Kabarnya saat ini. Bighit bersama ke tujuh pria beranggotakan BTS itu tengah melakukan perjalanan tournya selama 8 bulan penuh. Jungkook bahkan mengirim beberapa foto selfinya yang beberapa pula ia ambil bersama para hyungnya saat pria itu tengah transit di bandara. Pria bermarga Jeon itu telah menjelaskan jadwal tour mereka yang mungkin terbilang cukup lama kendati Zea tak memperdulikan hal itu.
Toh ia juga tidak ada urusan dengan Jungkook untuk bertemu sepanjang waktu. Keduanya tak memiliki relasi khusus dan Zea pun terkadang bingung. Entah mengapa akhir-akhir ini hidupnya selalu ada Jeon Jungkook entah dalam kondisi apapun.
Meraih tas bahunya dengan hembusan nafas lesunya. Zea kemudian melangkahkan kakinya untuk keluar dari asrama- tempat dimana ia tinggal selama kurang lebih 4 tahun sudah. Wanita itu tak tergesa-gesa seperti pada hari-hari biasanya dimana ia telat bangun dan berakhir terlambat di kelasnya.
Zea ingin menikmati udara kota yang entah mengapa cukup menyejukkan. Udara Seoul dalam keadaan waspada kendati suhu dingin dari kota tersebut di bawah rata-rata. Zea bahkan cukup menantang maut hari ini dengan hanya mengenakan coat tipis tanpa kaus kaki. Entahlah apa yang wanita itu sedang pamerkan pada penjuru kota.
Yang pastinya perasaannya tengah kacau. Ini merupakan kelas terakhirnya dimana ia akan menyelesaikan pendidikan S1 nya di sini. Ia akan menjadi sarjana dan kemungkinan terbesarnya ia akan meninggalkan negara ini. Tempat ini bukanlah tempatnya dan ia memiliki rumah yang tak seharusnya ia tinggal.
Namun entah mengapa. Seoul memiliki nilai lain dalam hatinya. Wanita itu telah menghabiskan banyak waktunya di sini. Mungkin untuk belajar atau sekedar menangis di tepian Sungai Han. Ada banyak cerita yang tak mampu rumahnya mengerti. Sebab bagi Zea, negara ini merupakan rumah kedua untuk ia menaruh rasa lelahnya.
"Woi!!"
Zea tersadar dari lamunannya. Ah benar. Wanita itu melupakan Ghaza yang sedari tadi tersambung dengannya di telepon. Ia terlalu sibuk menikmati hamparan udara dingin yang Seoul hidangkan untuknya.
"Hm?"
Didengarnya Zea hanya berdehem saja. Ghaza lantas menghembuskan nafasnya jengah sebelum kembali berdalih menjadi sesosok penceramah untuk Zea. Ghaza bahkan memulai profesi dimana profesi itu cukup membuat Zea jengah. Benar. Tidak jauh dari kata jangan menyerah atas tujuanmu, kau harus tetap semangat, jaga pola makanmu atau bahkan berhati-hatilah di negara orang sebab kita tidak akan pernah tau topeng asli dari orang-orang jahat.
Di sini kita pun dapat menilai kendati Ghaza lah yang selalu rewel semenjak Zea meninggalkan negara asalnya dan menempuh pendidikannya disini. Ghaza terlalu khawatir dan itu bisa di lihat dari cara bicaranya yang setiap hari meminta Zea untuk segera pulang ke indonesia.
"Za." Panggil Zea saat Ghaza sudah menyelesaikan kotbah yang ia suarakan kurang lebih setengah jam itu.
"Apa? Sebenarnya kau ini kenapa?" Tanya Ghaza yang tak habis pikir dengan sahabatnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGLANTINE
FanfictionKata orang tentang perihal rumah. Presensi tersebut tak selalu berbentuk bangunan. Sebab presensi itu terbentuk bukan hanya dari sanak orang terdekat. Rumah yang dimiliki oleh Zea sebelum itu telah hancur. Namun, ada sosok asing yang justru menerob...