"Argh! Sakit, tai!" Navaro menjitak kepala Bima yang seenak hati menyentuh lututnya.
Navaro duduk selonjoran di atas sofa ruang tamu rumahnya bersama teman-temannya dan ada Karina serta Devia juga. Jian dan Bima langsung datang ke tempat kejadian setelah Beno mengabari bahwa Navaro mengalami kecelakaan.
Saat dibawa ke UGD, dokter mengatakan bahwa tak ada luka fatal lainnya. Navaro beruntung karena hanya lututnya yang terluka parah, serta beberapa anggota tubuh lainnya yang sedikit terluka akibat goresan dengan motor dan pohon besar yang ditabraknya.
"Untung aja tulang lo nggak patah kejatuhan motor gede lo itu. Kalau patah kacau, Var. Nggak akan bisa main basket lo," ucap Zayyan yang duduk bersama yang lainnya di lantai bawah Navaro.
"Bukan hanya basket, sih. Jalan aja pasti butuh beberapa bulan buat bisa stabil," timpal Jian yang datang membawa minuman untuk Navaro.
"Nih, minum dulu." Jian membantu Navaro untuk sedikit bangkit dari duduknya dan minum.
"Lo mau kita nginep aja di sini sama lo, Var?" tanya Jian lagi.
Navaro berdeham sejenak. Ia baru teringat bahwa ia belum menceritakan kepada teman-temannya kalau dirinya satu rumah dengan Karina.
"N-nggak usah. Santai aja, gue habis ini juga mau tidur."
"Beneran nih?" tanya Jian lagi dan diangguki oleh Navaro.
"Ya udah kalau gitu kita bawa aja dia ke kamarnya," ucap Beno yang sudah bangkit dan bersiap akan membawa Navaro ke dalam kamar.
"EH—Nggak usah. G-gue tidur di sini aja. Gue mau nonton TV. TV di kamar gue rusak."
Hanya saja Navaro belum ingin menceritakan bahwa ia dan Karina satu rumah saat ini.
"Udah jam dua pagi, coy! Mau pulang nggak, nih?" tanya Bima.
"Iya udah. Besok kita ke sini lagi, Var. Yuk, Dev. Gue anter lo pulang," tutur Beno beralih pada Devia yang sejak tadi hanya duduk diam.
"HALAH! Modus lo modus!" cicit Bima.
"Bim, lo pulang sama gue aja. Jian katanya mau tidur di toko soalnya," ujar Zayyan kemudian diangguki saja oleh Bima.
Mereka semua berpamitan untuk pergi kecuali Karina yang sejak tadi terus diam dan memandangi Navaro. Navaro juga heran mengapa gadis itu hanya diam saja, tidak seperti biasanya.
"Rin, lo gimana?" tanya Devia.
"Lo pulang aja dulu nanti gue nyusul. Ada yang mau gue omongin sama Navaro."
Sepeninggalan mereka semua, Karina berdiri sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada dan menatap sengit ke arah Navaro yang masih setengah berbaring di sofa.
Karina menarik napasnya dalam-dalam, sedangkan Navaro merasakan hawa yang mencekam menyelimutinya.
"Kenapa lo ngelakuin itu buat gue? Kenapa lo bahayain diri lo sendiri cuma buat gue, Varo?! Kata Devia kalau Om Malik tahu lo bakal dipindahin sekolah. Gimana kalau Om Malik beneran tahu?!"
"Gue cuma nggak mau Gavin nyebar foto lo," ucap Navaro mencoba menjelaskan.
"Persetan dengan foto, Navaro. LO TAHU NGGAK GUE UDAH KHAWATIR SETENGAH MATI SAMA LO!" Karina berkata apa adanya, darahnya bahkan seolah berhenti mengalir ketika melihat Navaro yang kecelakaan tadi.
Navaro malah mengulum senyum kemudian mencoba untuk bangkit dan duduk. Lututnya sedikit ia tekuk hingga kakinya kini menyentuh lantai.
Ia meraih salah satu tangan Karina kemudian diusapnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boy (18+)
Romance"Sshh!" desis Navaro saat merasa dua buah dada menyembul besar itu bersentuhan dengan dada bidangnya. Entah mimpi apa yang dialami oleh Navaro-anak seorang Ustadz yang dikejar-kejar oleh gadis terseksi di sekolah. Navaro harus menahan hasratnya mati...