua puluh empat

8 1 0
                                    


Warning! Cerita ini mengandung kekerasan verbal dan nonverbal, sexual desire, dan Using dangerous weapons.

❗Only 18+ mohon baca sesuai usia ya, bijaklah dalam memilih bacaan.

"Lo bener bener bisa diandalkan, dod. Bisa-bisanya udah sebulan rumah gue gak kedatangan tamu." El tersenyum sumringah kearah rekan kerja tampan yang selalu ada di setiap langkahnya.

Dodit berlagak membenarkan kemeja yang dikenakannya, "iya dong, sebenernya gue cuma ngubah 'dikit' cara nutup mulut orang-orang itu."

"Maksudnya?" El mengenyitkan dahinya.

Awalnya Dodit menatap El dan Rhea disebelahnya secara bergantian, sampai ia cukup berani untuk mengatakannya, "rumah kalian gak begitu aman selama Shenna masih ada disana, gue berusaha menjauhi 'klien-klien' ini dari rumah Lo."

"Selagi bisa, gue bakal rela baku hantam sama mereka disini, ketimbang harus susul lo ke rumah, karena gue gak akan rela kalian disantap sama polisi dan sewaktu-waktu menemukan Shenna sembunyi disana." Dodit tertunduk, ia sebenarnya hanya berusaha melindungi.

"Luka di kening lo adalah bukti dari aksi heroik Lo itu?" El tampak meninggikan suaranya.

Dodit mengalihkan wajahnya, "gue cuma gak mau lo sengsara lagi, El."

El langsung berdiri dan berjalan ke arah Dodit, "Ck, lo gak bisa bias gini dong, udah jelas-jelas sejak lima tahun terakhir kita selalu pakai cara biasa untuk nanganin orang-orang itu dan lo rela ngorbanin diri sendiri demi gue? Gila lo, Dod!"

"Inget ya, gue tau lo bisa nanganinya sendiri, tapi untuk sekarang posisi lo gak akan bisa menguntungkan selagi Shenna ada bersama Lo." Dodit dengan beraninya menunjuk-nunjuk El.

El lalu menepuk-nepuk pundak Dodit, "Dod, dia senjata kita, lo tau gimana jadinya kalau senjata gak digunakan dengan baik? Kita bisa terluka karenanya, jadi tolong anggap Shenna berharga dan jangan lihat dia sebagai pecundang yang cuma membebani."

Disana Dodit hanya diam, ia benar-benar tidak mampu melawan, entah karena pikirannya yang dirasuki atau ucapan-ucapan El yang serasa seperti mantra baginya.

"Dan coba Lo pikir-pikir lagi, kita bekerja selama ini dengan menipu, memanipulasi dan berbohong, berdalih bahwa yang kita lakukan ini mulia, membohongi seorang pembohong. Apa menurut lo kita pantas di sebut kriminal? Jadi apa bedanya kita dengan Shenna?"

El tahu kenapa Dodit tidak sepemikiran dengan nya dalam hal ini, pria baik ini hanya menjunjung dua hal penting dalam hidupnya, pertama, kehidupan layak untuk orang-orang baik, dan memastikan El tidak terluka.

Jika dibilang Dodit mencintai El rasanya itu kurang tepat. Sebab Dodit sama sekali tidak melibatkan kecondongan hatinya kepada El, baginya yang penting El aman. Pria itu bahkan berusaha untuk menjaga jarak dengan El, ia meletakkan El sebagai bos sekaligus adik yang harus ia jaga.

"Intinya jangan sampai lo kenapa-napa, El." Bibir pria itu mengerucut.

"Gue gapapa selagi ada lo disini." El tersenyum manis.

Lalu Rhea ikut bergabung bersama Dodit dan El yang sejak tadi adu bacot, "Gue tau lo susah memposisikan diri, Dod. Tapi Lo musti ingat, dia ini Eleanna, nyamuk aja nih, ketimbang ngisap darahnya mending ngisap obat nyamuk tuh."

"Hahaha, boro-boro ngisap darah, nengok aja ni orang pasti nyamuknya langsung balik arah." Dodit tertawa dengan lepas disana.

El menepuk agak kencang baju Dodit, "Lebay Lo! Emang gue hantu apa." 

"Udah.. gapapa. Mending siang-siang gini kita ngopi dulu aja, kita masih lama kan disini, El?" Tanya Rhea memastikan.

"Kayaknya sih gitu, tapi kalo satu 'klien' ini kelar, kita bakal pulang cepat kok." Balas El.

R.O.S.ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang