"Huff, selesai..." lirih Alza sambil menepuk-nepuk tangannya yang bernoda darah.
Suasana gedung bar saat itu hening. Bercak darah menodai tembok dan mayat-mayat dari anggota Rexer memenuhi lantai. Dengan wajah dingin dan senyuman kecil, Alza menyingkirkan mayat yang menghalangi jalan dengan kakinya dan turun menggunakan tangga.
"T-tuan Alza, anda baik baik saja," tanya seorang bartender yang ternyata itu adalah Renji. Ia khawatir melihat Alza turun dengan banyak bercak darah di baju dan jaketnya.
"Masih idup kok, tenang," balas Alza santai.
"Maafkan saya Tuan, saya tidak bisa memberikan informasi ataupun hal lain yang membantu. Semua jalan komunikasi direntas oleh mereka," ucap Renji dengan penuh penyesalan.
Alza hanya tersenyum dan memandang ke arah beberapa orang yang duduk ketakutan. Ia membiarkan mereka hidup karena mereka bukanlah bagian dari Rexer.
"Urus mereka dulu, sisanya biar kubereskan, btw... Thanks ya, bagus juga aktingmu tadi, pura-pura nggak kenal segala," puji Alza sambil menepuk pundak Renji lalu berjalan melewatinya.
"Maafkan saya dan terima kasih, akan saya urus sisanya," ucap Renji lalu ia mengevakuasi beberapa orang yang tersisa.
"Oh iya, bocah yang namanya Nao ke mana?" tanya Alza menoleh pada Renji.
Renji berpikir sejenak. Ia bukanlah bagian resepsionis tapi sepertinya ia tahu siapa yang dimaksud oleh Alza.
"Ada beberapa orang yang naik ke rooftop, 2 di antaranya berlaku seperti pemimpin Rexer."
"Oke good, tinggal 2 lantai teratas yang belum kuberesin. Harusnya mereka cuma berjaga di lantai terakhir sebelum rooftop," ucapnya sambil membersihkan tangannya dengan tisu.
Tak lama ia berjalan ke arah tangga dan menatap malas banyaknya anak tangga itu. "Hhhh... Kenapa bar ini nggak ada lift, sih," keluh Alza dengan raut lesu. Lalu berjalan naik ke lantai selanjutnya.
---
Nao diam merasakan semilir angin yang menyapu rambut dan menutupi keningnya. Tangan gadis itu bergerak menyingkirkan rambut itu lalu mengusap pipi Nao.
"Tentu, tapi... Aku hanya memiliki 1 orang teman, dia bagian khusus operasional. Kami sempat mendapatkan misi untuk membunuh Enigma itu. Tapi kami gagal dan aku langsung memintanya berhenti."
"Kenapa berhenti?" tanya gadis itu.
"Misi yang kami terima terlalu janggal, kami hanya diminta membunuhnya. Tak ada informasi lebih lanjut kapan dan di mana operasinya, bahkan tak ada bala bantuan yang seimbang,
Awalnya aku mengira Enigma itu sama seperti Alpha. Tapi setelah aku telusuri dan merentas beberapa data enigma. Aku langsung memintanya berhenti Golongan berbahaya seperti itu, aku tidak mau harus mengorbankan temanku. Untuk sekarang, aku hanya berusaha menjaganya agar tidak diganggu Enigma itu," jelas Nao sambil menatap langit malam.
Gadis itu hanya diam mendengarkan dengan serius. Lalu ia tersenyum dan kembali memeluk lengan Nao.
"Begitu ya... Aku memiliki beberapa orang yang siap untuk melakukan apa pun, mereka juga selalu siap menyerahkan nyawa untuk mencapai tujuan ini."
Nao terkejut mendengar itu.
"T-tidak sekejam itu sih, aku tidak mau mengorbankan siapa pun, tapi dalam data yang kurentas itu aku membaca ada anti-Enigma yang bisa membunuh tanpa harus mendekati Enigma itu. Kupikir itu akan lebih membantu. Tapi sayangnya, tidak ada data yang menunjukkan di mana lokasi anti-Enigma itu. Aku merasa kehilangan harapan." jelas Nao termenung dengan wajah sedih, sedangkan gadis itu tersenyum kecil mendengarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not Enigma [TERBIT]
RomansaAnn, seorang pembunuh bayaran yang beralih profesi menjadi barista, tetapi diam diam ia bekerja lagi dengan seorang Enigma berbahaya bernama Alva Edison, kerjasama yang dibangun secara sepihak ini membuatnya harus memutar otak untuk menolak setiap m...