02. Kesalahan

32 5 12
                                    

Salah satu dari naga kembar itu melihat ke arahku, menatapku dengan hembusan nafas yang mengeluarkan sedikit asap dari sela-sela giginya yang tajam.

Kami bertatapan sesaat sebelum Naga tersebut mulai membuka mulutnya lebar-lebar, yang menjadikannya tampak lebih mengerikan. Sebuah bola kuning kecil keluar dari mulutnya, bola itu tertahan dan makin membesar setiap detiknya hingga melebihi ukuran naga itu sendiri.

Warna kuning tersebut berubah menjadi merah, hawa panas keluar menyebar dan menghentak sekelilingnya hingga sampai ke tempatku berdiri

Saat ini aku melihat dua matahari.

Tak lama bagi naga tersebut melepaskan apa yang sudah dia siapkan dan melontarkan bola raksasa berkobarkan api yang mendekat dengan cepat.

Benda itu melesat, menghancurkan apaun yang dilalui. sebagian isi kerajaan meleleh sebelum akhirnya bola itu sampai dihadapanku dan meledakkan seluruh rumah berserta isinya menjadi abu.

Aku menggerakan tongkat digengamanku sesaat api maha dasyat itu menyentuh wajahku.

[Teleportasi]

Tubuhku menghilang dan mucul kembali di atas langit.

[Terbang]

Jubahku bersinar sesaat. Tubuh yang sebelumnya jatuh sesaat langsung berdiri tegak di atas langit-langit kota.

Angin berhembus kencang, Hawa panas dari apa yang ada di bawah benar-benar menyengat tubuhku. Dari atas sini aku dapat melihat melihat dengan jelas pemandangan terkini ibu kota kerajaan. Asap hitam menggepul disemua sisi, termasuk bagian utara ibu kota yang dikuasai naga kembar sudah rata dengan tanah.

Aku melihat kebagian timur ibu kota, sebuah wilayah perbukitan, tempat dimana seharusnya rumahku berdiri dengan kokoh diatasnya.

Tetapi yang sedang kulihat saat ini tak lebih dari sebuah bukit yang sudah berlubang dengan lava meleleh mengalir disekitar. Sementara itu Bekas jalur bola api itu membekas garis lurus yang menebuh ke tanah tanpa menyisakan apapun diatasnya.

Langit-lagit menghitam di karenakan banyaknya abu yang bertebangan.

Aku menatap tak percaya, berharap ini adalah mimpi buruk dimana aku akan bangun dan semua akan baik baik saja.

Tapi semua ini benar-benar terjadi. Para monster telah menguasai dan meratakan setengah dari ibu kota.

Selatan dan Barat masih berdiri untuk saat ini. Dari arah Barat, wilayah perdanganan, kertas-kertas melayang tertiup angin.

Aku yang melihatnya mengarahkan telapak tangan kananku dengan sejajar padanya.

[Telekinesis]

Salah satu kertas tersebut mendekat cepat dengan sendirinya dan menggapai tanganku.

Dari bentuknya, ini adalah koran kerajaan yang sangat tipis karena hanya memuat satu halaman. Aku melihat halaman depan tersebut yang menunjukan gambar dari para pahlawan dengan sebuah judul berhuruf kapital diatasnya.

GARIS DEPAN HANCUR! KEKALAHAN UMAT MANUSIA!

Aku sudah mengetahui berita ini, tetapi tetap tidak dapat membuat jantungku untuk tidak berdebar kencang, nafasku menjadi tak teratur melihat foto orang-orang yang kukenal di koran ini telah mati menahan invasi raja iblis.

"Ini bukanlah ending yang seharusnya!"

Aku marah dan binggung, sebelum aku menyadari bahwa ada yang hilang dari beberapa gambar pahlawan di koran tersebut. Pikiranku langsung tertuju pada satu orang yang tidak ada. Orang itulah yang seharusnya menghentikan semua bencana ini.

Aku harus menemukannya.

Aku mengangkat tangan kananku. Baik kanan dan kiri disetiap telapak tangan terdapat tiga cincin dengan bentuk dan warna yang beragam.

Dari ketiga cincin tersebut, aku menatap cincin berbatu putih di jari manisku.

Sesaat ketika melihatnya, batu putih itu terlepas dari cincinnya, melayang-layang diatas jari manisku.

{Cari pahlawan yang sebenarnya}

Setelah mengeluarkan perintah, batu mirip mutiara itu menjadi bersinar terang sebelum akhirnya melaju terbang dengan cepat kesuatu arah di selatan.

Aku ikut terbang mengikutinya, memposisikan diri di belakang batu itu yang perlahan mulai meluncur kearah bawah.

Batu tersebut melambat ketika berada satu meter diatas tanah.

Aku mendaratkan kakiku dan berjalan.

"Bukannya disini rumah para gelandangan dan tempat bordil, apa benar pahlawan ada disini?" Melihat rumah kanan dan kiri, aku memperhatikan sekitar, sebuah tempat di pinggiran ujung dari wilayah selatan Ibu Kota Kerajaan, wilayah kumuh.

Bola putih itu berbelok-belok memasuki setiap gang demi gang, menuju pusat wilayah kumuh.

Wilayah ini merupakan tempat paling ujung dari ibu kota, meski bangunan-bangunan ini masih berdiri, tidak lama lagi para monster akan membanjiri tempat ini.

Suasananya sepi dan sunyi, hanya ada raungan monster dikejauhan tanpa ada tanda-tanda manusia.

Semua penduduk pasti mencoba untuk melarikan diri.

Setelah berbelok ke salah satu gang yang cukup sempit, batu putih itu terhenti dan meredup di atas tubuh seseorang yang terkapar dijalanan.

Pakaian yang sudah usang dan kotor, rambut panjang yang berantakan, dan bau yang tidak mengenakkan.

Aku tersenyum pahit menatapnya dari atas

Ini tidak mungkin mungkin kan?

Aku yang masih tak percaya dan membalikkan tubuhnya, mencoba melihat wajahnya.

Benar saja, itu Meski dengan kulit melepuh serta jenggot dan kumis tak terawat yang memenuhi wajahnya tapi mana mungkin aku melupakan....

"Sang Pahlawan"

Sepasang mata terbuka dari wajah yang sangat memerah.

Pahlawan melihatku. Aku dan pahlawan terkaget bersamaan, aku terlebih dahulu mencoba menangkan pahlawan yang telihat binggung.

"Si- Sia- Siapa kau?" Ucapnya dengan melantur.

Dari mulutnya tercium bau alkohol yang kuat , akupun menyadari banyaknya botol-botol berserakan didekatnya.

"Kau mabuk, Harith sadarkan dirimu. Apa yang kau lakukan disini sialan?!"

Setengah sadar, Pahlawan menatapku tajam dengan ekspresi mencoba mengingat keras, "Suara ini. Aries? Apa itu kau kawan?"

Aku marah melihat MC yang mabuk, menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan keras, "Aku yang bertanya! kenapa kau disini? Kenapa pahlawan terkuat sepertimu tidak ikut ke medan perang?"

Pahlawan tersenyum sambil melihatku, "Apa- aoa maksudmu? Pahlawan terkuat? Bukannya pahlawan terkuat itu kau?" Harith menunjuk wajahku dengan tangannya yang bergetar tampak tak terkendali.

"Hah?" Aku terheran dengan apa yang Harith ucapkan dan merasa dia masihlah mabuk.

"Hahaha Aries temanku, Aries Grastian~ sudah pikun~" Harith tertawa terbahak-bahak dan kembali menenggak botol didekatnya.

Aku mencoba memahami perkataan Harith yang dengan cepat sudah menghabiskan satu botol penuh.

Melihatku berpikir keras, Harith tersenyum mabuk.

Aku balas menatapnya dengan senyuman pahit, "Aku bukanlah pahlawan! Aku hanyalah pemeran sampingan."

Dengan nada kecil dan memelas aku kembali bicara, "Aku bahkan bukan dari dunia ini Harith."

Perkataanku tersebut membuatku terbawa kemasa lalu, saat pertama kali aku tiba dan menjalankan kehidupan baruku dengan menyenangkan. Kucoba untuk mengingat semua hal yang sudah kulalui didunia ini.

Dan disaat itulah pupil mataku melebar, nafasku terhenti.

"Jangan-jangan... selama ini...."

Aku menyadari bahwa terdapat kesalahan yang selama ini sudah kulakukan.

I AM NOT A HEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang