Aku baru saja keluar dari halaman rumah dan mendapati Pak Garen tetangga depan rumahku sedang mengeluarkan motor miliknya dari garasi.
"Re." Panggilnya saat sadar ada aku yang tengah berdiri mengamati kegiatannya.
Fyi, hari ini Pak Garen tampil rapi dengan memakai baju koko abu lengan pendek dan celana bahan berwarna hitam.
"Saya kira kamu udah berangkat."
Aku menyengir, "Belum Pak, tadi malah ketiduran."
Setelah motornya keluar dari garasi, Pak Garen langsung menaikinya dan menyalakan mesinnya.
"Mau bareng nggak?"
Bareng yang dimaksud Pak Garen adalah bareng ke rumah Bu Tian. Kebetulan hari ini beliau mengadakan acara tasyakuran atas kelahiran cucu pertamanya. Semua orang yang tinggal di komplek ini -termasuk aku diundang oleh beliau.
Sebagai tetangga yang baik hati, mau tidak mau aku harus hadir. Jangan sampai aku terkena sanksi sosial gegara dianggap terlalu mengasingkan diri.
"Aku jalan kaki aja deh, Pak. Lagian cuma deket." Tolakku basa-basi. Gengsi dong kalau langsung di iya-in.
Pak Garen menatapku dengan alis menukik rendah, "Yakin jalan kaki?" Lalu netranya menatap langit, "Panas-panas gini?"
"Nanti gosong." Sindirnya tepat sasaran.
Aku mencebik lirih, bener-bener deh bapak-bapak satu ini. "Yaudah deh, aku bonceng." Putusku kemudian. Siang ini emang panas banget, langitnya full biru dan nggak ada mendungnya.
Kutatap motor milik Pak Garen yang saat ini sudah berada tepat dihadapanku. Astaga ini motor kenapa tinggi banget.
"Naik, Re. Nggak jadi bareng?"
"Eh, jadii." Aku memutar otak. Mencari cara agar bisa naik tanpa harus berpegangan pada pundaknya Pak Garen. Bisa dikira modus ntar kalo sampai pegang-pegang.
Aku menghembuskan nafas lega ketika berhasil naik keatas motor tanpa menyentuh bagian tubuh milik Pak Garen. Untung hari ini aku memakai kulot bukan rok.
"Udah?"
"Udah Pak."
Dia melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Tak butuh waktu lama akhirnya kami sampai di rumahnya Bu Tian. Terlihat disana sudah ada banyak motor dan beberapa mobil yang berjajar rapi.
"Widihh, asik nih boncengan berdua."
Aku yang baru saja turun dari motor langsung menoleh kebelakang. Dan ternyataaa, ada Amel anaknya Pak RT disana. Dia menyetandarkan sepeda pinki kebanggaannya itu dan berjalan menghampiriku dan Pak Garen.
Dengan pandangan menggoda anak baru gede itu menatap kami berdua.
Tentu saja langsung ku balas dengan delikan mata tajam. Memberi kode agar Amel tidak berkata yang tidak-tidak. Soalnya aku sudah hafal betul dengan tingkah polah anak itu.
"Cocok bangett, sabi nih buat partner kondangan, ya gak Mbak?"
Tuh kan. Bener-bener nih anak. Gak nyambung banget, aslii.
"Meelll." Tegurku. Mana mungkin aku berani ngajak Pak Garen buat nemenin ke kondangan. Walau kuakui Pak Garen ini emang worth it buat diajak ke kondangan, apalagi buat manas-manasin mantan, tapi ya tetep aja aku gak akan senekat itu orangnya. Pak Garen itu adalah salah satu orang yang kuhormati mengingat umurnya yang lebih tua banyak dariku.
"Emm, kayaknya nggak cuman partner kondangan aja sih." Amel diam beberapa detik seolah sedang berpikir keras.
Dan ditempatku berdiri aku sibuk memberi kode agar anak itu diam atau setidaknya tidak berkata yang aneh-aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
MyTroublesome Neighbor
RandomSemenjak kepergian kakakku ke Kalimantan untuk mengurusi pekerjaannya, aku merasa sikap tetanggaku perlahan berubah. Pak Garen yang biasanya kalem, pendiam, dan agak galak, berubah menjadi pribadi yang perhatian dan sedikit cerewet. Dan yang paling...