Asa (2)

17 6 0
                                    

Bentala menyimak lamat-lamat kelas pagi hari ini. Dia cukup menyukai penjelasan dari dosennya, karena penjelasan dari dosen di depannya selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga lebih mudah dijangkau oleh nalar mahasiswa karena masih berkaitan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Seperti saat menjelaskan hukum pidana, dosennya menjelaskan dan mencontohkan beberapa kasus yang terkenal agar para mahasiswa dapat lebih memahami. Bentala ialah mahasiswa ilmu hukum, dia tidak bermaksud ingin menjadi pengacara ataupun orang yang terlibat hukum di Indonesia. Namun Bentala memilih kuliah di ilmu hukum adalah karena Bentala ingin mengenal ilmu hukum melalui bangku perkuliahan. Pada dasarnya Bentala menyukai ilmu sosial ataupun ilmu antropologi yang berhubungan dengan manusia.

Selesai perkuliahan, Bentala keluar dari kelas dan hendak menuju Kafe Kusuma. Bentala menyapa beberapa temannya yang hendak ke aula karena ingin mengikuti seminar di kampus beberapa saat lagi. Bentala sudah mengambil seminar itu tahun lalu, jadi dia tidak lagi berkewajiban untuk mengikuti seminar. Bentala berjalan menuju lapangan parkir, memasukan kunci motornya, menghidupkan motornya lalu segera meninggalkan kampusnya dan bergabung dengan jalanan Kota Cirebon. Mungkin kafe sudah dibuka oleh kakaknya Ancala. Dari jalan Wahidin Bentala belok kiri ke jalan Pilang Raya, dan tidak membutuhkan waktu lama dia sudah sampai dan parkir di tempat parkir Kafe Kusuma. Ada mobil sedan berwarna hitam metalik yang artinya ialah kakaknya benar-benar datang, dan jika membawa mobil berarti iparnya Indah juga datang dan mungkin juga Rian.

Suara bel terdengar begitu Bentala membuka pintu kafe, kafe tidak terlalu ramai siang itu— hanya berisi orang kantoran yang hendak bersantai. Ada Herlambang yang berdiri di belakang mesin kopi, Sari yang sedang menghantarkan pesanan pelanggan (sekilas dan tak disadari Bentala wajah Sari berbunga begitu tahu yang membuka pintu kafe adalah Bentala), kakaknya Ancala dan iparnya Indah mungkin sedang berada di lantai dua kafe ini. Lantai dua biasa digunakan oleh Ancala untuk rapat para pegawai, pertemuan dengan teman ataupun kolega bisnis Ancala (juga tempat tidur Ancala saat Indah marah padanya).

"Tidak perlu terburu-buru Tala, pengunjung tidak terlalu ramai" ucap Herlambang dari balik mesin kopi "Rian sudah kangen ingin bertemu om katanya" Herlambang menuangkan susu dan membuat late art.

"Semangat Sari" Bentala membuat fokus Sari saat mengambil late dari meja konter buyar.

"Jangan ditumpahkan lho" Herlambang yang sadar memberi peringatan.

"DIAM!" Sari langsung menyalak.

Bentala naik ke lantai dua meninggalkan Sari dan Herlambang yang masih berceloteh meskipun suara mereka dengan sekuat tenaga mereka tahan karena tidak enak didengar pengunjung— juga jika sampai terdengar Ancala di lantai dua mungkin mereka akan kena marah. Bentala membuka pintu ruangan Ancala— Bentala langsung disambut oleh Rian yang berlari ke arahnya dengan riang. Bentala jongkok membiarkan Rian memeluk lehernya. Rian bocah umur dua tahun itu terlihat senang bertemu dengan Bentala. Rian berceloteh mengenai gajah seperti biasanya, beberapa bulan terakhir memang Rian sering membicarakan gajah. Hal itu mungkin karena Rian diajak ke kebun binatang di Jakarta dan Rian mungkin langsung menyukai gajah— lihat saja baju putih dengan gambar gajah di bagian perutnya itu, dan jangan lupakan topi bentuk gajah serta celana dengan motif gajah. Dia benar-benar mengagumi gajah.

"Tala, baru beres kelas?" Indah, iparnya yang tidak terlalu tinggi dan bertubuh kurus serta kulitnya yang bening menyapa Bentala. Bentala mengangguk dan menggendong Rian.

"Tala, Abang tidak masalah kamu ambil libur, tapi kalau libur itu hanya untuk jalan dengan—" lambung Ancala merasakan sikutan dari istrinya Indah. Mereka duduk di sofa berwarna biru tua dan Bentala duduk di sofa sebelah mereka. Wajah Ancala sedikit mirip dengan Bentala namun Ancala lebih mirip ayah mereka sedangkan wajah Bentala lebih mirip ibu mereka. Kulit Ancala pun lebih cerah karena bertahun-tahun kerja di Jepang.

Cirebon dan Pohon Balas Dendam (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang