Satu

76 27 229
                                    

Tak jauh dari lampu merah, terlihat seorang perempuan berbaju putih berpadu krem sedang menyeberang jalan. Dari posisinya sekarang, ia bisa melihat sebuah motor warna hijau melaju cukup kencang. Karena jarak yang sudah begitu dekat, pikiran perempuan yang memiliki tinggi 165 sentimeter itu seketika mendadak beku. Dan itu yang membuatnya hanya mampu melakukan 3 hal sekaligus, diam seperti manekin, memejamkan mata, dan berteriak sekencang-kencangnya. Dengan keadaan seperti itu, Kinan tak tahu apa yang akan terjadi nanti. Ia pasrah.

Hanya dalam hitungan detik, hal yang tak pernah dibayangkan dan diharapkannya pun terjadi begitu saja dengan cepat. Perempuan yang baru berhasil menginjakkan kaki tepat di garis marka jalan itu akhirnya kembali ke tepi jalan. Bukan karena berjalan, melainkan tubuh yang tak seberapa berisi itu terpental jauh. Jalan raya yang lebarnya hanya 6 meter pun gagal ia sebrangi.

Sebelum kejadian dan memutuskan untuk tetap pergi, ibunya sempat melarang. Namun, perempuan bernama Kinan itu tak mengindahkannya. Ia tetap pergi untuk menonton film favoritnya di bisokop yang hari ini tayang perdana. Selalu ada kepuasan di hatinya jika bisa menonton film favoritnya di hari perdana tayang. Salah satu alasan yang membuat ia akhirnya melawan sang Ibu.

“Kan, masih ada hari lain. Tidak harus nonton sekarang, kan?” tawar Nuraini kepada anak sulungnya dengan cemas.

“Tapi Kinan udah terlanjur beli tiketnya untuk hari ini, Bu. Sayang kalau nggak jadi,” jawab Kinan. Mimik mukanya seperti melukiskan sebuah permohonan dengan melas.

“Tapi….”

“Tenang, Bu. Lagian Kinan perginya juga sama Mas Dani, kok,” ucap Kinan cepat. Ia tak ingin mendengar kata-kata yang mungkin bisa membuatnya meragu untuk pergi.

“Iya, tapi….”

“Udah, ya, Bu. Itu mas Dani udah datang.” Suara motor matic yang baru saja terdengar memasuki halaman rumah, ia manfaatkan sebagai alasan untuk menutup negosiasi kecil ini dengan sepihak. Kinan lalu meraih tangan ibunya dan mencium punggung tangan yang sudah mulai tak sehalus dulu.

Nuraini sudah tak punya kesempatan lagi untuk menahan anaknya yang sudah bergegas menemui Dani di luar sana. Sedangkan sebuah firasat buruk masih saja bertengger dan mengusik pikirannya. “Semoga tak terjadi apa-apa.”



Pada kecepatan tertentu, laju sepeda motor akan menjadi stabil tanpa goyah sedikit pun meski sang pengendara melepas pegangannya pada stang kemudi. Namun, tidak untuk saat ini. Setelah menghantam seorang perempuan di tengah jalan, sepeda motor itu mengalami oleng. Pengendaranya tak mampu menguasai keadaan hingga akhirnya laju motor keluar dari aspal dan menabrak sebuah pohon angsana. Pengendara itu jatuh bersama motornya. Kakinya sedikit tertimpa sepeda motor.

Berbeda dengan perempuan yang ditabraknya tadi, remaja itu tak mengalami luka serius. Bahkan ia mampu membangunkan sendiri sepeda motornya yang memiliki body lumayan besar itu.

Entah mitos atau fakta, entah hanya kebetulan atau memang ada hubungannya, nyatanya pengendara yang seorang pemuda itu mengalami kecelakaan setelah sebelumnya ia kejatuhan seekor cecak di rumah. Mungkin juga kecelakaan ini karena kualat dengan orang tua. Remaja yang sebenarnya masih duduk di bangku SMA itu lebih memilih berkumpul bersama teman-teman gang motornya daripada harus mengantarkan sang Ibu yang sakit untuk pergi berobat. “Sama Bapak aja. Bentar lagi dia pulang.” Remaja itu pun berlalu begitu saja.

Seharusnya, ia mendapat pahala karena telah berbakti kepada ibunya dengan cara mengantarkan berobat, tetapi karena salah memilih, kini justru ia mendapat masalah besar di jalan. Sungguh sial remaja itu.

Asu!” umpat remaja itu ketika membuka pintu rumah karena seekor cecak yang sedang mencari makan di daun pintu terkejut dan malah terjatuh tepat di ubun-ubunnya.

Kinan dan Dunia Yang KacauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang