Di tengah-tengah perjalanan, Shera memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sakit bukan main. Kali ini, sakitnya tidak lagi bisa ditahan lagi seperti biasanya. Dia meremas tangannya sekuat mungkin dengan napas yang kian terasa sesak. Bahkan Pandangan matanya mulai mengabur sehingga menambah kesulitannya untuk melihat dengan jelas.
"Bunda... sakit," lirih Shera disertai ringisan penuh sakitnya. "Sakit..."
Telinga perempuan itu berdengung kencang hingga membuatnya kesulitan untuk mendengar. Shera belum pernah merasakan sakit yang luar biasa seperti sekarang. Hal tersebut membuat bibirnya tidak berhenti mengeluarkan ringisan penuh kesakitan.
"Keenan...."
Napasnya mulai menipis dengan kedua mata yang tidak lagi bisa dipaksa terbuka. Samar-samar, dia masih bisa mendengar suara teriakan dari supir taksi yang ia tumpangi.
"Keenan...," panggil Shera sekali lagi sebelum kedua matanya terpejam dengan sempurna.
ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤㅤㅤㅤㅤ *****
Rumah sakit bukanlah tempat yang asing lagi bagi Kalea. Dari sembilan SMP hingga sekarang, ia selalu menemani Shera cuci darah membuatnya sangat hafal dengan suasana di tempat itu. Aroma obat-obatan yang khas, lorong rumah sakit yang selalu sepi, lalu para suster yang berlalu lalang, hingga lampu koridor yang selalu terlihat terang. Namun, tidak pernah terlintas sedikit pun di pikirannya kalau ia menjenguk Shera secara mendadak, bukan karena cuci darah yang sesuai permintaan Shera untuk ditemani.
Pandangan nanar milik Kalea menatap ke arah Viona yang terlihat sama cemasnya dengan dirinya. Bahkan sejak tadi, Viona tidak berhenti mondar-mandir karena pikiran perempuan itu yang juga kacau. Lalu, kedua matanya beralih menatap ruangan yang tak kunjung terbuka. Iringan doa tidak henti-hentinya dia panjatkan dalam hati demi keselamatan sahabatnya itu.
Ini gak nyata, kan?
Dada Kalea naik turun menahan emosi yang menguasai dirinya. Rasa sesal itu kian membuatnya merasa bersalah. Jika saja ia tak pernah mengiyakan permintaan Shera untuk berhenti berobat, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Perasaan marah, kecewa dan ingin memutar waktu kembali, semua itu bercampur aduk menjadi satu hingga mengacaukan pikirannya. Keadaan ini adalah hasil dari kelalaiannya sendiri. Shera merasakan sakit yang hebat karena dia lalai menjaganya.
Kalea menumpukan kepalanya ke tembok dan kembali meracau. Dia menyesal. Sangat menyesal. Kalau ada hal buruk yang terjadi kepada Shera, maka dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.
"Jangan pergi, Shera," gumam Kalea yang masih bisa didengar oleh Viona. "Kalo lo pergi, gue—"
Kalea terhanyut dalam pikiran-pikiran negatifnya. Hancur. Dia benar-benar hancur sekarang. Shera tengah berjuang antara hidup dan mati di dalam ruang IGD sana dan itu semua karena dirinya yang tidak becus menjaga perempuan itu. Dalam hati, dia tidak berhenti meneriakkan kata BODOH untuk dirinya sendiri. Namun, lamunannya itu seketika buyar saat mendengar teriakan dari seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity Lovein Of Shera [Telah Terbit]
Novela Juvenil"𝐎𝐛𝐚𝐭 𝐢𝐭𝐮 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮, 𝐛𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐨𝐬𝐨𝐤 𝐭𝐨𝐤𝐨𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐫𝐮." 𝓢𝓻𝓲 𝓗𝓪𝓻𝓯𝓲𝓪𝓷𝓲 - 𝓘𝓷𝓯𝓲𝓷𝓲𝓽𝔂 𝓛𝓸𝓿𝓮𝓲𝓷 𝓞𝓯 𝓢𝓱𝓮𝓻𝓪 *** "Shera, bersatu atau tidak nya kita, kamu akan tetap menjadi tokoh utama yang tidak pernah...