Tulisan ini Vee dedikasikan kepada teman-teman dan kakak-kakak yang dapat kabar kurang baik kaya Vee kemarin, semoga kalian bisa lebih tenang dan tabah ya!
.
.
.
.
.
.Chulalongkorn University
Test Announcement
Tinnaphob Jirawathanakul :
Sorry, please try again next year! Keep fighting!
Tinn hanya tersenyum melihat hasil pengumuman tes perguruan tinggi yang terpampang di layar monitornya. Entah kenapa ia tak bisa menangis, atau karena memang remaja itu sudah pasrah dengan apapun hasilnya.
'Gimana, sayang?'
Ah! Tinn lupa, ia sedang tersambung dengan panggilan video kekasihnya yang sudah memerah wajahnya karena menangis. Sama dengan Tinn, tidak lolos ujian.
"Gak dapet, sayang, samaan dong kita, ya?" Tinn terkekeh pelan.
Di seberang panggilan, kekasih Tinn juga mengangguk, 'Iya gapapa, kita masih punya cadangan,' Ujarnya menyemangati diri sendiri, "Kamu kok nggak nangis?"
"Malu, ada ponakan aku di depan aku,"
'Udah ya Tinn, makasih ya mau nemenin aku buka pengumuman,'
Sambungan mereka terputus begitu saja, dengan Tinn yang masih mematung memandangi layar monitor yang tak akan berubah selama apapun Tinn memandanginya dengan intens.
Perasaannya campur aduk, tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia sudah tertolak berkali-kali sejak ia duduk di menengah pertama. Tidak diterima di sekolah lanjutan impiannya, tetapi ia bersyukur bertemu Gun—kekasihnya—di sekolahnya sekarang. Kini entah kebaikan apalagi yang akan ia terima saat ia mengambil universitas lain, setidaknya itu pikiran positif Tinn.
Di depannya ada seorang gadis berusia empat tahun sedang asyik merangkai huruf dengan mainan balok kata milik Tinn dulu. Sorot matanya begitu serius mengamati dan meneliti huruf-huruf apa saja yang harus ia letakan di kolom selanjutnya. Bibirnya mengoceh asal bak seorang ilmuwan yang tengah meneliti objeknya.
Tinn jadi rindu masa-masa seperti keponakannya itu. Masa kanak-kanak yang tak perlu pusing-pusing memilih sekolah lanjutan atau khawatir bagaimana hari esok. Tinn terkadang iri dengan keponakannya itu, setiap hari hanya berpikir nanti main apa dengan siapa, hanya berpikir bagaimana caranya meminta coklat pada paman Tinn, atau bagaimana mencari perhatian paman Tinn agar mau meminjamkannya balok huruf kesayangannya.
Ceklek!
"Tinn?"
Remaja akhir itu menoleh ke arah pintu kamarnya yang terbuka, menunjukan ibu Tinn yang berdiri di ambang pintu dengan raut khawatir.
Sementara Tinn tersenyum kecut, air matanya meluap tanpa izin. Segera ibu Tinn berlari kecil memeluk putranya yang tengah terpuruk itu.
"Maaf ya mama, Tinn gak jadi anak kedokteran Chula, gapapa, kan?"
Mama Tinn hanya fokus menenangkan putranya itu, tak memikirkan apa yang tertulis di layar monitor milik putranya itu. Wanita itu tahu bagaimana kerasnya Tinn belajar, perjuangannya hanya demi ujian yang sulit itu, bersaing dengan ribuan orang hanya demi beberapa puluh kursi saja.
***
Tinn baru keluar kamarnya saat makan malam, setelah keponakan nakalnya menarik selimut pamannya yang digunakan untuk bergumul bersembunyi, menangis.
Chloe menggandeng tangan Tinn menuju meja makan yang sudah ada kedua orang tua dan kakak serta kakak iparnya yang baru pulang bekerja. Semua orang di sana begitu khawatir melihat kantung mata Tinn yang begitu kentara, seolah memperlihatkan usaha yang begitu keras.
Wajah yang membengkak itu juga akibat menangis terlalu lama, ayah Tinn paham betul bagaimana putranya.
Tangan kecil Chloe menuntun paman Tinn–nya untuk duduk di sebelahnya, di hadapan sang ayah yang menanti Tinn membuka suara.
"Aku...gak lolos, yah," Tinn menarik napas dalam, juga menggigit bagian dalam bibirnya lantas tersenyum kearah sang kakak lelakinya, "Yah, gak jadi kesayangan lo lagi, bang," Ujar Tinn bercanda, menenangkan dirinya sendiri.
Bahu kokoh itu ditepuk pelan, Phana menenangkan adiknya, "Alah! Kayak akhir dunia aja lo gak dapet Chula! Gak dapet juga gapapa, kali!" Phana merangkul adiknya erat.
Chloe berusaha mengusap air mata Tinn dengan ibu jarinya, "Om kalo nangis jelek kaya ayam!"
Tinn seketika tertawa, "Kata siapa om jelek? Om tuh ganteng kaya artis kesukaan mama kamu itu! Siapa namanya? Gemini! Om cakep kaya Gemini! Enak aja kaya ayam!" Protes Tinn tidak terima.
Suasana meja makan menjadi lebih cair dengan perdebatan Tinn dengan keponakannya. Tidak ada yang memarahi Tinn sama sekali, bahkan tidak ada bahasan tentang tertolaknya Tinn di universitas impiannya. Semua hanya fokus memperbaiki suasana hati Tinn yang sedang kacau saja.
Ibunya benar, sedalam apapun Tinn jatuh ke dalam jurang, ayah, ibu, serta kedua kakaknya akan selalu ada untuk menarik Tinn kembali naik. Merangkulnya di saat tertatih, menjadi rumah aman bagi remaja tersebut.
"Kita nggak marah karena semua tau perjuangan kamu, mungkin emang belum rejekinya," Tutur kakak ipar Tinn.
Kemudian ibu Tinn mengangguk setuju, "Inget nggak? Dulu kamu juga sedih nggak bisa keterima di sekolah impian kamu, tapi di sekolah kamu yang sekarang, kamu ketemu Gun yang sayang banget sama kamu. Bayangin kalo kamu nggak ketemu Gun, hidup kamu bakal suram, gak ada yang ngerusuh biar kamu stop belajar dan harus istirahat,"
"Gapapa, kamu nggak jadi dokter nggak apa-apa beneran, kita nggak marah sama sekali," Ujar kakak Tinn.
"Atau tahun depan bisa coba lagi. Inget, sepuluh itu bukan cuma lima tambah lima, banyak banget angka yang bisa dijumlah buat jadi sepuluh!"
Semangat terus manteman! Semoga hari besok lebih baik dari hari ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gado-gado (GeminiFourth Oneshoots)
Hayran KurguBerisi kumpulan cerita-cerita pendek Gemini dan Fourth beserta kawan-kawannya yang gado-gado banget. Selain GeminiFourth, bakal ada TinnGun, HeartLiMing, sama NorthNight juga deh biar seru! Yang seneng-seneng, happy-happy, yang bikin ketawa ngakak...